Pasar properti Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Di tengah pemulihan ekonomi dan meningkatnya kebutuhan hunian, geliat penjualan rumah justru melambat. Para pengembang menghadapi berbagai tekanan, mulai dari naiknya biaya material bangunan hingga pengetatan akses kredit perumahan.
Survei dari Bank Indonesia (BI) menyebutkan bahwa penjualan rumah di Indonesia turun 3,8% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Kuartal II 2025. Hampir semua tipe rumah mengalami penurunan, mulai dari rumah tipe besar yang penjualannya melambat 14,95% dan rumah tipe menengah yang turun 17,69%. Hanya penjualan rumah tipe kecil yang penjualannya naik, sebesar 6,7%.
Dalam setahun terakhir, pertumbuhan penjualan properti residensial di Indonesia cenderung fluktuatif. Pada Kuartal I 2024, tercatat pertumbuhan positif mencapai 31,16% yoy, yang kemudian turun sedikit menjadi 7,3% yoy pada kuartal berikutnya.
Memasuki Kuartal III 2024, penjualan properti residensial di pasar primer Indonesia terkontraksi 7,14% yoy, dan semakin melambat pada kuartal berikutnya dengan penurunan 15,09%.
Pada awal 2025, penjualan rumah di Indonesia tumbuh tipis 0,73%, namun kembali terkontraksi pada kuartal berikutnya.
Kenapa Turun?
Masih dari survei BI, penurunan penjualan properti residensial dipengaruhi beberapa faktor, utamanya akibat kenaikan harga bahan bangunan, yang membuat harga properti melambung tinggi. Kenaikan harga ini tidak dibarengi dengan pendapatan yang masih minim, cenderung habis untuk memenuhi kebutuhan pokok lain, membuat penjualan properti pun turun.
Masalah lain adalah terkait isu perizinan atau birokrasi yang dipilih 15,13% responden. Birokrasi yang panjang dan rumit sering memperlambat transaksi, mulai dari proses pengurusan sertifikat tanah, izin mendirikan bangunan, sampai validasi legalitas dokumen kepemilikan. Aturan daerah yang kadang berbeda-beda juga membuat proses administrasi menjadi lebih sulit.
Lebih lanjut, 15% responden menilai suku bunga KPR turut jadi hambatan. Per Kuartal II 2025, suku bunga KPR naik tipis menjadi 7,41% dari 7,4% pada kuartal sebelumnya.
Sementara itu, 11,38% menilai proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR menjadi hambatan utama pembelian rumah, diikuti isu perpajakan yang dipilih oleh 8,66% responden.
Data ini menunjukkan bahwa faktor biaya masih menjadi tantangan utama masyarakat dalam membeli rumah dan membangun hunian impian. Menanggapi hal ini, pemerintah turut mempercepat penyediaan rumah subsidi bagi masyarakat.
“Pertama, kami sampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo yang sangat concern kepada perumahan. Buktinya tahun ini kuota rumah subsidi dinaikkan secara signifikan dari 220 ribu menjadi 350 ribu unit,” tutur Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (15/9/2025).
Lebih lanjut, hingga 15 September lalu, kuota rumah yang diserahkan sudah mencapai 175,6 ribu unit, sedangkan 45 ribu unit dalam kategori dalam pembangunan berjalan.
Pemerintah juga menjelaskan terobosan baru berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor perumahan, dengan nilai mencapai Rp130 triliun.
Baca Juga: Warga Indonesia Butuh 47 Tahun Buat Bisa Beli Rumah
Sumber:
https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/Pages/SHPR_Tw_II_2025.aspx
https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/presiden-prabowo-instruksikan-percepatan-program-rumah-subsidi-bagi-masyarakat/
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor