Peretasan Narasi Menambah Rentetan Kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis Indonesia

Narasi alami upaya serangan peretasan terhadap awak redaksi. Kondisi tersebut jadi menambah daftar panjang kekerasan yang diterima jurnalis Indonesia.

Peretasan Narasi Menambah Rentetan Kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis Indonesia Ilustrasi Peretasan Sistem | Shutterstock

Sejumlah awak redaksi Narasi alami upaya peretasan secara serentak. Serangan secara digital tersebut pun telah menyasar ke berbagai akun media sosial tim redaksi Narasi, mulai dari Instagram, Facebook, Telegram, hingga WhatsApp.

Peretasan bermula disadari oleh Akbar Wijaya atau Jay Akbar, salah satu produser @narasinewsroom. Dilansir dari Tirto.id, awalnya Jay menerima pesan singkat melalui WA yang berisikan sejumlah tautan pada pukul 15.29 WIB, Sabtu (24/09/2022).

Kendati Jay tidak membuka tautan tersebut, sekitar 10 detik setelah ia membaca pesan, ia langsung kehilangan akses terhadap akun WhatsAppnya.

“Sejak saat itu, hingga dua jam berikutnya, satu per satu usaha meretas akun-akun media sosial awak redaksi terjadi,” ungkap Zen, Pemimpin Redaksi Narasi melalui keterangan tertulis, Minggu (25/9/2022).

Peretasan terhadap Narasi, serangan paling masif terhadap jurnalis

Penelusuran pun dilakukan, dan terungkap bahwa ternyata upaya peretasan telah terjadi sejak sehari sebelumnya, yakni Jumat (23/09/2022). Zen kemudian menjelaskan, bahwa pada Jumat sore tersebut, tiga akun Telegram awak redaksi Narasi yang terdiri dari produser dan manajer Mata Najwa telah berusaha diretas dan salah satu di antaranya berhasil masuk.

Hingga Senin (26/09/2022), Narasi melaporkan telah ada 24 kasus upaya peretasan yang menyasar awak redaksi, pemimpin redaksi hingga reporter. Adapun selama proses pemeriksaan internal berlangsung, diketahui bahwa mayoritas peretasan berasal dari alamat IP (internet protocol) address dan perangkat yang identik.

“Kami belum tahu apakah ini terkait kerja-kerja jurnalistik yang kami lakukan atau bukan, tapi cukup jelas usaha peretasan ini dilakukan secara serentak sehingga berpola dan berasal dari pelaku yang kemungkinan besar sama," jelas Zen, dilansir dari Tirto.id.

Menanggapi kasus peretasan yang dialami Narasi, Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ika Ningtyas menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan serangan paling masif. Selain itu, Ika juga masih menyayangkan kejadian serupa terus berulang menyerang para jurnalis Indonesia.

“Setiap terjadi serangan digital, tidak pernah ada upaya yang serius dari pemerintah maupun aparat hukum untuk mengusut, menyelidiki dan mengungkap siapa sebenarnya di balik pelaku-pelaku serangan digital, sehingga ini tidak memberikan efek jera dan kita tidak pernah tahu siapa pelakunya, dan akhirnya ini menjadi terus berulang,” ujar Ika dikutip dari Narasi.

Saat ini, Narasi masih terus melakukan upaya penyelidikan terkait serangan digital yang diterima. Zen pun menegaskan kepada pihak-pihak yang kiranya mendapat pesan yang tidak berhubungan dengan proses kerja jurnalistik dari awak redaksi Narasi, agar dapat mengabaikannya atau melaporkannya kepada Narasi.

Menambah rentetan daftar kekerasan terhadap jurnalis

Meski belum diketahui apakah motif utama serangan digital yang menimpa tim redaksi Narasi berkaitan dengan kinerja-kinerja jurnalistik, kejadian ini bukan kali pertama bagi para media dan jurnalis di tanah air. Sebelumnya, tempo juga sempat mengalami kejadian yang sama saat berusaha mengungkap fakta terkait kasus Ferdy Sambo.

Bedanya, peretasan yang dialami Tempo, menyerang situs utama pemberitaan. Menyadur dari cnnindonesia.com, Anton Aprianto, pemimpin redaksi Tempo menyatakan, situs Tempo diserang tidak berselang lama setelah berita terkait penahanan Ferdy Sambo dipublikasikan pada Sabtu (06/08/2022) pukul 21.08 WIB.

Jenis Kekerasan Terhadap Jurnalis Indonesia | GoodStats

Kondisi ini kembali diperkuat oleh data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) periode Januari tahun 2021 hingga September 2022. Serangan digital memang menjadi jenis kekerasan kedua terbanyak yang diterima oleh jurnalis Indonesia sepanjang periode waktu tersebut, dengan jumlah laporan sebanyak 13 kasus.

Adapun kekerasan fisik, masih menjadi data kekerasan tertinggi yang dialami jurnalis, dengan 20 laporan kasus. Di posisi ketiga, teror dan intimidasi didapati menjadi jenis kekerasan dengan laporan sebanyak 11 kasus.

Pelaku Kekerasan Terhadap Jurnalis Indonesia | GoodStats

Sementara itu, jika jenis kekerasan terhadap jurnalis Indonesia dipetakan berdasarkan pelaku, maka pelaku tidak dikenal menjadi data tertinggi dengan laporan 23 kasus. Di posisi kedua, Polisi menjadi pelaku kekerasan terhadap jurnalis dengan laporan 16 kasus, dan posisi ketiga didapati aparat pemerintah dengan laporan 12 kasus.

Dalam rangka mengungkap informasi penting yang dibutuhkan publik, sudah seharusnya para jurnalis mendapatkan dukungan dan perlindungan dari pemerintah juga aparat hukum, termasuk dari beragam jenis kekerasan yang diterimanya.

Penulis: Galih Ayu Palupi
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Adu Kuat Anies vs Jokowi Effect di Pilgub Jakarta 2024

Jelang pencoblosan, Anies tampak memberikan endorsement pada Pram-Doel, sedangkan Jokowi pada RK-Suswono. Lantas, mana yang lebih bisa menarik suara rakyat?

Program Makan Siang Gratis Dapat Dukungan dari China, Indonesia Bukan Negara Pertama

Langkah ini tidak hanya mengatasi permasalahan gizi, tetapi juga menjadi bagian dari upaya global untuk memerangi kelaparan dan mendukung pendidikan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook