Perhutanan Sosial merupakan program pengelolaan kawasan hutan dari pemerintah kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan. Program ini, yang telah dimulai oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak tahun 2017, memberikan izin pengelolaan hutan selama 35 tahun di Indonesia, sesuai dengan syarat dan lokasi yang telah ditentukan. Komoditas yang dihasilkan dari kegiatan ini meliputi panen hasil kayu dan bukan kayu.
Program Perhutanan Sosial bukan hanya sekadar kebijakan, melainkan juga merupakan bagian dari upaya pemerataan ekonomi dan program prioritas nasional. Program ini mendorong masyarakat untuk mendapatkan akses legal terhadap pengelolaan kawasan hutan, membuka kesempatan berusaha, dan meningkatkan kapasitas mereka.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, perkembangan Program Perhutanan Sosial pada tahun 2024 menunjukkan peningkatan yang mencolok. Dari akses kelola yang awalnya hanya 6,37 juta hektare dengan 9.642 unit Surat Keputusan (SK) dan manfaat bagi 1,29 juta kepala keluarga (KK) pada tahun 2023, kini angka tersebut melonjak signifikan.
Di tahun 2024, luas akses kelola bertambah menjadi 8,01 juta hektar dengan jumlah unit SK mencapai 10.952, melibatkan 1,38 juta KK di seluruh Indonesia, kecuali DKI Jakarta.
Hal ini menunjukkan bahwa program ini berhasil memberikan akses kepada masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam. Program ini juga melibatkan aksi masyarakat dalam mewujudkan pengelolaan alam yang berkelanjutan. Tujuan dari Perhutanan Sosial adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pola pemberdayaan yang tetap berpedoman pada aspek kelestarian.
Menteri LHK periode 2014-2024, Siti Nurbaya menyebut bahwa Perhutanan Sosial adalah kebijakan afirmatif pemerintah untuk mewujudkan pemerataan ekonomi. Ini tidak hanya memberikan akses kelola hutan, tetapi juga berupaya mendorong peningkatan kapasitas sumber daya manusia, kesempatan berusaha, termasuk akses permodalan dan pasar.
"Karena targetnya yaitu better farming, better business dan better living," ujarnya dalam acara Workshop Sinergi Perhutanan Sosial di Jakarta, Kamis (20/06/2024), dilansir KLHK.
Dari kelompok Perhutanan Sosial yang telah mendapatkan SK Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, terbentuk unit bisnis Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) berdasarkan komoditas.
Saat ini, telah terbentuk sebanyak 14.671 KUPS dengan 116 komoditas yang terdiri dari Hasil Hutan Kayu sebanyak 3,55%, Hasil Hutan Bukan Kayu sebanyak 82,47%, dan Jasa Lingkungan sebanyak 13,98%.
Ini menunjukkan bahwa program Perhutanan Sosial tidak hanya berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi yang signifikan bagi masyarakat.
Kertas Jadi Kontributor Ekspor Produk Hasil Hutan Terbesar
KLHK mencatat, ekspor hasil hutan Indonesia pada tiga bulan pertama 2024 mencapai US$3,5 miliar yang mana kontributor terbesar terdiri produk bubur kertas (pulp) sebesar US$952,5 juta, kertas US$1,1 miliar, dan panel kayu US$616 juta.
Laporan Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat kinerja hasil ekspor hasil hutan di Indonesia dipantau melalui pergerakan tiga kuartal pertama di tahun 2024.
Hasil menunjukkan dalam tiga kuartal terakhir (Q1,Q2,Q3) hingga per Oktober di tahun 2024 menunjukkan tren positif dalam hasil ekspor hasil hutan di Indonesia. Hasil ekspor terbesar ada pada produksi jenis kertas dengan nilai ekspor US$1,06 miliar di Q3 naik sebesar US$126,56 juta dari capaian nilai ekspor di Q1 yaitu US$939,13 juta.
Lonjakan terbesar ada pada ekspor bubur kertas dengan kenaikan stabil, dari US$771,26 juta di Q1 ke US$957 juta di Q3, dengan peningkatan sebesar US$185,69 juta dari Q1 ke Q3.
Adapun panel dan furniture kayu mengalami kenaikan stabil di Q3 dengan dengan nilai ekspor US$618,64 juta dan US$407,86 juta. Kenaikan secara stabil ini tidak lain dari peningkatan permintaan pasar luar negeri atau peningkatan kapasitas produksi furniture.
Sementara, ekspor woodworking justru mengalami sedikit penurunan dari Q1 ke Q2, namun meningkat kembali dari Q2 ke Q3. Secara rata-rata data yang ditampilkan menandakan adanya harapan bagi ekspor hasil hutan Indonesia ke depan melihat tren peningkatan yang terus tumbuh.
KLHK menyatakan bahwa kinerja ekspor hasil hutan Indonesia menunjukkan peningkatan memasuki awal tahun 2024, meskipun pasar global masih dihadapkan pada ketidakpastian yang dipengaruhi oleh situasi geopolitik dan ekonomi.
"Kalau tren positif ini bisa ditingkatkan, kami berharap kinerja ekspor produk hasil hutan setidaknya menyamai capaian tahun 2023 lalu," kata Plt Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (6/4/2024), melansir AntaraNews.
Baca Juga: Simak Perkembangan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Indonesia 2018-2022
Penulis: Muhammad Alifa Fikri Irhamni
Editor: Editor