Kriminalitas Anak Tidak dapat Dianggap Sepele, Kasusnya Lebih dari 2000!

Kasus kriminal bukan hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa, anak-anak juga bisa melakukan. Kasus kejahatan anak dapat dijumpai di sekitar maupun di sosial medi

Kriminalitas Anak Tidak dapat Dianggap Sepele, Kasusnya Lebih dari 2000! Ilustrasi penjara (pexels.com/@nc-farm-bureau-mark)

Kasus kriminal bukan hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa, anak-anak juga bisa melakukan. Kasus kejahatan anak dapat dijumpai di sekitar maupun di sosial media. Namun, pendataan kasus kejahatan anak di pengadilan lebih sulit diakses dibanding kasus kejahatan dengan korban anak-anak.

Menurut beberapa sumber, kasus kejahatan anak jarang terdata karena kasus jarang dilaporkan. Penyebabnya adalah takut akan stigma sosial ketika seorang anak menjadi pelaku kriminal. Selain itu, proses identifikasi kasus juga lebih sulit karena kompleksitas hubungan antara korban dan pelaku.

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengumpulkan data kasus kejahatan anak dengan berkoordinasi dengan Organisasi Bantuan Hukum (OBH). Hasilnya, terdapat 2.304 kasus kejahatan anak yang tercatan sepanjang tahun 2020-2022. OBH membagi kasus kejahatan anak berdasarkan bentuknya.

Kasus pencurian menjadi kasus terbanyak yang melibatkan anak menjadi pelaku, yaitu sebanyak 838 kasus. Terdapat 341 kasus anak yang menjadi pelaku kejahatan yang berkaitan dengan narkoba, dan 232 kasus anak menjadi pelaku penganiayaan. Kasus anak menjadi pelaku pelecehan sebanyak 173 kasus, pelaku pembunuhan sebanyak 48 kasus, dan pelaku pemerkosaan sebanyak 26 kasus. 

Kasus lainnya sebanyak 491 kasus yang terdiri dari pornografi, perlindungan anak, penipuan, pengancaman dengan kekerasan, penadahan, laka lantas, pengrusakan, penyelundupan, penggelapan dll.

Firmansyah, S.Psi., M.MKes, Konsultan Psikologi pada Lembaga Konsultasi dan Bimbingan Psikologi “Buah Hati”, menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi pelaku kejahatan berkaitan dengan faktor tumbuh kembang anak. Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh bawaan lahir, serta lingkungan sekitar.

Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan keluarga, ekonomi, dan teman. Jika anak dibesarkan di lingkungan yang penuh dengan kekerasan, peluang anak menjadi pelaku kejahatan lebih besar. Anak dari ekonomi yang kurang memadai juga memiliki peluang untuk menjadi pelaku kriminal. Contohnya, kasus pencurian yang dilakukan anak terjadi karena desakan ekonomi, atau keinginan yang besar untuk memiliki sesuatu.

Pendidikan anak yang rendah membuat anak merasa kurang dari segi keterampilan. Sehingga, mereka akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya. Lingkungan pertemanan yang buruk dapat membuat anak juga memiliki perilaku yang buruk.

Namun, tidak semua anak dengan lingkungan buruk akan menjadi kriminal, begitupun sebaliknya. Faktor internal anak seperti kondisi psikis juga menjadi faktor anak menjadi perilaku kriminal. Contohnya adalah anak dengan bawaan kelainan psikopat, atau gangguan mental lainnya. Obat-obatan terlarang mempengaruhi kinerja otak anak, sehingga anak dapat menjadi pelaku kriminal.

Menurut Firmansyah, fungsi keluarga berperan sangat penting dalam mencegah perilaku kriminal anak. Keluarga memiliki peran untuk menumbuhkan nilai agama, sosial budaya, perhatian dan kasih sayang, reproduksi (agar anak tidak menjadi pelaku kejahatan seksual), pendidikan, ekonomi, serta lingkungan.

Penulis: Kristina Jessica
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Survei GoodStats: Benarkah Kesadaran Masyarakat Akan Isu Sampah Masih Rendah?

Survei GoodStats mengungkapkan bahwa 48,9% responden tercatat selalu buang sampah di tempatnya, 67,6% responden juga sudah inisiatif mengelola sampah mandiri.

Dukungan Presiden di Battle Ground Pilkada Jawa Tengah

Bagaimana elektabilitas kedua paslon di Jawa Tengah hingga membutuhkan dorongan besar Presiden RI?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook