Pertama Sejak 5 Tahun Terakhir, BPJS Kesehatan Defisit Tahun 2023

Data penyakit berbiaya besar tahun 2023 menjadi pengingat untuk kita semua.

Pertama Sejak 5 Tahun Terakhir, BPJS Kesehatan Defisit Tahun 2023 BPJS Kesehatan | Foto: Sukarman S.T/Shutterstock

Dalam kiprahnya, BPJS Kesehatan merupakan sebuah program jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia dalam bentuk JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).

Sebagai sebuah penyelenggara jaminan sosial kesehatan, tentunya BPJS Kesehatan harus menjaga neraca keuangannya, agar tetap menjadi program yang tidak membawa kerugian bagi anggaran negara.

Namun, tak semuanya berjalan mulus. BPJS Kesehatan dinyatakan mengalami defisit pada data tahun 2023. Dalam laporan keuangan terbaru yang diolah oleh Litbang Kompas, pada tahun 2023 tersebut defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp7,9 triliun.

Padahal, BPJS Kesehatan sejak 2019 selalu untung

Capaian keuangan BPJS Kesehatan

Dalam data yang ditarik hingga tahun 2019, terlihat bahwa BPJS Kesehatan tidak pernah mengalami kerugian sebelumnya. Keuntungan tipis terjadi di tahun 2019 sebanyak Rp3,29 triliun, kemudian mengalami lompatan keuntungan di tahun 2020 yaitu sebesar Rp44,34 triliun.

Tahun dengan keuntungan tertinggi berada di tahun 2021, dengan selisih mencapai Rp52,99 triliun. Kemudian, keuntungannya menurun pada tahun 2022 menjadi sebesar Rp30,57 triliun.

Kerugian di tahun 2023 menjadi catatan yang unik. Hal ini dikarenakan justru pada tahun inilah pendapatan BPJS Kesehatan mencapai angka tertingginya, yaitu senilai Rp151,46 triliun.

Jantung menjadi penyakit dengan biaya jaminan tertinggi

Penyakit jantung menghabiskan anggaran BPJS Kesehatan di atas Rp10 triliun.

Terdapat data lanjutan hasil olahan Litbang Kompas mengenai penyakit apa yang menjadi beban BPJS Kesehatan. Penyakit berbiaya besar ini dinamai sebagai katastropik.

Penyakit jantung menjadi penyakit dengan biaya BPJS Kesehatan tertinggi, dengan biaya mencapai Rp10,2 triliun. Meskipun begitu, angka ini mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp12,14 triliun. Terdapat 13 juta kasus penyakit jantung yang diklaim ke BPJS Kesehatan

Selanjutnya, terdapat kanker dengan biaya Rp3,543 triliun, dengan total kasus mencapai 2,45 juta kali klaim. Kanker berada di atas penyakit stroke yang memiliki biaya Rp2,54 triliun, dengan total kasus mencapai 2,12 juta kali klaim.

Gagal ginjal berada di posisi keempat dengan biaya mencapai Rp2,32 triliun, dengan total kasus mencapai 1,76 juta kali klaim.

Penyakit lain turut mengisi daftar seperti penyakit hemofilia, talasemia, leukemia, serta sirosis hati yang telah menggelontorkan biaya hingga ratusan miliar rupiah.

2024 diprediksi defisit lagi, Dirut BPJS: tidak perlu cemas!

Fenomena defisit BPJS Kesehatan tak berhenti di tahun 2023. Diperkirakan kondisi ini masih terus berlangsung hingga tahun 2024. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron mengatakan bahwa kondisi defisit akan terjadi karena klaim yang meningkat.

Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap BPJS Kesehatan. Beberapa kebijakan akan diambil BPJS Kesehatan untuk menalangi hal ini, salah satunya dengan menggandeng pihak swasta dalam bentuk cost sharing.

“Jadi ya istilahnya harus siaga, siap-siap tapi tidak perlu cemas. Tidak perlu khawatir tetapi kita harus tahu ya yang kita jalani, yang kami lakukan mengenai keuangan ini jangan sampai defisit. Karena dulu sudah pernah defisit sekarang jangan defisit lagi gitu,” kata Ali Ghufron dalam pemberitaan di Bisnis.

Hal ini juga dibenarkan oleh Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Abdul Kadir. Ia menyatakan bahwa dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap BPJS Kesehatan, justru akan menjadi tantangan baginya di tahun 2024.

"Ada kenaikan (klaim) Rp 40 triliun lebih. Dan sudah diprediksi pada tahun 2024 ini kita akan mengalami defisit tahun berjalan sekitar Rp 18,9 triliun. Artinya apa? Aset netto BPJS Kesehatan akan tergerus dan pada saatnya nanti akan terjadi defisit dan kita akan gagal bayar," terang Abdul Kadir dalam Kontan.

Penulis: Pierre Rainer
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Indeks Keyakinan Konsumen Meningkat, Pertanda Kestabilan Ekonomi?

Survei konsumen BI menunjukkan bahwa keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap stabil pada level optimis.

Membangun Reputasi Brand di Tengah Kebisingan Ruang Digital

Diskusi GoodTalk Off-Air menyoroti bagaimana praktik komunikasi publik dalam membangun reputasi brand menjadi lebih menantang di era digital.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook