Di saat perhatian pemerintah tertuju pada pemberdayaan kelompok masyarakat miskin, mayoritas kelas menengah Indonesia malah turun kelas. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sejak tahun 2019 lalu, sudah ada 9,48 juta penduduk kelas menengah yang turun kelas. Hal ini membuat jumlah masyarakat rentan miskin di Indonesia terus meningkat.
Per 2024, terdapat 47,85 juta penduduk kelas menengah, setara dengan 17,13% dari total penduduk nasional. Jumlahnya menurun dibandingkan tahun 2019 yang sebanyak 57,33 juta jiwa.
“Tahun 2022, jumlahnya menyusut menjadi 49,51 juta orang, tahun 2023 masih menurun menjadi 48,27 juta orang. Dan tahun 2024 menurun lagi menjadi 47,85 juta orang,” kata Pelaksana Tugas BPS Amalia Adininggar Widyasanti, mengutip RRI.
Sebaliknya, kelompok masyarakat menuju kelas menengah (aspiring middle class) mengalami kenaikan dalam 5 tahun terakhir. Pada 2019, jumlahnya mencapai 128,85 juta, meningkat jadi 137,5 juta pada 2024, setara dengan 49,22% dari total penduduk Indonesia.
Kelompok atas di Indonesia meningkat sebesar 0,38% dalam 5 tahun terakhir, dari 1,02 juta menjadi 1,07 juta jiwa di 2024. Bersamaan dengan itu, kelompok miskin turut mengalami kenaikan dari 25,14 juta di 2019 menjadi 25,22 juta pada 2024. Kelompok rentan miskin juga naik dari 54,97 juta pada 2019 menjadi 67,69 juta di 2024.
Klasifikasi Kelas Ekonomi Indonesia
Menurut BPS, klasifikasi kelas ekonomi Indonesia merujuk pada ukuran dari World Bank. Pengelompokan tersebut didasarkan pada garis kemiskinan Indonesia per Maret 2024 yang sebesar Rp582.932 per kapita per bulan.
- Kelompok miskin (poor) adalah masyarakat yang pengeluarannya di bawah garis kemiskinan.
- Kelompok rentan miskin (vulnerable) adalah masyarakat yang pengeluarannya 1,5 kali dari garis kemiskinan, sekitar Rp582.932-Rp874.398 per kapita per bulan.
- Kelompok menuju kelas menengah adalah masyarakat yang pengeluarannya 1,5-3,5 kali garis kemiskinan, yakni sekitar Rp874.398-Rp2.040.262 per kapita per bulan.
- Kelompok kelas menengah (middle class) adalah masyarakat yang pengeluarannya 3,5-17 kali garis kemiskinan, yakni sekitar Rp2.040.262-Rp9.909.844 per kapita per bulan.
- Kelompok kelas atas (upper class) adalah masyarakat yang pengeluarannya di atas 17 kali garis kemiskinan, yakni di atas Rp9.909.844 per kapita per bulan.
Kelas Menengah Dianaktirikan?
Perhatian pemerintah terhadap kelas miskin melalui program-program bantuannya memang sudah tidak lagi diragukan. Sayangnya, kelas menengah yang dipandang lebih “mandiri” jarang sekali bisa merasakan dukungan dari pemerintah.
Masyarakat kelas menengah terjebak dalam ruang ketidakpastian, tidak bisa dikategorikan masyarakat miskin sehingga tidak bisa mendapat bantuan penuh dari pemerintah, namun di sisi lain sering merasa kesulitan bertahan hidup dengan penghasilan yang pas-pasan.
“Masyarakat kelas menengah seringkali tidak mendapatkan manfaat atau subsidi yang diterima kelas bawah. Di sisi lain, kelas menengah tidak memiliki sumber daya sebanyak masyarakat kelas atas,” tutur Direktur Pengembangan Big Data INDEF Eko Listiyanto, mengutip RRI.
Sehubungan dengan itu, Eko mengimbau pemerintah agar tidak menyepelekan fenomena berkurangnya jumlah kelas menengah di Indonesia.
“Harusnya pemerintah itu perlu ada koordinasi dan tidak melempar isu yang akan menghantam daya beli kelas menengah. Tidak semua diselesaikan dengan kebijakan kenaikan harga,” lanjutnya lagi.
Penurunan daya beli ini telah terlihat dari deflasi yang menghantam Indonesia 4 bulan berturut-turut. Tanpa pemberdayaan kelas menengah yang layak, akan semakin banyak kelas menengah yang turun kelas, meningkatkan jumlah kelompok rentan miskin, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Baca Juga: Terkikisnya Kelas Menengah di Era Jokowi: Beban Bertambah, Birokrasi Berubah
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor