Pelanggaran Data Bebankan Biaya Hingga US$4,45 Juta Secara Global, Tertinggi Dicatatkan di AS

Rata-rata biaya pelanggaran data secara global terus meningkat menurut Cost of a Data Breach Report 2023 oleh IBM

Pelanggaran Data Bebankan Biaya Hingga US$4,45 Juta Secara Global, Tertinggi Dicatatkan di AS Ilustrasi data breach | iStock/matejmo

Perusahaan teknologi asal Amerika Serikat, IBM merilis Cost of a Data Breach Report 2023. Laporan ini memberikan gambaran secara global terkait biaya yang timbul akibat pelanggaran data di sejumlah sektor pada tahun 2023. Data diambil melalui survei terhadap 553 organisasi di 16 negara sepanjang Maret 2022-Maret 2023.

Biaya pelanggaran data dalam laporan ini dianalisis dari 4 komponen utama: biaya deteksi dan eskalasi, biaya kerugian bisnis, biaya respons pasca-pelanggaran, dan biaya notifikasi.

Secara global, rata-rata biaya yang timbul dari pelanggaran data di tahun 2023 mencapai US$4,45 juta. Jumlah ini terus menunjukkan peningkatan dalam 4 tahun terakhir. Meski hanya meningkat 2,3% atau sekitar US$100 ribu dari tahun lalu, peningkatannya dibandingkan tahun 2020 mencapai 15,3% atau sekitar US$590 ribu.

Sementara dari rata-rata biaya percatatan pelanggaran, di tahun 2023 angkanya sebesar US$165. Mengalami peningkatan yang relatif kecil dari 2 tahun ke belakang yang tercatat di angka US$161 pada tahun 2021, namun relatif tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2020 ketika rata-rata biaya percatatan pelanggaran berada di angka US$146.

Amerika Serikat (AS) menduduki peringkat pertama negara dengan biaya pelanggaran data tertinggi di tahun 2023. Di AS. biaya yang timbul dari pelanggaran data sebesar US$9,48 juta dari seluruh sektor, meningkat sekitar US$40 ribu dibanding tahun lalu di angka US$9,44 juta. Temuan ini juga menempatkan AS sebagai negara dengan biaya pelanggaran data tertinggi untuk ke-13 kalinya secara berturut-turut.

Timur Tengah, yang terdiri dari klaster perusahaan-perusahaan di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, menempati urutan kedua dengan beban biaya pelanggaran data sebesar US$8,07 juta. Angka ini meningkat 8,2% dari biaya di tahun sebelumnya sebesar US$7,46 juta, yang juga menempatkan Timur Tengah di urutan kedua dalam laporan yang sama tahun lalu.

Laporan tahun ini juga masih menempatkan Kanada di urutan ketiga, tidak berubah tahun lalu, meski beban biaya pelanggaran data di Kanada menurun sebanyak 9% dari US$5,64 juta di tahun lalu, menjadi US$5,13 juta.

Jerman berada di urutan keempat, dengan mencatatkan biaya pelanggaran data sebesar US$4,67 juta, turun 3,7% dari US$4,85 juta di tahun sebelumnya. Diikuti oleh Jepang di urutan kelima, dengan biaya pelanggaran data sebesar US$4,52 juta, turun 1,1% dari US$4,57 di tahun 2022.

Dari urutan 5 besar dalam laporan tahun ini, Jepang menjadi satu-satunya negara yang tidak masuk dalam daftar 5 besar di tahun 2022. Jepang naik dari posisi ke-6 pada tahun lalu.

Laporan IBM tahun lalu menempatkan Inggris di urutan keempat dengan biaya pelanggaran data sebesar US$ 5,05 juta. Tahun ini, Inggris mencatatkan penurunan biaya yang cukup signifikan sebesar 16,6% menjadi US$4,21 juta, yang juga menghapus Inggris di posisi 5 besar.

Sementara itu, berdasarkan sektor industrinya secara global, industri kesehatan menempati urutan teratas sektor dengan catatan biaya pelanggaran data tertinggi, diikuti oleh industri finansial, farmasi, energi dan industrial di posisi 5 besar.

Penulis: Raka B. Lubis
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Melihat Data Total Fertility Rate di ASEAN 2023, Bagaimana Keadaan Indonesia?

Indonesia catatkan TFR ideal 2,1 per tahun 2023, sementara Singapura mencapai TFR terendah sepanjang sejarahnya di angka 0,9

Ini Deretan Kota dengan Ekosistem Startup Terbaik di Dunia

Dengan memilih tempat yang tepat, startup memiliki peluang lebih besar untuk berkembang dan bersaing di pasar yang kompetitif.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook