Di tengah upaya digitalisasi dan pemerataan akses internet, kecepatan internet Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara ASEAN. Isu ini terus menjadi sorotan, mengingat kecepatan internet Indonesia cenderung tidak mengalami perbaikan dari waktu ke waktu.
Menurut data Speedtest Global Index, median kecepatan internet mobile Indonesia untuk unduhan per Maret 2025 berada di angka 40,37 megabit per detik (Mbps). Nilai ini menempatkan Indonesia di posisi bontot di kalangan negara Asia Tenggara lain.
Jika dibandingkan negara ASEAN lain yang masuk daftar, Indonesia memang masih sangat jauh tertinggal. Misalnya, Malaysia menduduki posisi puncak dengan median kecepatan unduhan untuk internet mobile sebesar 169,04 Mbps, 4 kali lipat lebih tinggi dibanding Indonesia. Malaysia pun bertengger di posisi ke-13 dari 102 negara dalam daftar.
Menyusul Malaysia adalah Singapura dengan median sebesar 164,20 Mbps, diikuti Vietnam dengan 150,43 Mbps, Thailand dengan 103,49 Mbps, Filipina dengan 60,11 Mbps, Kamboja dengan 49,54 Mbps, dan Laos dengan 43,2 Mbps.
Ketertinggalan ini menunjukkan masih adanya PR yang perlu diselesaikan guna mendorong kemajuan kecepatan internet di Indonesia, mengingat internet kini memainkan peran penting dalam mendukung produktivitas dan kegiatan sehari-hari.
Menurut Chairman of Working Group Spectrum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI(, internet Indonesia masih lambat karena latensinya yang tinggi.
“Latensi tinggi karena implementasi 5G itu belum optimal. Beda kalau kita pakai 5G dengan kita pakai 4G, itu latensinya pasti beda, hampir 10 kali lipatnya ya,” ungkapnya melalui Selular Business Forum, Jakarta (10/2/2025).
Menurut Rudi, tambahan frekuensi baru bisa mendorong kecepatan internet di Indonesia. Tahun ini, Kementerian Komunikasi dan Digital berencana untuk melakukan lelang frekuensi 700 MHz, 1,4 GHz, 2,6 GHz, dan 26 GHz.
“Jadi, lelang salah satu poin yang paling optimal adalah segera mengoptimalkan 5G hadir di Indonesia dengan spektrum-spektrum yang memang ideal. Ini untuk menjawab terkait latensi dan kecepatan,” lanjut Rudi.
Ia menuturkan, Indonesia sangat butuh tambahan spektrum baru untuk bisa mengejar ketertinggalan dengan negara tetangga. Saat ini, Vietnam, Thailand, Filipina, Myanmar, Singapura, dan Laos sudah mengalokasikan spektrum frekuensi 2,6 GHz, yang harusnya bisa segera dipelajari dan diimplementasikan di Indonesia.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Mochamad Hadiyana menyebutkan ada beberapa faktor yang membuat internet Indonesia masih lambat, yakni kapasitas jaringan, bandwidth, dan infrastruktur.
“Kapasitas tentunya bisa diatur juga oleh operator. Misalnya dia memberikan kapasitas lebih kepada pengguna atau pelanggan, melebihi yang dibutuhkan,” ungkapnya pada acara Ngopi Bareng Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Jumat (26/4/2024).
Selain itu, perangkat yang digunakan untuk mengakses internet juga nyatanya berpengaruh terhadap kecepatannya.
“Alat yang bisa dibilang sudah tertinggal teknologinya atau penggunaan perangkat lunak yang tertinggal kadang mengganggu kecepatan internet,” lanjutnya.
Deretan hal inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah. Kemajuan internet dan pemerataan akses mendorong perkembangan yang lebih signifikan, berpengaruh terhadap pertumbuhan suatu negara. Negara-negara maju cenderung mengakomodasi rakyatnya dengan akses internet yang cepat, mendorong produktivitas yang semakin tinggi dan pada akhirnya membantu perekonomian nasional.
Sementara itu, di tingkat internasional, Uni Emirat Arab memuncaki daftar dengan median kecepatan unduh mencapai 543,29 Mbps, hampir 6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan median kecepatan unduh global pada Maret 2025 yang sebesar 91,50 Mbps.
Baca Juga: Tingkat Penetrasi Internet di Indonesia Konsisten Meningkat
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor