Pemangkasan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah lewat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025 dapat memengaruhi kinerja lembaga-lembaga negara, termasuk Komisi Yudisial (KY).
Komisi ini menghadapi kesulitan setelah anggaran mereka dipangkas hampir 54% pada tahun 2025. Dampaknya, tugas pokok KY, seperti seleksi calon hakim agung dan pengawasan terhadap hakim, akan menjadi terhambat, bahkan bisa tidak terawasi dan terancam tidak terlaksana.
Baca Juga: Kasus Ronald Tannur Bukan yang Pertama, Hakim Indonesia Tercatat Terima Suap Tahun ke Tahun
Anggaran KY
Pemotongan ini menciptakan kendala dalam operasional dan pengawasan hakim di seluruh Indonesia. Bahkan tidak cukup untuk menggaji pegawai selama satu tahun penuh.
"Gaji pegawai saja hanya cukup sampai bulan Oktober. Saya tadi dapat kabar, BBM kami mulai bulan depan beli sendiri, keteteran kami," ujar Ketua Komisi Yudisial (KY), Amzulian Rifai dihadapan awak media pada Senin, 10 Februari 2025.
Pada tahun sebelumnya, tahun 2020, pagu anggaran KY masih terbilang rendah, hanya Rp81,7 miliar. Tahun 2021, anggaran KY meningkat menjadi Rp107,1 miliar. Pada tahun 2022, pagu anggaran KY mengalami lonjakan signifikan menjadi Rp168,5 miliar. Tahun 2023, KY mendapat anggaran sedikit lebih besar dari tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp177,2 miliar.
Pada tahun 2025, pagu anggaran Komisi Yudisial sebelum efisiensi mencapai Rp184,526 miliar. Namun, setelah pemotongan sebesar 54%, anggaran yang tersedia hanya sekitar Rp84,5 miliar.
Kinerja Hakim
KY memang memiliki kewenangan untuk menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH), serta mengusulkan pengangkatan hakim agung. Pemangkasan anggaran akan berdampak pada pengawasan dan pemantauan hakim di daerah-daerah. Apalagi, Komisi Yudisial sejauh ini sudah berjalan secara terbatas.
"Anggaran KY sebelum pemangkasan saja sudah sangat terbatas," ucap Pengajar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Herlambang Perdana Wiratraman, seperti yang dikutip dari Tempo.
Herlambang berpandangan bahwa beberapa dampak negatif bisa muncul akibat pemangkasan anggaran ini. Pertama, pengawasan terhadap hakim akan semakin lemah. Kedua, peluang untuk hakim yang bermasalah akan semakin terbuka. Ketiga, peran Penghubung Komisi Yudisial yang selama ini menjadi garda terdepan dalam pengawasan akan terhambat.
Angka Hakim yang Dijatuhkan Hukuman
Pandangan itu terbukti, berdasarkan beberapa konferensi pers dari situs resmi KY. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah hakim yang dijatuhkan hukuman masih ada dan menunjukkan adanya kecacatan hukum.
Seperti pada tahun 2021, sebanyak 85 hakim dijatuhkan hukuman, yang paling banyak dari 4 tahun terakhir.
Masuk 2022, jumlah hakim yang dijatuhkan hukuman disiplin turun drastis menjadi hanya 19 hakim. Namun meski penurunan drastis di atas pada tahun 2023, jumlah hakim yang dijatuhkan hukuman disiplin kembali meningkat menjadi 45 hakim.
Diikuti pada tahun 2024, dengan total 63 hakim yang dihukum. Terdiri dari 16 hakim mendapatkan hukuman berdasarkan rekomendasi KY, sementara 9 hakim diperiksa dan dijatuhi sanksi oleh Mahkamah Agung. Sementara itu, sebanyak 38 kasus lainnya diambil alih oleh Mahkamah Agung.
Baca Juga: Turun Naik Persepsi Publik Terhadap Integritas Hakim
Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor