PT Pertamina (Persero) secara resmi memberlakukan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi jenis RON 92, Pertamax menjadi Rp12.500 - Rp13.000 per liter mulai berlaku pada 1 April 2022 pukul 00.00 waktu setempat. Naik dari harga sebelumnya pada kisaran Rp9.000 per liter.
Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T mengatakan, penyesuaian harga pertamax masih jauh di bawah nilai keekonomiannya.
Berdasarkan dara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga keenomian BB, umum RON 92 atau setara Pertamax pada April 2022 diperkirakan mencapai Rp16.000 per liter, lebih tinggi hari harga keekonomian pada Maret 2022 sebesar Rp14.526 per liter.
Maka kenaikan harga pertamax senilai Rp3.500 - Rp4.000 per liter merupakan penyesuaian dengan lonjakan harga minyak mentah dunia.
Situasi krisis geopolitik yang terus berkembang mengakibatkan harga minyak dunia melambung tinggi hingga diatas 100 dolar AS. Berkat kondisi tersebut, minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) per 24 Maret 2022 tercatat 144,55 dolar AS per barel atau melonjak hingga lebih dari 56 persen dari periode Desember 2021 sebesar 73,36 persen per barel.
Harga Pertamax RON 92 jadi BBM non-subsidi termurah kedua
Meskipun harga Pertamax naik, tapi Pertamina mengklaim harga tersebut masih di bawah harga keekonomian. Jika dibandingkan dengan BBM non-subsidi di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) lainnya.
Merilis dari berbagai sumber, SPBU Pertamina menjual Pertamax RON 92 dengan harga Rp12.500 per liter. Harga Pertamax tersebut masih masuk dalam peringkat kedua termurah dibandingkan dengan harga BBM di SPBU lainnya.
Harga BBM non-subsidi termahal jatuh pada SPBU Shell, Super (RON 92) mencapai Rp.12.990 per liter. Harga SPBU Shell tergolong tetap atau tidak berubah sejak Februari 2022. Khusus di Sumatra Utara, harga BBM Shell Super hanya senilai Rp.12.500 per liter.
Sementara itu, harga BBM non-subsidi termurah terdapat di SPBU Vivo untuk jenis bensin RON 92 dibanderol dengan harga Rp.11.900 per liter masih sama seperti periode Maret 2022. Kenaikan hanya terjadi untuk jenis bensin RON 95 menjadi Rp.13.990 per liter, dari harga sebelumnya Rp12.500 per liter pada Maret 2022.
Merilis laporan dari mypertamina.id harga Pertamax mengalami perbedaan disetiap provinsi. Hal ini dikarenakan pertimbangan biaya pengangkutan BBM ke daerah konsumen. Semakin jauh lokasinya dari kilang minyak maka akan semakin mahal juga harga BBM non-subsidi tersebut.
Namun, jika dibandingkan dengan deretan negara lainnya, Indonesia masih masuk sebagai negara dengan harga BBM termurah se-Asia Tenggara.
Benarkah harga BBM non-subsidi Indonesia paling murah se-Asia Tenggara?
Menurut data Global Petrol Prices, harga BBM non-subsidi di Malaysia merupakan yang termurah di Asia Tenggara. Rata-rata harga penjualannya hanya senilai Rp6.983 per liter pada 28 Maret 2022.
Sementara itu, Indonesia berada di peringkat kedua dengan harga BBM non-subsisdi termurah di Asia Tenggara sebesar Rp12.892 per liter.
Singapura menjadi negara dengan harga BBM non-subsidi termahal di Asia Tenggara dengan kisaran harga Rp30.582 per liter. Disusul oleh Laos (Rp23.962 per liter), Kamboja (Rp20.569 per liter), dan Thailand (Rp 20.346 per liter).
Dalam data tersebut tidak disebutkan secara spesifik kepada BBM dengan RON 92 seperti Pertamax. Pasalnya, beberapa negara seperti Malaysia sudah tidak lagi memproduksi BBM dengan kandungan oktan tersebut.
Masyarakat kelas menengah tak terpengaruh kenaikan harga Pertamax
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, Jenis BBM Pertamax atau RON 92 tidak lagi diputuskan menjadi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP).
Kenaikan harga Pertamax mengikuti pergerakan harga minyak dunia atau dengan kata lain Pertamax tidak akan disubsidi pemerintah.
"Tetap tunggu 1 April. Jadi kalau Pertamax naik ya mohon maaf, tapi kalau Pertalite disubsidi," ujar Erick dalam kuliah umum di Gedung Rektorat Universitas Hasanuddin Makassar, Rabu (30/3/2021)
Pernyataan tersebut juga selaras dengan keputusan Pertamina yang melakukan penyesuaian harga dengan daya beli masyarakat.
Pasalnya, konsumen BBM jenis Pertamax berasal dari kalangan ekonomi menengah atas yang menggunakan mobil mahal. Tidak ada dampak yang berarti bagi masyarakat kelompok ekonomi menengah hingga bawah.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai keputusan ini merupakan langkah bijak. Bagi sekelompok konsumen, kenaikan harga Pertamax bisa mendorong peralihan (shifting) ke Pertalite. Namun, kelompok masyarakat yang memang benar-benar mampu pasti tidak akan beralih.
"Mereka lebih sayang dengan mobil mewah mereka," kata Piter dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (1/4/2022)
Menurut Piter, untuk mengantisipasi peralihan konsumen, perlu adanya pasokan Pertalite yang mencukupi. Peralihan ini tidak perlu lagi dilawan. Akan datang waktunya konsumen kembali lagi ke Pertamax.
Akan tetapi dampak kenaikan harga Pertamax bisa saja mempengaruhi kenaikan harga barang-barang lain walaupun tidak akan berpengaruh besar.
Penulis: Nabilah Nur Alifah
Editor: Iip M Aditiya