Bagaimana Sentimen Analisis Netizen Terhadap Uji Coba Vaksin TBC Bill Gates di Indonesia? 63% Beri Respons Negatif

Uji coba vaksin TBC Bill Gates di Indonesia memicu gelombang reaksi di media sosial, dengan sentimen negatif mendominasi perbincangan.

Bagaimana Sentimen Analisis Netizen Terhadap Uji Coba Vaksin TBC Bill Gates di Indonesia? 63% Beri Respons Negatif Sosok Presiden Prabowo dengan Bill Gates | presiden.go.id
Ukuran Fon:

Uji coba vaksin TBC yang melibatkan Bill Gates di Indonesia memicu gelombang reaksi di media sosial, dengan sentimen negatif mendominasi perbincangan.

Berdasarkan laporan Drone Emprit yang menganalisis percakapan daring dari 6 hingga 10 Mei 2025, 63% tanggapan netizen bersifat negatif, sementara hanya 33% positif dan 4% netral.

Narasi seperti “Indonesia dijadikan kelinci percobaan” dan tuduhan motif tersembunyi menjadi pemicu utama distrust publik.

“Kenapa bukan anak mereka sendiri yang jadi kelinci percobaan?” tulis salah satu warganet di Twitter, mencerminkan emosi dan kecurigaan yang meluas.

Meski media online cenderung menyampaikan informasi faktual dengan mengutip Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan organisasi seperti WHO, narasi di media sosial justru memperkuat polarisasi.

YouTube menonjol sebagai platform dengan sentimen lebih positif, didorong oleh konten edukatif dari media arus utama, sementara Twitter dan TikTok dipenuhi narasi konspiratif.

Minimnya respons langsung pemerintah di media sosial membuat ruang digital dikuasai oleh akun-akun oposisi dan anti-vaksin, menambah tantangan komunikasi publik.

Baca Juga: Tembus 1 Juta Kasus, Pemerintah Fokus Tanggulangi TBC

Dataset Sentimen dan Dinamika Media Sosial Terhadap Ujicoba Vaksin TBC Bill Gates di Indonesia

Sentimen Netizen Terhadap Vaksin TBC Bill Gates di Indonesia
Sentimen Warganet Terhadap Vaksin TBC | GoodStats

Berdasarkan analisis sentimen netizen, Twitter menunjukkan sentimen paling negatif (64% negatif, 33% positif, 3% netral), diwarnai narasi konspiratif seperti “Bill Gates eksperimen manusia,” didorong akun seperti @TedInvestigasi.

TikTok juga condong negatif (43% negatif, 49% positif, 8% netral) dengan tagar #tolakvaksin, sementara YouTube justru positif (77% positif, 21% negatif, 2% netral) berkat kanal arus utama seperti @KOMPASTV dan konten edukatif dari @Millenialzkece.

Sentimen Netizen terhadap ujicoba vaksin TBC Bill Gates di Indonesia Berdasarkan Media yang Digunakan
Sentimen Netizen Berdasarkan Media yang Digunakan | GoodStats

Media online Indonesia tercatat paling netral (58% positif, 29% netral, 13% negatif), mengutip sumber resmi seperti “Uji coba vaksin TBC bagian dari kolaborasi global IVI dan Gates Foundation.”

Facebook (52% positif, 34% negatif, 14% netral) dan Instagram (60% positif, 28% negatif, 12% netral) lebih seimbang, namun narasi negatif seperti “Kita dijadikan lab eksperimen!” tetap muncul. Wordcloud Twitter menonjolkan “kelinci” dan “pajak,” sedangkan media online fokus pada “kesehatan” dan “kerja sama.”

Mengapa Media Online Lebih Positif?

Media online seperti Kompas, CNN Indonesia, dan Tempo menyajikan berita dengan nada netral hingga positif, terikat etika jurnalistik yang menekankan verifikasi. Mereka sering mengutip sumber resmi seperti Kemenkes atau International Vaccine Institute (IVI).

“Uji coba vaksin TBC di Indonesia bagian dari kolaborasi global IVI dan Gates Foundation,” tulis salah satu media, menekankan manfaat ilmiah dan kerja sama internasional. Berbeda dengan media sosial, media arus utama menghindari framing spekulatif untuk menjaga kredibilitas, sekaligus berperan sebagai kanal komunikasi pemerintah.

Narasi positif ini juga didukung oleh kutipan dari pejabat seperti Kepala Presidential Communication Office (PCO), yang menegaskan prosedur uji klinis telah sesuai standar. Media online cenderung menonjolkan fakta, seperti prevalensi tinggi TBC di Indonesia, untuk membenarkan uji coba. 

Mengapa Twitter dan TikTok Didominasi Sentimen Negatif Terhadap Ujicoba Vaksin TBC Bill Gates di Indonesia?

Twitter dan TikTok menjadi pusat narasi negatif, didorong oleh akun personal, anonim, dan anti-vaksin seperti @DokterTifa dan @TedInvestigasi.

Narasi “Indonesia kelinci percobaan” dan referensi hoaks seperti “47.000 anak lumpuh di India” menyebar cepat, terutama di TikTok dengan hashtag #tolakvaksin.

“Bill Gates itu siapa? Kok seenaknya vaksin orang Indonesia?” tanya seorang pengguna TikTok, mencerminkan sentimen anti-elit global.

Wordcloud percakapan di Twitter menunjukkan kata-kata seperti “kelinci,” “pajak,” dan “Singapura” sering muncul, mencerminkan tuduhan bahwa Indonesia hanya jadi pasar tanpa keuntungan ekonomi.

Akun seperti @NenkMonica menjadi influencer utama dalam menyebarkan narasi negatif, dengan retweet tinggi dan koneksi luas di klaster konspiratif. Kurangnya respons cepat dari akun resmi seperti @KemenkesRI membuat narasi negatif mendominasi linimasa.

Mengapa YouTube Lebih Positif?

YouTube menonjol dengan sentimen positif terhadap isu ujicoba vaksin TBC Bill Gates di Indonesia berkat dominasi kanal media arus utama seperti @KOMPASTV dan @CNNIndonesia, yang menyampaikan berita terverifikasi.

Format video memungkinkan penjelasan panjang, seperti wawancara dengan ahli atau konferensi pers, yang mengurangi potensi salah paham.

“Kanal seperti @Millenialzkece mendapat view tinggi karena menyampaikan informasi dengan gaya ringan,” catat laporan Drone Emprit. Konten edukatif ini lebih dihargai algoritma YouTube, menghasilkan engagement tinggi dibandingkan narasi provokatif di Twitter.

Selain itu, YouTube juga jarang menampilkan konten konspiratif dari akun anonim. Kanal seperti @Putri Gatta Update fokus pada edukasi, menjelaskan prosedur uji klinis dengan visual yang mudah dipahami.

Hal ini kontras dengan TikTok, di mana potongan video pendek sering memicu misinformasi tanpa konteks.

Strategi Komunikasi Pemerintah: Apa yang Kurang?

Pemerintah dinilai lambat merespons narasi negatif di media sosial, dengan komunikasi lebih banyak bergantung pada media online. Tidak adanya infografik, video pendek, atau Q&A dari akun pemerintah resmi membuat publik kekurangan rujukan cepat.

“Pemerintah tidak hadir sebagai node pengimbang di ruang digital,” ungkap analisis Drone Emprit, menyoroti ketiadaan akun resmi sebagai pusat narasi. Klaster negatif, yang dipimpin akun seperti @NenkMonica, justru lebih agresif dan terkoneksi.

Rekomendasi strategis meliputi kehadiran aktif pemerintah di media sosial dengan konten visual yang menarik, seperti video edukatif di TikTok. Kolaborasi dengan influencer netral dan tenaga kesehatan, serta pendekatan “social inoculation” untuk menangkal hoaks sebelum viral, juga diperlukan. Contohnya, menjelaskan fakta soal “47.000 anak lumpuh” sebelum narasi ini menyebar luas.

Kesimpulan: Jembatan Menuju Komunikasi Efektif

Perbedaan sentimen antarplatform menunjukkan tantangan besar di era digital. YouTube membuktikan potensi konten edukatif, sementara Twitter dan TikTok memperlihatkan bahaya disinformasi tanpa respons cepat.

Pemerintah perlu membangun jembatan antarklaster dengan melibatkan influencer dan media, serta hadir di platform yang didominasi warganet. Dengan strategi komunikasi yang responsif, visual, dan berbasis data, narasi negatif dapat diredam, memperkuat kepercayaan publik terhadap inisiatif kesehatan seperti uji coba vaksin TBC Bill Gates di Indonesia.

Baca Juga: Realita Kasus TBC di Indonesia

Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor

Konten Terkait

10 Negara Paling Damai di Dunia, Indonesia Urutan Berapa?

Tidak masuk 10 besar, Indonesia urutan ke-49 negara paling damai di dunia dari 163 negara di dunia.

Politikus Jadi Sumber Hoaks Utama 2025

Politikus hingga influencer dinilai jadi sumber hoaks, misinformasi, dan disinformasi terbesar pada 2025.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook