Belakangan ini terjadi serangkaian aksi demonstrasi besar di Indonesia. Sejumlah peristiwa terjadi di berbagai kota, sebagian di antaranya meninggalkan rasa haru hingga duka. Informasi tentang kejadian tersebut dengan cepat memenuhi beranda media sosial. Respons yang muncul pun beragam.
Semakin lama seseorang scroll media sosial, semakin banyak pula ditemukan konten yang tidak mengenakan hati. Perlu diketahui bahwa hal tersebut bisa memengaruhi suasana hati dan memperburuk mood.
Dikutip dari American Psychological Association, konsumsi berita yang berlebihan, terutama lewat media sosial, dapat meningkatkan risiko stres, kecemasan, depresi, hingga PTSD. Hal ini lebih terasa pada dewasa muda dan individu dengan riwayat trauma. Fenomena doom scrolling, kebiasaan terus-menerus membaca berita negatif, semakin memperburuk kondisi mental karena paparan informasi yang tak berhenti.
Berbeda dari peristiwa traumatis sesaat, krisis seperti pandemi, perubahan iklim, dan konflik sosial-politik bersifat berkelanjutan. Kondisi ini menciptakan tekanan psikologis yang terus menerus dan sulit diproses. Banyak orang akhirnya merasa kewalahan dan kehilangan kendali emosional jika tidak mengambil langkah untuk mengatasinya. Hal tersebut berpotensi besar menyasar Gen Z sebagai generasi pengguna internet terbesar saat ini.
Laporan dari UNICEF menunjukkan hal-hal yang biasa dijadikan pelarian Gen Z ketika menemukan konten yang dianggap melelahkan atau menyedihkan. Lantas, apa yang biasa Gen Z lakukan ketika merasa lelah melihat media sosial?
Aktivitas yang paling banyak dipilih sebagai pelarian dari konten yang mengganggu adalah mendengarkan musik, dengan 75% responden menyebutnya sebagai cara utama untuk meredakan stres digital. Menariknya, meskipun merasa jenuh dengan media sosial, sebanyak 68% justru kembali menghabiskan waktu di ponsel mereka—menunjukkan hubungan yang kompleks antara Gen Z dan perangkat digital.
Selain itu, berinteraksi dengan orang terdekat (66%) dan tidur (63%) juga menjadi pilihan populer untuk mengatasi kelelahan. Beberapa memilih beralih ke konten lain (62%) atau menonton TV (61%) sebagai bentuk pelarian sementara.
Aktivitas fisik ringan seperti menggerakkan badan (58%), bermain (54%), dan jalan kaki (52%) menunjukkan bahwa bergerak tetap menjadi salah satu cara untuk menjernihkan pikiran. Terakhir, melakukan hal-hal kreatif seperti menggambar atau menulis juga dipilih oleh 49% responden sebagai cara untuk mengembalikan keseimbangan emosional.
Penelitian ini dilakukan melalui survei online selama 15 menit kepada Gen Z usia 14–25 tahun di tujuh negara, yakni Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Meksiko, Malaysia, Swiss, dan Afrika Selatan. Total responden yang dilibatkan sebanyak 5.567 orang, dengan distribusi yang representatif berdasarkan usia, wilayah, gender, dan tingkat ekonomi. Survei dilakukan secara acak melalui panel riset pasar yang telah melewati proses seleksi dan verifikasi kualitas.
Baca juga: Mayoritas Generasi Z Menghabiskan Waktu Luang dengan Media Sosial
Sumber:
https://www.apa.org/monitor/2022/11/strain-media-overload
https://www.youthmentalhealthcoalition.org/media/591/file/Genz-global-report-EN.pdf
Penulis: Faiz Al haq
Editor: Editor