10 Desember 1948 merupakan hari bersejarah dalam isu penegakan dan perlindungan Hak Asasi Manusia di seluruh dunia. Tepat di tanggal tersebut, Majelis Umum PBB mengesahkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
Untuk memperingati momen penting itu, 10 Desember dipilih sebagai tanggal peringatan Hari HAM Internasional setiap tahunnya. Lebih jauh, lewat Hari HAM Internasional kita sekaligus memperingati kembali prinsip, nilai, dan semangat penegakan HAM yang terkandung dalam DUHAM.
Peringatan ini juga selayaknya menjadi momentum untuk menyoroti kembali berbagai tantangan dalam penegakan HAM, serta isu terkait pelanggaran HAM yang nyatanya masih terjadi di berbagai belahan dunia.
V-Dem Institute dalam laporannya mengungkapkan bahwa tingkat penegakan HAM secara global mengalami kemunduran dalam 10 tahun terakhir. Kemunduran paling mencolok terjadi pada sektor kebebasan sipil yang skor indeksnya anjlok dari 5,96 pada 2012, menjadi 5,00 pada 2022.
Laporan lainnya oleh Civicus menunjukkan bahwa 1/3 (30,6 persen) populasi di seluruh dunia saat ini tinggal di negara yang ruang kebebasan sipilnya tertutup, angka ini menjadi yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
Menurut laporan Civicus berjudul “People Power Under Attack 2023”, penegakan kebebasan sipil di 7 negara mengalami kemunduran pada 2023. Ketujuh negara tersebut yakni, Bangladesh, Bosnia & Herzegovina, Jerman, Kyrgyzstan, Senegal, Sri Lanka, dan Venezuela.
Civicus melabeli kategori ruang kebebasan sipil di Bangladesh dan Venezuela menjadi “closed/tertutup” di 2023, kemudian di Kyrgyzstan, Senegal, dan Sri Lanka menjadi “repressed/tertekan”, di Bosnia & Herzegovina menjadi “obstructed/terhalang”, sementara di Jerman menjadi “narrowed/menyempit”.
Penurunan rating ruang kebebasan sipil di Bangladesh, dilatarbelakangi oleh masifnya tindakan intimidasi, kekerasan, penangkapan, dan penyiksaan oleh rezim berkuasa terhadap politisi oposisi hingga kritikus menjelang pemilu nasional yang akan diselenggarakan pada Januari 2024.
Sementara kemunduran yang terjadi di Venezuela, merupakan puncak dari adanya serangan masif terhadap hak-hak sipil dan politik yang dimulai lebih dari satu dekade lalu dan terus berlanjut hingga saat ini.
Dalam laporan tahun 2023 ini, Civicus juga masih menempatkan ruang kebebasan sipil di Indonesia di kategori “terhalang/obstructed”, dengan skor 46/100, stagnan dalam 5 tahun terakhir.
Masih sering terjadinya penangkapan, kriminalisasi, serangan fisik maupun digital terhadap aktivis HAM dan jurnalis, penggunaan undang-undang pencemaran nama baik untuk membungkam perbedaan pendapat secara online (UU ITE) dan penggunaan kekuatan berlebihan oleh polisi dalam demonstrasi massa, ditimbang oleh Civicus sebagai faktor yang menyebabkan stagnasi kebebasan sipil di Indonesia.
Lemahnya penegakan hak kebebasan sipil di Indonesia juga ditunjukkan oleh data yang dihimpun Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Sepanjang Desember 2022-November 2023, KontraS mencatat bahwa terjadi sebanyak 127 pelanggaran terhadap praktik kebebasan sipil di Indonesia. Adapun jumlah korban yang tercatat dari berbagai bentuk pelanggaran itu ialah sebanyak 73 orang, 72 di antaranya luka-luka dan 1 orang tewas.
Pelanggaran terhadap kebebasan berkumpul berupa pembubaran paksa menjadi bentuk pelanggaran yang paling sering terjadi, yakni sebanyak 41 peristiwa. Menurut catatan KontraS, bentuk pelanggaran ini juga menjadi yang terbanyak dalam 4 tahun terakhir, dengan total sebanyak 242 peristiwa.
Intimidasi dan penangkapan sewenang-wenang juga jadi bentuk pelanggaran yang paling banyak terjadi dalam 12 bulan terakhir. Dalam rentang waktu yang lebih jauh, sejak November 2019-Oktober 2023 KontraS mencatat ada sebanyak 111 peristiwa intimidasi dan 217 peristiwa penangkapan sewenang-wenang yang terjadi.
Yang masih segar di ingatan dan juga menarik solidaritas publik, ialah berbagai bentuk pelanggaran kebebasan sipil terhadap warga Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau, pada September 2023 lalu.
Peristiwa ini menyangkut penolakan warga di 16 Kampung Melayu Tua Rempang-Galang terhadap rencana relokasi imbas hadirnya proyek investasi Rempang Eco City yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), dan pembangunan pabrik kaca Xin Yi Group asal Tiongkok.
Pada saat aksi unjuk rasa masyarakat Rempang pada 7 September 2023 lalu, setidaknya ada 8 orang yang ditangkap secara sewenang-wenang oleh aparat. Melansir Tempo, Kamis (14/12), saat ini total ada sebanyak 35 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dari aksi demo bela Rempang, dan akan disidang dalam waktu dekat tanpa adanya proses praperadilan.
Lewat “Catatan Hari HAM” di peringatan Hari HAM Internasional yang ke-75 di tahun ini, KontraS mengangkat sejumlah isu berkaitan dengan situasi dan kondisi penegakan HAM di Indonesia dalam setahun ke belakang, mulai dari pelanggaran dan represi terhadap kebebasan sipil, hingga rentetan kasus serangan terhadap aktivis HAM.
“Semua isu tersebut menunjukkan bahwa pemerintah masih enggan untuk menjalankan prinsip HAM secara utuh dan pada beberapa kasus justru menjadi aktor terjadinya pelanggaran HAM. KontraS berharap agar Catatan Hari HAM tahun ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi pemangku kebijakan dan gambaran kepada masyarakat agar terjadi perbaikan terhadap situasi dan kondisi HAM di Indonesia. Selamat hari HAM Internasional,” tulis Dimas Bagus Arya, Koordinator KontraS, dikutip dari rilis resminya, Minggu (10/12).
Penulis: Raka B. Lubis
Editor: Iip M Aditiya