Perwakilan masyarakat adat Awyu dari Papua Selatan dan masyarakat adat Moi dari Papua Barat Daya ramai mendapat perhatian karena permohonannya kepada Mahkamah Agung (MA) pada 27 Mei lalu. Kedua perwakilan meminta MA mencabut izin dua perusahaan sawit yang memasuki wilayah hutan adatnya.
Masyarakat adat mempertahankan kawasan hutan dengan luas mencapai 36 ribu hektar, setara dengan setengah wilayah Jakarta. Upaya hukum ditempuh masyarakat adat karena penolakan warga kepada PT Indo Asiana Lestari selaku perusahaan yang mendapat izin tersebut, ditolak.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), perusahaan kelapa sawit merupakan perusahaan perkebunan besar yang mendominasi di Indonesia.
Meskipun mengalami penurunan sejak 2021, jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit meningkat hingga 800 perusahaan jika dibandingkan dengan satu dekade lalu. Peningkatan cukup drastis terjadi pada 2018. Dengan 1.695 perusahaan perkebunan kelapa sawit pada 2017, jumlahnya menjadi 2.165 pada 2018.
Pada 2023, luas tanaman perkebunan kelapa sawit mencapai 9.144 ribu hektar, sedikit meningkat dari 2022 dengan luas 9.125 ribu hektar. Sejak 2018 hingga 2021, luas tanaman ini cukup konsisten berada di angka delapan juta hektar.
Jika sedikit melihat ke belakang, pada 2013 hingga 2017 angkanya hanya berada di kisaran enam juta hektar. Terdapat peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun.
Berdasarkan hasil perkebunannya, minyak kelapa sawit mencapai angka produksi hingga 30.683 ton dan biji sawit mencapai 6.136 ton pada 2023. Jumlah produksi ini sangat jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil produksi perkebunan lainnya, seperti karet kering, cokelat, kopi, teh, kulit kina, gula, atau bahkan tembakau.
Jumlah produksi minyak kelapa sawit yang lebih tinggi dicapai pada 2019, yaitu dengan 32.194 ton. Sejak saat itu, angka produksi minyak kelapa sawit selalu menyentuh 30 ribu ton per tahunnya.
Di tahun 2022, tutupan lahan berupa kawasan hutan mencapai 88.292,9 ribu hektar. Jumlah ini sedikit mengalami perubahan angka setidaknya dalam lima tahun terakhir.
Bersamaan dengan itu, wilayah tutupan lahan berupa perkebunan dan pertambangan justru naik dari tahun ke tahun.
Angka tersebut hanya mencakup perkebunan yang sah di mata hukum. Sayang, pada praktiknya, sering kali ditemukan perkebunan kelapa sawit yang dikelola secara ilegal. Pantauan Greenpeace dan TheThreeMap pada 2019 menunjukkan adanya 3 juta hektar tanaman kelapa sawit yang tumbuh di kawasan hutan Indonesia. Pasalnya, kawasan tersebut termasuk hutan lindung dan konservasi.
Kawasan ilegal paling banyak ditemukan di Riau, dengan luas mencapai 1,231,614 hektar. Kemudian, terdapat di Kalimantan Tengah dengan luas 817,693 hektar. Di Sumatera Utara terdapat perkebunan sawit ilegal seluas 285,307 hektar dan di Sumatera Selatan mencapai 155,481 hektar.
Akhir 2023 lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan justru memutihkan 3,3 juta hektar perkebunan kelapa sawit ilegal. Menurutnya, tidak ada lagi yang bisa dilakukan, kecuali membuatnya legal di mata hukum.
"Ya, kita mau apain lagi, masa kita copotin, ya kan ndak toh, logikamu saja, ya kita putihkan terpaksa," ujar Luhut setelah Konferensi Pers Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit, dilansir dari CNBC.
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor