Korupsi bukanlah hal yang baru lagi di tanah air. Kasus korupsi kian marak terjadi dan terus bermunculan kasus baru seiring waktu berjalan. Penilaian Indeks Persepsi Korupsi 2021 yang dicetuskan oleh Transparency International meletakkan Indonesia di peringkat ke-96 dari total 180 negara dengan skor sebesar 38 dari 100 poin.
Sementara itu di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat ke-5 di mana raihan ini berada 1 peringkat di bawah Vietnam. Singapura menjadi negara dengan tingkat korupsi terendah di Asia Tenggara. Pada tahun 2021, Singapura meraih skor indeks persepsi korupsi sebesar 85 poin. Adapun semakin mendekati angka 100, maka tingkat korupsi suatu negara dapat dikatakan semakin rendah dan begitu pula sebaliknya.
Beberapa kasus korupsi berat terjadi di Indonesia yang mana menimbulkan kerugian dalam skala besar. Contohnya antara lain kasus penyerobotan lahan di Riau yang dilakukan oleh Surya Darmadi dengan kerugian negara mencapai Rp78 triliun, kasus PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang menimbulkan kerugian sekitar Rp37,8 triliun, kasus korupsi PT Asabri dengan kerugian Rp22,7 triliun, dan masih banyak lagi.
Korupsi di Indonesia meningkat selama pandemi
Bila meninjau perkembangan indeks persepsi korupsi Indonesia dalam kurun waktu 1 dekade ke belakang, trennya cenderung meningkat mulai dari tahun 2012 hingga puncaknya tahun 2019.
Hal ini merupakan kabar baik, sebab Indonesia dinilai semakin anti korupsi dari waktu ke waktu. Pada tahun 2019, Indonesia meraih skor indeks tertinggi dalam 1 dekade terakhir yakni sebesar 40 poin.
Namun pada tahun 2020 saat pandemi Covid-19 berlangsung, skor indeks persepsi korupsi Indonesia menurun ke angka 37 poin seperti pada tahun 2016 dan 2017. Ini menjadi yang pertama kalinya dalam 1 dekade terakhir tingkat korupsi di Indonesia mengalami peningkatan.
Kemudian pada tahun 2021, skor indeks persepsi korupsi Indonesia kembali membaik ke angka 38 poin. Raihan ini membawa Indonesia naik 6 peringkat dari yang sebelumnya berada di posisi ke-102 dari 180 negara pada tahun 2020.
Sebaran terbanyak di pemerintah pusat
Mengutip dari Kpk.go.id, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani setidaknya 1.261 kasus korupsi terhitung sejak tahun 2004 hingga 3 Januari 2022 lalu. Dari banyaknya kasus tersebut, jumlahnya didominasi oleh kasus korupsi yang dilakukan oleh pemerintah pusat dengan total sebanyak 409 kasus.
Berikutnya, Jawa Barat menduduki posisi ke-2 wilayah dengan sebaran korupsi terbanyak. Adapun kasus korupsi yang terjadi di Jawa Barat mencapai angka 118 kasus. Jawa Timur menempati posisi ke-3 dengan total 109 kasus korupsi yang terjadi sejak tahun 2004 hingga 3 Januari 2022.
Posisi ke-4 dan ke-5 diraih oleh Sumatra Utara serta Riau dan Kepulauan Riau dengan total masing-masing sebanyak 84 dan 68 kasus. Berdasarkan pulau, Jawa mendominasi wilayah terjadinya kasus korupsi dengan total 362 kasus, diikuti Sumatra dengan 270 kasus korupsi.
Didominasi swasta serta anggota DPR dan DPRD
Sementara itu, berdasarkan profesi atau jabatan, swasta menduduki peringkat pertama profesi dengan jumlah kasus korupsi terbanyak di Indonesia. Adapun total kasus korupsi yang dilakukan oleh pihak swasta terhitung telah mencapai angka 310 kasus sejak tahun 2004 hingga terakhir 3 Januari 2022 lalu.
Anggota DPR dan DPRD menjadi penyumbang kasus korupsi terbanyak berikutnya di tanah air dengan total 310 kasus terjadi sejak tahun 2004 hingga 3 Januari 2022. Kedua profesi ini mendominasi jumlah kasus korupsi terbanyak di tanah air dengan total mencapai lebih dari 300 kasus.
Sementara itu eselon I/II/III menempati posisi ke-3 dengan total 260 kasus korupsi, diikuti profesi lainnya sebanyak 207 kasus, menempatkannya di posisi ke-4. Adapun posisi ke-5 diraih oleh walikota/bupati dan wakil dengan total 154 kasus korupsi hingga 3 Januari 2022.
Beberapa kasus korupsi lainnya juga dilakukan oleh kepala lembaga/kementerian (32 kasus), gubernur (22 kasus), hakim (21 kasus), pengacara (13 kasus), jaksa (10 kasus), komisioner (7 kasus), korporasi (7 kasus), duta besar (4 kasus), dan polisi (3 kasus).
Penulis: Diva Angelia
Editor: Iip M Aditiya