Pemerintah Indonesia telah menginisiasi Program Sejuta Rumah (PSR) dan sistem Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebagai upaya pemerintah dalam menyediakan hunian layak bagi masyarakat. Selama 9 tahun program tersebut berjalan, capaian PSR tercatat telah mencapai 8,47 juta unit pada tahun 2023.
“Program Sejuta Rumah merupakan bagian penting untuk Indonesia Maju karena mendorong semua pihak berkolaborasi menyediakan hunian layak bagi seluruh masyarakat Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto sebagaimana dikutip dari Antaranews, Kamis (30/11).
Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bahkan memperkirakan kebutuhan masyarakat akan rumah mencapai 30 juta unit hingga tahun 2025. Oleh karena itu, PSR ini nantinya dapat dinikmati oleh masyarakat rendah (MBR) maupun non MBR.
Program PSR juga terintegrasi dengan sejumlah bantuan pembiayaan kepemilikan rumah oleh pemerintah, seperti Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP), subsidi bunga, dan subsidi uang muka.
Bantuan kepemilikan rumah yang banyak dilirik masyarakat ialah program Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hasil survei BPS yang dipublikasikan dalam Statistik Perumahan dan Permukiman 2022 mengungkapkan 36,08% masyarakat Indonesia telah menggunakan layanan KPR untuk membeli atau membangun rumah.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), program KPR merupakan fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah. KPR memungkinkan masyarakat membeli, membangun, atau merenovasi rumah dengan cara mencicil tiap bulan selama jangka waktu tertentu. Sistem KPR dinilai lebih efisien dibandingkan sistem menabung mengingat harga properti semakin melejit dengan cepat.
Jangka waktu pelunasan KPR pun beragam tergantung dari pendapatan individu dan cicilan yang dibayarkan. Berdasarkan data dari BPS dalam Statistik Perumahan dan Permukiman 2022, rata-rata jangka waktu kredit rumah dengan angsuran KPR mulai dari 10 hingga 16 tahun
Berdasarkan data tersebut, diketahui rata-rata jangka waktu kredit rumah dengan angsuran KPR di perdesaan relatif lebih pendek dibandingkan dengan perkotaan. Di perdesaan waktu yang dibutuhkan untuk membayar angsuran rata-rata sekitar 11,71 tahun, sedangkan di perkotaan mencapai 12,97 tahun. Artinya, terdapat selisih 1,26 tahun untuk melunasi angsuran KPR di kawasan perdesaan dan perkotaan.
Sementara itu, masyarakat dengan status ekonomi kuintil 1 atau masyarakat dengan pendapatan paling rendah di Indonesia membutuhkan rata-rata waktu angsuran hingga 16,17 tahun. Dalam waktu tersebut, biaya angsuran yang mereka keluarkan biasanya Rp1.131.458 per bulan.
Rata-rata biaya angsuran per bulan terendah dikenakan oleh masyarakat dengan status ekonomi kuintil 3 sebesar Rp927.103 per bulan. Dengan biaya tersebut, rata-rata masa angsuran mereka mencapai 13,68 tahun.
Pada masyarakat dengan status ekonomi kuantil 5 atau masyarakat dengan pendapatan tertinggi, rata-rata biaya angsuran Rp2.004.681 dapat digunakan untuk melunasi kredit KPR selama 12,79 tahun.
Penulis: Aslamatur Rizqiyah
Editor: Editor
