Lebih dari 10 Ribu Anak Jadi Korban Kekerasan di 2024

Jumlah korban kekerasan anak di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, menunjukkan perlunya upaya signifikan untuk melindungi anak-anak bangsa.

Lebih dari 10 Ribu Anak Jadi Korban Kekerasan di 2024 Ilustrasi Kekerasan Anak | Shutterstock

Di Indonesia, kekerasan terhadap anak seolah dibudidayakan. Bukannya menurun, jumlah korban kekerasan anak terus meningkat dari tahun ke tahun. Pelaku tidak jera, korban terus bertambah, luka baru terus ditorehkan. 

“Capaian” ini seharusnya membuat Indonesia malu. Sebagai negara yang kental dengan nilai kemanusiaan yang tinggi dan sarat akan ajaran agama, tindakan kekerasan dalam bentuk apapun seharusnya bisa ditekan. Namun yang terjadi di negara ini malah sebaliknya.

Jumlah Korban Kekerasan Anak 2016-2024

Jumlah korban kekerasan anak di Indonesia terus bertambah | GoodStats
Jumlah korban kekerasan anak di Indonesia terus meningkat | GoodStats

Laman SIMFONI-PPA mencatat bahwa sepanjang tahun 2024, telah terjadi 10.592 kasus kekerasan terhadap anak. Jumlah korbannya mencapai 11 ribu anak, terdiri atas 3.376 laki-laki dan 8.329 perempuan. Jawa Barat mencatatkan jumlah kasus tertinggi, totalnya mencapai 1.065 kasus, disusul Jawa Timur dengan 902 kasus dan Jawa Tengah dengan 747 kasus.

Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah korban kekerasan anak terus meningkat. Pada 2016, tercatat terdapat 1.478 laki-laki dan 3.757 perempuan yang menjadi korban kekerasan anak. Bukannya menurun, jumlah tersebut terus naik, hingga yang tertinggi pada tahun 2023 lalu. Lebih dari 14.000 anak perempuan dan 5.000 anak laki-laki menjadi korban kekerasan.

Kekerasan Membangun Luka Masa Depan

Lantas, mau sampai kapan kekerasan ini terus terjadi? Hukuman-hukuman yang diberikan seolah tak membuat jera para pelaku. Anak tidak lagi diperlakukan sebagai buah hati, sebagai sesuatu yang berharga. Anak dipandang sebagai sumber beban, bahkan sumber penghasilan bagi beberapa orang tua, tidak mendapat perlakuan yang semestinya.

Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan. Anak bukanlah objek yang bisa sembarangan diperlakukan seenaknya, dipukuli ketika mau, disuruh-suruh ketika butuh, dan dibuang ketika sudah tidak lagi dibutuhkan.

Kekerasan pada anak dapat mengakibatkan luka serius, yang tentu tidak hanya dialami secara fisik. Luka-luka psikis seperti stres pasca trauma, depresi, hingga kecemasan, menghantui anak-anak korban kekerasan. Bahkan, korban kekerasan cenderung menjadi pelaku di kemudian hari, menambah panjang rantai kekerasan yang tak berkesudahan.

Jerat Hukum Pelaku Kekerasan Anak

Kekerasan terhadap anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 1 UU tersebut tertulis sebagai berikut.

"Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaraan, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum."

Pada peraturan yang sama, dituliskan bahwa pelaku kekerasan anak dapat dijerat hukuman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau denda paling banyak Rp72 juta. Apabila mengakibatkan luka berat, maka pelaku diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.

Apakah hukum di Indonesia masih kurang tegas? Sudah satu dekade hukum ini dijalankan, namun bukannya menurun, korban kekerasan anak malah terus bertambah. Hukum tidak lagi menjadi amanat yang ditakuti oleh masyarakat Indonesia. Hukum tidak lagi mengikat, paling tidak bagi pelaku-pelaku kekerasan anak yang terus bertambah.

Lantas, Bagaimana Langkah Selanjutnya?

Praktik kekerasan pada anak bisa dilakukan oleh siapa saja, mulai dari orang asing, di lingkungan sekolah, bahkan di lingkungan keluarga. Tidak ada cara lain yang bisa dilakukan selain memberi diri pengetahuan dan pemahaman bahwa kekerasan anak adalah pelanggaran terhadap hukum dan dosa besar dalam agama apapun.

Kekerasan bukanlah solusi, jalan keluar berlandaskan kekerasan takkan bertahan lama. Taruh perhatian lebih pada buah hati, disiplin boleh, namun bukan dengan kekerasan. Jangan pula jadikan anak sebagai pelampiasan emosi. Berikan si kecil lingkungan yang aman untuk tumbuh, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, hingga masyarakat sosial. Pastikan si kecil merasa aman terutama di rumah dan di sekolah, 2 tempat utama yang menjadi saksi pertumbuhannya di masa-masa emas.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga menegaskan pentingnya peran komunikasi orang tua dan anak. Beri informasi pada buah hati untuk melindungi diri dari bahaya, perdalam pendidikan budi pekerti, dan maksimalkan peran sekolah dalam menanamkan nilai-nilai sosial dalam diri si kecil.

Kekerasan bisa dicegah hanya dengan usaha bersama. Peran kolektif dari setiap pihak terlibat harus bisa dimaksimalkan untuk melindungi si kecil dari bahaya kekerasan dan mendorongnya tumbuh dalam lingkungan yang aman.

Baca Juga: Kekerasan Berbasis Gender di Indonesia Capai 12 Ribu di Tahun 2024

Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor

Konten Terkait

Intip Besaran Bonus dari Pemerintah untuk Atlet Paralimpiade Paris 2024

Prestasi ini bukan hanya kemenangan bagi para atlet, tetapi juga kemenangan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ketika Jet Pribadi Jadi Potret Kesenjangan Ekonomi Indonesia

Intip potret ketimpangan ekonomi di Indonesia, peringkat ke-10 di dunia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook