Program makan bergizi gratis menjadi salah satu program unggulan Prabowo-Gibran sejak kampanye Pilpres 2024. Beberapa waktu terakhir, telah dilakukan serangkaian uji coba pemberian makanan bergizi gratis di ragam jenjang sekolah. Survei menunjukkan, ada 77,6% masyarakat sangat setuju dan setuju dengan program ini.
Dalam survei tersebut, 65,6% memberikan kepercayaan bahwa program makan bergizi gratis ini memiliki nilai gizi yang cukup. Sementara itu, ada 26,7% responden yang kurang percaya dan 4,7% responden tidak percaya sama sekali. Sebanyak 3% lainnya tidak menjawab.
Kemudian, nilai yang serupa juga muncul dalam pengukuran kepercayaan masyarakat bahwa program ini dapat mengatasi gizi buruk di Indonesia. Sebanyak 62,1% responden percaya program ini menjadi penyelesaian masalah gizi buruk.
Dukungan paling rendah berasal dari kelompok masyarakat dengan latar belakang pendidikan perguruan tinggi. Ada 36,2% responden tamatan kuliah yang tidak setuju dengan program ini. Sementara itu, hanya ada 13,8% responden tamatan SD atau lebih rendah yang tidak setuju.
Respon Ahli terhadap Program Makan Bergizi Gratis
Pertimbangan yang cukup disorot adalah anggaran yang diperlukan. Dalam tulisan Center for Indonesian Policy Studies, program ini memerlukan Rp460 triliun per tahun ketika sudah penuh dilaksanakan pada 2029.
Pada tahun pertama, diperkirakan akan membutuhkan Rp100 triliun untuk memenuhi kebutuhan 83 juta anak sekolah, balita, dan ibu hamil.
Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menyatakan bahwa anggaran makan bergizi gratis dapat mencapai Rp1,2 triliun per hari ketika sudah penuh dilaksanakan. Dilansir dari CNN Indonesia, anggaran per hari tersebut digunakan untuk belanja, pengolahan, hingga distribusinya.
Adapun program ini dijadwalkan akan dimulai pada Januari 2025 dengan menyasar daerah prioritas terlebih dahulu. Dalam APBN 2025, program ini mendapat jatah Rp71 triliun. Menanggapi hal ini, Ketua Badan Anggaran DPR RI menyatakan nominal tersebut masih masuk akal dan tidak mengganggu keuangan.
Lalu, Apakah Betul Dapat Menyelesaikan Stunting?
Data UNICEF Indonesia menunjukkan bahwa stunting masih menjumpai 21,5% anak di Indonesia. Selain stunting, masalah gizi lainnya yang dialami adalah wasting dan obesitas. Keadaan malnutrisi tersebut cukup berkaitan satu sama lain.
Dalam laporan Indonesia Economic Prospect edisi Juni 2024 oleh Bank Dunia, pemberian makan gratis pada anak sekolah dinilai tidak efektif mengatasi stunting, karena masalah gizi ini hanya bisa dicegah pada 1.000 hari pertama di kandungan. Oleh karena itu, pemberian gizi untuk ibu hamil dinilai lebih efektif.
Menurut Ahli Gizi Masyarakat Tan Shot Yen, makanan bergizi gratis lebih mengarah pada makanan tambahan. Dalam keterangannya, jika tidak dibarengi makan pagi dan makan malam bergizi, efek makanan bergizi di sekolah juga tidak akan optimal. Selain itu, stunting lebih dipengaruhi oleh kondisi ibu yang anemia ketika hamil, ASI tidak eksklusif, MPASI tidak sesuai prosedur, hingga kualitas dan kuantitas asupan makanan bergizi.
Baca Juga: 3 Beban Malnutrisi di Indonesia, Stunting Mendominasi
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor