Risiko utang negara-negara kawasan G20, termasuk Indonesia, kerap mengalami peningkatan selama pandemi covid-19 lalu.
Bahkan, Direktur Pelaksana International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva, sempat mendesak penekanan dan pelunasan utang negara-negara G20 melihat semakin banyaknya negara yang memiliki utang besar.
Menurut data dari IMF, Jepang memiliki proyeksi rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tertinggi di antara negara-negara anggota G20 pada tahun 2023.
Disusul oleh Italia dan Amerika yang juga memiliki persentase rasio utang melampaui ambang batas risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi suatu negara versi Bank Dunia, yaitu 77%.
Indonesia sendiri berada pada urutan ketiga dengan rasio utang terhadap PDB terendah di antara kelompok negara G20, sebesar 39%. Angka ini jauh dari ambang batas risiko versi Bank Dunia dan juga ketetapan UU Nomor 1 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mewajibkan rasio utang pemerintah adalah maksimal 60% dari PDB.
Presiden Joko Widodo turut memastikan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) Indonesia berstatus sehat dengan rasio utang termasuk terendah di antara negara G20 dan Asia Tenggara.
“Rasio utang Indonesia juga salah satu yang paling rendah di antara kelompok negara G20 dan ASEAN, bahkan sudah menurun dari 40,7% PDB di tahun 2021 menjadi 37,8% di Juli 2023,” ujar Jokowi dalam rangka Penyampaian RUU APBN 2024 dan Nota Keuangan, Rabu (16/23), dikutip dari CNBC Indonesia.
Lebih lanjut, menurut Jokowi, Indonesia juga telah mampu membuat fiskal kembali sehat pasca pandemi covid-19 dengan defisit fiskal Indonesia kembali di bawah angka 3% PDB. Bahkan pemulihan ini lebih cepat dari yang sudah diperkirakan, yaitu dari 3 tahun menjadi 2 tahun.
Sejatinya, rasio utang negara terhadap PDB merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur kesehatan ekonomi suatu negara.
Penulis: Anissa Kinaya Maharani
Editor: Iip M Aditiya