Salah satu yang ditilik melalui Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah pengalaman masyarakat ketika berurusan dengan pelayanan publik. Layanan publik yang dimaksud dalam SPAK adalah layanan yang dikelola oleh pemerintah dan / atau petugas administrasi publik, dalam kurun waktu 12 bulan terakhir ketika pencacahan.
Berdasarkan hasilnya, sekitar 15,46% dari total responden 9.950 rumah tangga pada 2022 mengaku pernah berurusan dengan layanan publik dan mengeluarkan uang / barang / fasilitas melebihi ketentuan yang diperlukan. Persentase ini menurun dibanding dengan 2021 (17,63%).
Sebanyak 84,54% masyarakat lainnya mampu untuk tidak membayar melebihi ketentuan.
Mengapa mau mengeluarkan uang / barang / fasilitas melebihi ketentuan?
Dari sebagian kecil yang pernah mengeluarkan uang / barang / fasilitas melebihi ketentuan layanan publik, alasan di baliknya mayoritas adalah untuk mempercepat proses pengurusan (44,83%). Alasan berikutnya yang porsinya juga cukup besar adalah sebagai tanda terima kasih (29,85%) dan merasa mendapat pelayanan yang lebih baik (8,87%).
Sebagian kecil lainnya merelakan kelebihan pembayaran karena untuk menjaga hubungan baik (1,86%), kekurangan dokumen persyaratan pelayanan (1,23%), menghindari kewajiban membayar denda (0,16%), maupun untuk mendapatkan informasi (0,50%).
Masih ada juga 12,70% lainnya yang membayar untuk alasan-alasan yang tidak disebutkan.
Di antara mereka yang membayar melebihi ketentuan, bentuk pembayaran yang dilakukan didominasi berupa uang (94,45%). Hanya sebagian kecil lainnya yang berupa makanan, barang lainnya, maupun fasilitas.
Waktu pembayaran didominasi ketika sesudah pelayanan berakhir (55,32%). Namun, ada juga yang membayar sebelum (23,42%) maupun selama proses pelayanan (18,42%). Lebih lagi, ada sebagian kecil yang mengaku membayar di waktu lainnya (2,84%).
Perihal asal informasinya, sebagian hasilnya menunjukkan bahwa kelebihan pembayaran ini tidak ada yang meminta (45,19%). Namun, ada sebagian lain yang mengaku karena diminta oleh petugas (28,67%) maupun merasa ini hal yang lumrah dilakukan oleh masyarakat umum (23,42%).
Ketika harus membayar lebih dari ketentuan, lantas bagaimana?
Patut disayangkan, mereka yang merogoh kocek melebihi ketentuan didominasi merasa tidak keberatan (70,21%) dan hanya 29,79% sisanya yang mengaku keberatan. Terlebih, hampir seluruhnya (99,32%) tidak melapor / menyampaikan keluhan akan pengeluaran yang melebihi ketentuan tersebut.
Ketika ditilik alasan mengapa tidak melapor / menyampaikan keluhan, alasan responden terbagi menjadi beberapa hal. Sebanyak 18,54% di antaranya merasa percuma karena tidak akan ditindaklanjuti dan sebanyak 16,71% lain takut akan dipersulit pada pelayanan selanjutnya.
Masih ada 8,14% lain yang tidak tahu cara dan kepada siapa pelaporan harus diajukan dan 1,95% lainnya mengaku takut akan dilaporkan balik.
Selain itu, masih ada 48,51% responden yang mengaku tidak melapor karena alasan-alasan yang tidak disebutkan.
Masih ada harapan
Meski demikian, jika meninjau persepsi masyarakat terhadap korupsi dalam pelayanan publik, sebagian masyarakat sudah memiliki rasa tidak wajar (66,53%) terhadap hal tersebut. Hanya 33,47% lainnya yang masih merasa hal seperti memberi uang / barang / fasilitas kepada petugas untuk mempermudah urusan administrasi kependudukan (KTP, SIM, KK, SKTM, dll) adalah sesuatu yang wajar.
Dalam laporan SPAK 2022, BPS turut menyampaikan rekomendasi mereka perihal korupsi di pelayanan publik. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah seperti peningkatan pendidikan antikorupsi yang lebih masif serta memaksimalkan fungsi pelaporan pada setiap pelayanan publik dalam berbagai bentuk untuk mencegah dan menangani korupsi.
Penulis: Gamma Shafina
Editor: Iip M Aditiya