Awal tahun 2025 ini, masyarakat Indonesia dibuat heboh dengan kasus oplosan BBM Pertamax yang melibatkan PT Pertamina Patra Niaga. Oknum tersangka melakukan pencampuran Pertamax dengan bahan bakar dengan oktan yang lebih rendah, seperti Premium (RON 88) maupun Pertalite (RON 90) guna menekan biaya produksi. Praktik ini diduga mengakibatkan kerugian negara hingga Rp17,4 triliun per tahun.
Kasus ini sontak membuat publik geram. Pasalnya, sebagai BUMN tunggal yang bergerak di industri bahan bakar, Pertamina telah merusak kepercayaan warga dengan memberikan produk oplosan yang dapat berdampak buruk bagi mesin. Masyarakat dipaksa membayar lebih untuk BBM yang kualitasnya tidak sebanding dengan yang diperolehnya.
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, menyebutkan bahwa masyarakat mengalami kerugian besar akibat kasus oplosan ini.
“Kerugian ini ditimbulkan akibat masyarakat membayar lebih mahal barang dengan kualitas RON 90,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (28/2/2025).
Menurut analisisnya, masyarakat Indonesia diduga mengalami kerugian total Rp47 miliar per hari, atau sekitar Rp17,4 triliun per tahun akibat praktik oplosan ini. Hal ini juga berdampak pada hilangnya produk domestik bruto sebesar Rp13,4 triliun.
“Dana masyarakat yang seharusnya bisa dibelanjakan untuk keperluan lainnya, justru digunakan untuk menambah selisih harga Pertamax oplosan,” lanjutnya.
Menurut survei Celios yang melibatkan 619 konsumen yang mengadukan kerugian terhadap Lembaga Bantuan Hukum (LBH) pada 26 Februari hingga 5 Maret 2025, sebanyak 86,4% konsumen merasa sangat dirugikan secara ekonomi oleh kasus ini karena harus membayar BBM lebih mahal untuk kualitas yang rendah.
Lebih rinci, sebanyak 51,9% konsumen mengaku mengalami kerugian di bawah Rp10 juta per tahun akibat praktik oplosan BBM ini. Ada pula 33,6% responden yang rugi Rp10 juta hingga Rp50 juta per tahun akibat praktik ini, 6% yang dirugikan antara Rp50 juta hingga Rp100 juta per tahun, dan 8,5% konsumen yang rugi lebih dari Rp100 juta.
Selain itu, 55,3% responden juga tercatat rugi akibat kerusakan kendaraan. Sebanyak 62,7% responden mengaku pernah mengalami kerusakan mesin setelah menggunakan Pertamax 92 periode 2018 hingga 2023.
Menurut survei tersebut, sebanyak 45,5% responden pernah mengeluarkan Rp1 juta hingga Rp5 juta untuk ganti rugi biaya kerusakan kendaraan akibat Pertamax oplosan, 16,4% konsumen menghabiskan Rp500 ribu hingga Rp1 juta, dan 13,3% mengeluarkan Rp100 ribu hingga Rp500 ribu.
Rugi Kebutuhan Pokok
Sebanyak 37% konsumen mengaku pengeluaran kebutuhan pokoknya hilang akibat kasus oplosan ini, sedangkan 23,2% lainnya menggunakan tabungan untuk memenuhi kehilangan ini. Tidak hanya itu, 20,5% konsumen kehilangan biaya pendidikan dan 17,2% kehilangan biaya kesehatan akibat kasus ini.
Hal ini sekali lagi menyoroti kekejaman kasus korupsi terhadap ekonomi masyarakat, yang selalu menjadi pihak paling dirugikan. Para koruptor terus untung dengan hukuman tak seberapa, sedangkan masyarakat yang kena pahitnya harus terus bertahan hidup di tengah tekanan. Uang yang harusnya bisa digunakan untuk membeli kebutuhan pokok, ditabung, digunakan untuk biaya pendidikan dan biaya kesehatan, malah lenyap akibat egoisme dan sikap rakus dari para tersangka yang hanya ingin mengisi kantong dengan pundi-pundi, tak peduli dampak yang ditimbulkan.
Kasus serupa akan terulang, dan masyarakat lagi yang akan menanggung kerugiannya. Mau sampai kapan Indonesia hidup dalam penindasan para tikus ini?
Baca Juga: Update! Daftar Klasemen Liga Korupsi Indonesia Periode Februari 2025, Pertamina Nomor 1
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor