Survei Yayasan Tifa & Populix: Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 Sebesar 59,8 Poin

Hasil survei Indeks Keselamatan Jurnalis yang dilakukan oleh Tifa Foundation dan Populix mengungkap, 45% jurnalis Indonesia mengaku pernah alami kekerasan.

Survei Yayasan Tifa & Populix: Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 Sebesar 59,8 Poin Peluncuran Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 | dok.penulis

Kebebasan pers di Indonesia merupakan salah satu pilar utama dalam menjaga demokrasi dan kebebasan berpendapat. Yayasan Tifa sebagai bagian dari Konsorsium Jurnalisme Aman bersama PPMN dan HRWG yang didukung Kedaulatan Belanda berkolaborasi dengan Lembaga survei Populix melakukan penyusunan Indeks Keselamatan Jurnalis 2023.

Hasilnya, indeks keselamatan jurnalis pada 2023 mencapai angka 59,8 poin dari 100. Skor ini masuk ke dalam kategori agak terlindungi. Adapun Nazmi Tamara selaku Social Research Manager Populix mengungkap bahwa indeks keselamatan jurnalis di Indonesia berada pada kategori agak terlindungi.

“Indeks keselamatan jurnalis itu 59,8 agak terlindungi. Sedangkan indeks kemerdekaan pers dari Dewan Pers itu ada di 71,6 poin. Sementara untuk WordPress Freedom Index, itu di angka 54,8. Jadi sebenarnya secara indeks nilai ini ada di tengah-tengah di antara beberapa indeks lain,” ungkap Nazmi saat acara Peluncuran Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 yang diselenggarakan di Aone Hotel, Jakarta pada Kamis (28/3/2024). 

Perhitungan indeks keselamatan jurnalis ini terdiri dari tiga pilar utama, yakni berdasarkan sisi individu, sisi stakeholder media, dan juga sisi peran negara dan regulasi. Secara umum, perhitungan indeks ini menggunakan dua metodologi utama. Pada metodologi kuantitatif, survei dilakukan terhadap 536 jurnalis aktif. Sedangkan pada metode kualitatif, pengumpulan data melalui Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara.

“Artinya dalam penyusunan indeks ini tidak hanya melihat dari sisi metodologi ilmiah saja, tapi juga kami melihat dari berbagai stakeholder, berbagai sisi untuk bisa mendapatkan sebuah indeks, sebuah hitungan, sebuah angka yang lebih komprehensif dan menggambarkan bagaimana keselamatan jurnalis itu sendiri,” ujar Nazmi.

45% Jurnalis Mengaku Alami Kekerasan, Paling Banyak Perempuan

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI), terdapat 87 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang dilaporkan pada tahun 2023. Angka kekerasan terhadap jurnalis Indonesia yang sudah dilaporkan meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat, ada sebanyak 41 kasus kekerasan di tahun 2021. Lalu, angkanya naik menjadi 61 kasus pada 2022.

Sementara itu, hasil survei indeks keselamatan jurnalis yang ditemukan Yayasan Tifa dan Populix menunjukkan bahwa ada sebanyak 45% responden yang mengaku pernah mendapatkan kekerasan. Adapun jurnalis perempuan disebut lebih rentan mendapatkan kekerasan dibandingkan jurnalis laki-laki.

“Ini angkanya cukup besar sebenarnya, karena hampir setengah responden pernah mengalami kekerasan. Dan secara detail, perempuan itu lebih rentan,” ungkap Nazmi.

Jika dilihat berdasarkan bentuk kekerasan yang diterima oleh para responden, tercatat bahwa pelarangan liputan menjadi yang terbanyak dengan proporsi 46%. Diikuti oleh pelarangan pemberitaan (41%), teror dan intimidasi (39%), hingga penghapusan hasil liputan (31%).

“Kebanyakan dari mereka justru tidak menerima teror dan intimidasi, tetapi pelarangan liputan dan pelarangan pemberitaan. Justru teror dan intimidasi ada di posisi ketiga,” papar Nazmi.

Mengulik survei terhadap pihak yang dianggap paling berpotensi melakukan kekerasan, rupanya organisasi masyarakat (ormas) dan kepolisian menduduki peringkat teratas dalam daftar. Proporsi masing-masing pihak tersebut mencapai 29% dan 26%.

“Yang menarik bahwa ormas ini banyaknya ada di wilayah Sumatra dan Jawa, sedangkan untuk kepolisian ada di wilayah tengah, yaitu Kalimantan, Bali, dan Sulawesi,” jelas Nazmi.

Pada kesempatan yang sama, Penata Kehumasan Tingkat III Divisi Hubungan Masyarakat Polri Komisaris Besar Gatot Hendro Hartono mengapresiasi hasil penelitian yang dilakukan. Ia mengatakan, pihaknya akan terus mengupayakan kualitas pelayanan publik, termasuk merawat hubungan dengan media dalam berbagai aktivitas peliputan.

“Kita memaksimalkan hubungan dengan media mainstream, online, cetak dan radio,” ujarnya.

Penulis: Nada Naurah
Editor: Editor

Konten Terkait

Program Makan Siang Gratis Dapat Dukungan dari China, Indonesia Bukan Negara Pertama

Langkah ini tidak hanya mengatasi permasalahan gizi, tetapi juga menjadi bagian dari upaya global untuk memerangi kelaparan dan mendukung pendidikan.

Survei GoodStats: Benarkah Kesadaran Masyarakat Akan Isu Sampah Masih Rendah?

Survei GoodStats mengungkapkan bahwa 48,9% responden tercatat selalu buang sampah di tempatnya, 67,6% responden juga sudah inisiatif mengelola sampah mandiri.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook