Dilansir HSE.gov.uk, Gas karbon dioksida (CO2) secara alami ada di Bumi. Namun, persentasenya hanya sekitar 0,037% dari udara yang kita hirup sehari-hari. Dalam konsentrasi yang kecil gas yang tidak berwarna maupun berbau jika dalam suhu ruang ini tidak membahayakan. Namun, bila terpapar udara dengan konsentrasi CO2 tinggi, maka dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, dan hilang kesadaran.
Emisi karbon sendiri adalah proses pelepasan gas CO2 ke atmosfer, baik yang terjadi secara alami maupun akibat aktivitas manusia seperti konsumsi energi, kegiatan industri, hingga deforestasi (Nestle.co.id).
Beberapa dampak emisi karbon terhadap lingkungan yaitu menyebabkan pemanasan global dan memicu perubahan iklim. Sebagai akibatnya, terjadi cuaca ekstrem, peningkatan suhu bumi, peningkatan suhu permukaan laut, serta peningkatan risiko kebakaran hutan, dan hujan lebat.
Kondisi Indonesia
Berdasarkan laporan “Statistical Review of World Energy 2023” milik Energy Institute, pada 2022 Indonesia, total emisi CO2 Indonesia dari proses flaring (pembakaran), proses industri dan gas metana, dan energi meningkat sebesar 27,73% dan mencapai angka 839,6 juta ton CO2.
Jika menilik ketiga sektor penghasil emisi CO2, sektor energi memiliki kontribusi paling berpengaruh terhadap emisi karbon Indonesia secara keseluruhan. Emisi karbon dari sektor energi berkisar di 400 juta ton pada 2012-2017.
Namun, nilai tersebut meningkat pada 2018 (520 juta ton) dan 2019 (562,7 juta ton). Kemudian pada 2020, emisi karbon Indonesia sempat turun menjadi 512,9 juta ton. Akan tetapi, tahun 2021 dan 2022 kembali meningkat, bahkan pada 2022 emisi CO2 dari sektor energi menyentuh angka 692 juta ton!
Sementara itu, emisi gas metana yang bersumber dari proses produksi, transportasi, dan distribusi bahan bakar fosil, juga emisi dari proses industri, pada 2012-2016 nilainya berkisar di 120 juta ton.
Memasuki 2017, emisi karbon yang dihasilkan kian meningkat hingga pada 2019 mencapai 145,4 juta ton CO2. Setelah sempat turun menjadi sekitar 134 juta ton pada 2020 dan 2021, emisi karbon dari gas metana dan proses industri kembali meningkat dan mencapai 143,9 juta ton pada 2022.
Di sisi lain, meski nilainya relatif kecil dibanding dengan yang lain, tetapi emisi karbon dari sektor flaring tetap perlu diwaspadai. Setelah konsisten menunjukkan tren menurun dalam kurun waktu 2012-2021 dan bahkan mencapai nilai terendah 3,5 juta ton pada 2021, data terbaru 2022 kemarin terlihat mengalami peningkatan sebesar 5,4% menjadi 3,7 juta ton.
10 negara dengan emisi CO2 tertinggi 2022
Secara global, total emisi karbon dunia dari ketiga sektor (flaring, gas metana dan proses industri, dan energi) mencapai 39 miliar ton (39,315 miliar ton) pada 2022! Dibanding tahun 2021, nilai tersebut meningkat 0,8%. Sementara dibanding tahun 2012, peningkatannya sebesar 0,7%.
Dalam skala dunia, Tiongkok menjadi kontributor emisi CO2 tertinggi dengan emisi mencapai 11 miliar ton (11.876,9 juta ton) pada 2022 lalu. Di posisi berikutnya adalah Amerika Serikat dengan jumlah emisi karbon separuh dari Tiongkok yaitu 5.297,7 juta ton.
Kontributor tertinggi berikutnya adalah India dan Federasi Rusia dengan total emisi CO2 sekitar 2.000 juta ton. Di saat Federasi Rusia berhasil mengurangi emisi karbon mereka sebesar 6,95%, India justru meningkat sebesar 6,10%. Jepang dan Iran menyusul di belakangnya dengan emisi CO2 masing-masing sebanyak 1.093,3 juta ton dan 904,8 juta ton.
Indonesia berada di posisi ke-7 sebagai negara kontributor emisi CO2 tertinggi dengan 839,6 juta ton. Dalam rentang waktu 2012-2022, CO2 yang Indonesia lepas ke atmosfer meningkat 3,3%. Posisi ini disusul oleh Arab Saudi dengan emisi karbon sebesar 724 juta ton pada 2022.
Peringkat 10 besar ini ditutup oleh Jerman dan Korea Selatan dengan masing-masing melepas sekitar 600 juta ton CO2 ke atmosfer pada 2022 lalu.
Sementara di kalangan Asia Tenggara, negara-negara tetangga yang tercatat di laporan Energy Institute hanya Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Filipina. Emisi karbon keempat negara tersebut pada 2022 berturut-turut adalah 353,1 juta ton, 307,1 juta ton, 298,5 juta ton, dan 156,4 juta ton.
Lantas bagaimana?
Untuk menangani emisi karbon, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada November 2022 lalu menyatakan komitmennya untuk mengurangi emisi karbon dengan meningkatkan target Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC) menjadi 32% atau setara 912 juta ton CO2 pada 2030 kelak. Nilai ini naik 3% 835 juta ton CO2 dibanding target sebelumnya.
Dilansir situs Kementerian ESDM, Menteri ESDM, Arifin Tasrif, menyampaikan upaya lain yang akan dilakukan Indonesia untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat antara lain konversi BBM ke Liquefied Natural Gas (LNG), penggunaan kompor listrik, pemanfaatan biofuel untuk menggantikan BBM, hingga akselerasi instalasi rooftop solar panel.
Pengurangan pembangkit berbahan bakar batu bara (PLTU) dan membangun pembangkit dengan energi baru dan terbarukan, serta konversi kendaraan bermotor menjadi listrik juga menjadi program pemerintah.
Dilansir GoodStats Indonesia, data BPS menunjukkan bahwa pada 2022 penggunaan Gas / LPG mendominasi (87,12%) bahan bakar rumah tangga Indonesia untuk memasak, sementara porsi bahan bakar listrik masih di angka 0,5%.
Di sisi lain, dari segi sains dan teknologi, sekelompok peneliti telah menemukan salah satu cara “mendaur-ulang” CO2. Dilansir Science.org, salah satu peneliti yang terlibat, Phil De Luna dari University of Toronto, menjelaskan bahwa dengan menambahkan elektrisitas, air, dan berbagai senyawa katalis, para peneliti dapat mengubah bentuk CO2 menjadi molekul seperti karbon monoksida dan metana. Selanjutnya, kedua molekul tersebut dapat digabung dan dibentuk menjadi bahan bakar hidrokarbon seperti butana.
Penulis: Gamma Shafina
Editor: Iip M Aditiya