Indonesia dikenal sebagai negara dengan mega biodiversity (biodiversitas) yang memiliki beragam jenis tumbuhan dan satwa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Namun sayangnya, hingga saat ini masih banyak kasus kejahatan yang berkaitan dengan perburuan dan perdagangan tumbuhan serta satwa liar.
Bahkan, perdagangan dan perburuan ilegal tumbuhan dan satwa liar di Indonesia diibaratkan seperti fenomena gunung es, di mana jumlah kejahatan yang sebenanrya bisa jauh lebih banyak dari jumlah yang tercatat selama ini.
Mengutip World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, mayoritas para pelaku kejahatannya mampu berkamuflase dan sangat terorganisasi dengan melibatkan jaringan mafia internasional, sehingga sulit untuk memastikan kerugian yang diakibatkan oleh praktik ilegal tersebut.
Merujuk laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kasus perburuan dan perdagangan tumbuhan dan satwa liar (TSL) di Indonesia cukup berfluktuasi. Sempat melonjak di tahun 2019 yang mencatat sebanyak 65 kasus, lalu angkanya semakin menurun di tahun 2020 dengan total 48 kasus.
Lalu pada tahun 2022, jumlah kasus perburuan dan perdagangan ilegal TSL di Indonesia menurun dari 38 kasus menjadi 35 kasus. Adapun, data tersebut merupakan berkas yang telah dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Agung.
Sehubungan dengan hal ini, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) KLHK Satyawan Pudyatmoko menyampaikan bahwa pengawasan dan penguatan pada pintu masuk peredaran TSL seperti bandara, laut, pelabuhan, darat dan daerah-daerah perbatasan sangat penting untuk ditingkatkan guna mencegah perburuan dan perdagangan TSL.
“Memang ada beberapa tantangan dalam upaya pencegahan TSL, karena modusnya pun bervariasi ada yang melalui media sosial, ada juga yang melakukan pengiriman tanpa identitas ataupun pemalsuan,” jelasnya dikutip dari Antaranews.
Lebih lanjut, Satyawan menilai bahwa pemeriksaan dan penangkapan TSL di wilayah Sumatera khususnya di Pelabuhan Bakauheni sangat tinggi. Ia mengatakan, pihaknya menerima laporan penyelundupan di daerah tersebut hampir setiap bulan, terutama spesies burung.
“Optimalisasi, koordinasi dan penegakan hukum serta peningkatan sumber daya manussia (SDM) merupakan upaya yang sudah dilakukan. Bahkan, peningkatan patroli terhadap pintu masuk dengan menggunakan anjing pelacak untuk mencegah peredaran, perdagangan dan perburuan liar juga sudah kami laksanakan,” tuturnya.
Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya