Pembangkit listrik tenaga uap batu bara atau PLTU batu bara merupakan jenis pembangkit listrik yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya. Penggunaan batu bara sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi panas yang kemudian berfungsi mengubah fasa fluida dari cair menjadi uap.
Tingginya jumlah persediaan batu bara serta harganya yang relatif lebih murah secara global menjadikan banyaknya PLTU berbahan bakar batu bara. Namun, pemanfaatan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik memiliki permasalahan besar, salah satunya adalah tingginya emisi CO2 yang menjadi efek samping dari proses pembakaran batu bara.
Global Energy Monitor mengkritisi banyaknya pembangunan PLTU batu bara di dunia. Menurut laporan Global Energy Monitor, pembangunan PLTU batu bara juga tidak sejalan dengan komitmen pengurangan emisi karbon yang tertuang dalam Perjanjian Paris.
Adapun tujuan Perjanjian Paris membatasi pemanasan global di bawah 1,5 derajat Celsius dan mengurangi penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik.
“Pembangkit listrik berbasis batu bara adalah sumber CO2 terbesar dari sektor energi secara global,” tulis Global Energy Monitor dalam laporannya.
Global Energy Monitor menyoroti sejumlah negara yang sudah menghentikan operasional banyak PLTU batu bara. Merujuk pada laporan, terdapat sebanyak 2.831 unit PLTU batu bara dengan total kapasitas mencapai 4,64 gigawatt (GW) yang telah dipensiunkan di seluruh dunia sejak periode awal tahun 2000 hingga akhir Semester I 2023.
Amerika Serikat menjadi negara yang paling banyak menonaktifkan PLTU batu bara dengan kapasitas sebesar 153,05 GW sejak periode awal 2000 sampai Semester I 2023. Disusul oleh China dengan total kapasitas mencapai 120,42 GW selama periode yang sama.
Selanjutnya, ada Inggris di peringkat ketiga dengan total kapasitas PLTU batu bara yang telah dipensiunkan mencapai 33,12 GW. Diikuti oleh Jerman dan India dengan total kapasitas PLTU batu bara masing-masing sebesar 25,18 GW dan 15,65 GW.
Kendati demikian, beberapa negara yang berada dalam daftar tersebut tercatat masih memiliki PLTU batu bara aktif yang memiliki kapasitas paling besar secara global. Bahkan, Global Energy Monitor melaporkan bahwa China dan India masih memiliki proyek pembangunan PLTU batu bara dengan kapasitas besar.
Sementara itu, Indonesia juga memiliki kebijakan penghapusan PLTU batu bara secara bertahap dan menggantikannya dengan energi bersih. Sehubungan dengan ini, Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo mengungkap bahwa pihaknya telah menonaktifkan PLTU batu bara dengan kapasitas 13 GW di Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sejak dua tahun lalu.
“Saat kita merancang RUPTL, dua tahun lalu kita sudah menghapus 13 GW PLTU batu bara. Kalau andaikan pembangkit ini dibangun, maka selama 25 tahun mendatang ada emisi 1,8 miliar ton CO2,” tuturnya dikutip dari Detik.com pada Rabu, (6/9/2023).
Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya