UNESCO Global Geopark merupakan kawasan geografis tunggal dan terpadu, yang situs dan lanskapnya memiliki signifikansi geologi internasional. Kawasan ini juga dikelola berdasarkan konsep perlindungan, perlindungan, pendidikan, serta pembangunan berkelanjutan yang holistik.
Dari catatan UNESCO, kini ada 213 UNESCO Global Geopark yang tersebar di 48 negara. Kawasan ini menggabungkan kelestarian warisan geologi dengan jenis warisan lain, seperti warisan alam, budaya, dan benda tak benda di sekitarnya.
Melalui UNESCO Global Geopark, kesadaran masyarakat dapat ditingkatkan agar memahami isu yang rentan dihadapinya. Isu-isu tersebut antara lain dalam menggunakan sumber daya alam secara berkelanjutan, mitigasi dampak perubahan iklim dan risiko bahaya alam, serta pengurangan emisi karbon.
UNESCO Global Geopark menerapkan pendekatan bottom-up atau dari atas ke bawah. Dengan pendekatan ini pengelolaan kawasan dibarengi pemberdayaan komunitas lokal serta membuka peluang kemitraan yang kohesif.
Pendekatan ini memerlukan komitmen kuat yang berasal dari masyarakat lokal, mitra lokal, dukungan publik serta dukungan politik jangka panjang, dan pengembangan yang strategis dan komprehensif.
Saat ini, Indonesia memiliki 10 UNESCO Global Geopark, yaitu Batur Geopark, Gunung Sewu Geopark, Gunung Rinjani Geopark, Ciletuh Geopark, Danau Toba Geopark, Ijen Geopark, Belitung Geopark, Maros Pangkep Geopark, Merangin Jambi Geopark, dan Raja Ampat Geopark.
Keindahan alami yang terbentuk dari letusan Gunung Batur berhasil menjadi kawasan UNESCO Global Park pertama di Indonesia. Batur Geopark mendapatkan status tersebut pada 2012 lalu. Kemudian, pada 2015 Gunung Sewu mendapat status tersebut atas keindahan sekitar 40 ribu bukit karst yang membentang di Gunung Kidul, Wonogiri, dan Pacitan ini.
Keindahan karst juga dimiliki oleh Maros Pangkep Geopark dengan tipe tower karst berkelas dunia. Meskipun baru menjadi UNESCO Global Geopark pada 2023 lalu, Maros Pangkep Geopark menjadi kawasan karst terbesar kedua setelah China Selatan.
Gunung Rinjani Geopark menawarkan keindahan geologi bersama dengan keanekaragaman hayati, flora, dan faunanya. Beberapa flora fauna endemik seperti Celepuk Rinjani, bunga anggrek, dan Elang Flores menambah nilai kawasan ini.
Lain halnya dengan Ciletuh Geopark di Jawa Barat yang mengkombinasikan hamparan bebatuan unik dengan wisata alam lainnya, seperti Pantai Cimaja, Air Terjun Awang, dan Taman Purba. Keindahan alam lainnya juga ditawarkan Danau Toba Geopark, yang bahkan telah menjadi bagian dari Destinasi Pariwisata Super Prioritas oleh Kemenparekraf.
Fenomena alam Blue Fire di Ijen Geopark menambah daya tariknya secara internasional. Ijen Geopark juga menjadi rumah bagi 14 jenis flora, 27 jenis fauna, dan 6 jenis mamalia. Bahkan, Ijen Geopark memiliki danau paling asam di dunia.
Sementara itu, Belitung Geopark kencang menawarkan keanekaragaman geografis, geologis, biologis, serta budaya yang unik. Salah satunya, Belitung Geopark memiliki gunung api purba di bawah laut.
Pesona Merangin Jambi Geopark adalah fosil tanaman yang berusia ratusan juta tahun. Kawasan ini juga menjadi lokasi rafting terbaik di Indonesia. Kemudian, kawasan geopark yang tak kalah populer adalah Raja Ampat. Rumah bagi ragam ekosistem laut, satwa, dan tumbuhan endemik ini juga mendapat julukan “The Emerald Karst in the Equator”. Hal ini karena gugusan karst yang berada tepat di garis khatulistiwa.
Penetapan UNESCO Global Geopark ini dilakukan setiap empat tahun. Kawasan tersebut akan ditinjau fungsi dan kualitasnya secara menyeluruh untuk ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark.
Jika kawasan yang telah termasuk dalam daftar UNESCO Global Geopark lolos validasi ulang, maka akan kembali mendapat predikat tersebut selama empat tahun ke depan.
Apabila kawasan tersebut justru tak lagi memenuhi kriteria, maka akan diberi jangka waktu dua tahun bagi pengelolanya untuk melakukan pengelolaan yang tepat. Jika dalam dua tahun tersebut masih belum memenuhi kriteria, maka kawasan tersebut harus melepas statusnya sebagai UNESCO Global Geopark.
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Iip M Aditiya