Pemberantasan Korupsi di Era Jokowi Dinilai Buruk

Persepsi masyarakat terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia masih kurang baik. 30,4% responden memberi penilaian buruk dan 7,3% sangat buruk.

Pemberantasan Korupsi di Era Jokowi Dinilai Buruk Ilustrasi Korupsi | rawpixel.com/Freepik

Praktik korupsi masih menjadi duri dalam daging bagi perjalanan pertumbuhan Indonesia. Seolah tak pernah absen, kasus korupsi terus menjamur, tidak melulu di badan pemerintahan, melainkan di semua lembaga. Nilai-nilai fantastis yang diraup dari aksi tak terpuji ini tak jarang membuat masyarakat geram, uang yang seharusnya dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan justru dicuri oleh oknum-oknum bermuka tebal. Martabat Indonesia di mata rakyatnya sendiri hancur.

Selama era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia cenderung fluktuatif. Ketika pertama menjabat, IPK Indonesia berada di angka 34 dari skala 0-100. Semakin tinggi nilainya, maka semakin baik pula pemberantasan korupsi di negara tersebut.

Tren positif tersebut dipertahankan hingga ke tahun 2016, di mana IPK naik menjadi 36 di 2015 dan 37 di 2016. Meski begitu, setelahnya, IPK Indonesia cenderung stagnan. Di tahun 2017, skornya tetap sama di 37, kemudian naik tipis di tahun berikutnya menjadi 38. Di 2019, skornya menjadi 40.

Namun di periode kedua kepemimpinannya, skor persepsi korupsi ini terus turun. Di tahun 2022, IPK Indonesia mencapai 34 dan tidak berubah selama 2 tahun berikutnya hingga 2024.

Persepsi Masyarakat Terkait Korupsi di Era Jokowi

Persepsi masyarakat terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia masih kurang baik | GoodStats
Persepsi masyarakat terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia masih kurang baik | GoodStats

Menurut survei Indikator Politik Indonesia, kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia mayoritas dinilai buruk. Sebanyak 30,4% responden menyebutkan pemberantasan korupsi saat ini masih buruk dan 7,3% menilai sangat buruk. Sementara itu, 31,7% merasa sedang, 24,6% menilai baik, dan 1,4% menilai sangat baik.

Penilaian terhadap kondisi pemberantasan korupsi ini memburuk dibandingkan dengan survei sebelumnya, di mana 34% responden yang menilai buruk (termasuk sangat buruk).

Adapun survei diadakan pada 22-29 September 2024 dengan melibatkan 3.540 responden yang tersebar di 11 provinsi besar, yakni Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

Banyaknya kasus korupsi yang terungkap di era Jokowi membuat persepsi masyarakat terhadap kebersihan negara semakin menurun. Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam laporan pemantauan tren korupsi di 2023, jumlah kasus korupsi terus meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah kasus korupsi di 2019 tercatat sebanyak 271 kasus dan melonjak jadi 791 kasus di 2023.

Potensi kerugiannya bahkan mencapai Rp28,4 triliun di 2023, naik jauh dari tahun 2019 yang sebesar Rp8,4 triliun. Tidak hanya itu, kerugian akibat korupsi bahkan pernah menyentuh Rp42,7 triliun di 2022. 

Kerugian ini bahkan tidak sepenuhnya dikembalikan. Pada 2020, dari total kerugian sebesar Rp56,7 triliun, hanya Rp19,6 triliun yang dikembalikan. Kemudian di 2021, kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp62,9 triliun, namun hanya Rp1,4 triliun yang kembali. Kegiatan penelusuran, pendataan, dan pelacakan aset yang cukup rumit membuat pengembalian kerugian untuk setiap kasus memerlukan waktu yang lama.

Maraknya korupsi di era pemerintahan saat ini tidak lepas dari hukuman yang dipandang lemah. Koruptor di negeri ini rata-rata dihukum 37-41 bulan, bahkan maksimal hanya 3 tahun 4 bulan. Tanah Indonesia dipandang subur untuk menumbuhkan benih-benih koruptor, dengan hukuman yang ringan jika terungkap dan keuntungan yang sangat besar jika berhasil lolos.

Baca Juga: Indonesia Jadi Negara yang Paling Cemas Terhadap Korupsi

Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor

Konten Terkait

Tagar ‘Desperate’ Ramai di LinkedIn, Gen Z Kesulitan Cari Kerja

Survei Populix menunjukkan bahwa 63% responden menganggap tingginya persyaratan pengalaman sebagai alasan gen Z sulit mendapatkan pekerjaan.

Papua Menjadi Daerah dengan Konstruksi Termahal di Indonesia

Dibutuhkan perencanaan yang cermat agar proyek pembangunan di setiap wilayah dapat berjalan dengan efisien tanpa beban keuangan yang berlebihan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook