Gelombang PHK di Media dan Peringkat Kebebasan Pers yang Merosot

Gelombang PHK terhadap jurnalis di berbagai perusahaan media di Indonesia terus berlangsung, memperburuk kondisi industri pers nasional.

Gelombang PHK di Media dan Peringkat Kebebasan Pers yang Merosot Ilustrasi Jurnalis | iStockphoto/Mihajlo Maricic
Ukuran Fon:

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap jurnalis di berbagai perusahaan media di Indonesia terus bertumbuh, memperburuk kondisi industri pers nasional. Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyoroti minimnya transparansi dari perusahaan media terkait PHK, yang sering kali tidak dilaporkan secara resmi. Sementara itu, laporan Reporters Without Borders (RSF) dalam World Press Freedom Index 2025 mencatat kemerosotan signifikan kebebasan pers global, termasuk di Indonesia, yang kini berada di peringkat 127 dunia dengan skor 44,13, turun dari peringkat 111 pada 2024.

“Tidak semua media melaporkan bahwa telah melakukan PHK. Bisa jadi, media yang terverifikasi pun sebenarnya sudah tidak lagi beroperasi,” ujar Ninik saat memberikan sambutan dalam peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (3/5/2025). Ninik menekankan perlunya pembaruan data yang lebih transparan untuk memetakan kondisi riil industri media di tengah tantangan ekonomi dan digitalisasi.

Situasi ini diperparah oleh laporan RSF yang menyebut kebebasan pers global mencapai “titik terendah sepanjang masa”. Di Indonesia, oligarki media yang terkait kepentingan politik, intimidasi terhadap jurnalis, dan regulasi yang membatasi kebebasan pers menjadi faktor utama penurunan peringkat.

Baca Juga: Simak Besaran Upah Jurnalis 2024

Gelombang PHK di Media

Jurnalis Media yang Terkena PHK
Beberapa Jurnalis Media yang Kena PHK | GoodStats

Dewan Pers mencatat bahwa sepanjang 2023 hingga 2024, sekitar 1.200 karyawan media, termasuk jurnalis, terkena PHK. Beberapa perusahaan media besar dilaporkan melakukan pemangkasan signifikan pada 2025, seperti Kompas TV yang memangkas 150 karyawan, CNN Indonesia TV 200 karyawan, TvOne 75 karyawan, dan Emtek 100 karyawan.

Selain itu, Viva.co.id dikabarkan akan menutup kantornya di Pulogadung pada Juni 2025, meskipun Direktur PT Visi Media Asia Tbk, Niel Tobing, membantah kabar tersebut dan menyebut hanya ada pemindahan kantor ke TCI Epicentrum.

“Sebagian besar media, baik di pusat maupun daerah, tidak melaporkan kondisi ini. Maka dari itu, kami menilai perlu adanya pembaruan data yang lebih menyeluruh dan transparan,” kata Ninik.

Ia menambahkan bahwa penurunan pendapatan akibat dominasi platform digital global, yang menguasai 75% iklan nasional, menjadi pemicu utama PHK.

“Sekitar 75% pendapatan iklan nasional saat ini dikuasai oleh platform digital global dan media sosial, sehingga banyak media lokal kehilangan sumber pemasukan,” ujarnya.

Kebebasan Pers Indonesia: Peringkat Turun, Ancaman Bertambah

Laporan RSF 2025 mencatat bahwa kebebasan pers di Indonesia mengalami penurunan drastis, dari peringkat 111 pada 2024 menjadi 127 pada 2025, dengan skor global merosot dari 51,15 menjadi 44,13. Penurunan ini dipicu oleh semakin kuatnya oligarki media yang terkait kepentingan politik, meningkatnya kontrol terhadap media kritis, serta manipulasi informasi melalui troll daring dan influencer berbayar. Selain itu, regulasi seperti Undang-Undang No. 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dan amandemen hukum pidana yang akan berlaku pada 2026 dinilai mengancam jurnalisme investigasi.

“Di bawah kepemimpinan baru, Presiden Prabowo Subianto, perlindungan akan kebebasan pers diyakini kian menipis dan masa depan jurnalisme independen semakin mengkhawatirkan,” tulis RSF dalam laporannya.

Jurnalis yang meliput isu korupsi, protes massa, atau lingkungan sering menghadapi intimidasi, mulai dari penangkapan, kekerasan fisik, hingga serangan digital. Jurnalis perempuan juga masih menghadapi pelecehan seksual, baik secara daring maupun luring, yang memperburuk lingkungan kerja mereka.

Peringkat Kebebasan Pers Indonesia
Peringkat Kebebasan Pers Indonesia | GoodStats

Data historis RSF menunjukkan tren fluktuatif kebebasan pers Indonesia. Pada 2020, Indonesia berada di peringkat 119 dengan skor 63,18, naik ke 113 pada 2021 (skor 62,6), namun turun lagi ke 117 pada 2022 (skor 49,27). Peringkat sempat membaik ke 108 pada 2023 (skor 54,83) sebelum kembali menurun pada 2024 dan 2025. Tren ini mencerminkan tantangan struktural yang belum terselesaikan dalam menjaga independensi dan keamanan jurnalis.

Kebebasan Pers Global: Krisis di Tengah Dominasi Digital

Secara global, RSF mencatat bahwa indeks kebebasan pers mencapai titik terendah dalam 23 tahun, dengan lebih dari separuh populasi dunia tinggal di negara dengan situasi kebebasan pers “sangat serius”. Di Amerika Serikat, kebebasan pers merosot ke peringkat 57, dipicu oleh kebijakan pemerintahan Donald Trump yang memotong dana untuk media independen seperti Voice of America dan NPR.

“Pemerintahan Trump telah ‘mempersenjatai’ lembaga-lembaga, memotong dukungan untuk media independen, dan mengesampingkan wartawan,” kata RSF.

Dominasi raksasa teknologi seperti Meta, Google, dan Amazon dalam pendapatan iklan global, yang mencapai US$247,3 miliar pada 2024, juga memperburuk kondisi media lokal.

“Ketika jurnalis dibuat menjadi miskin, mereka tidak lagi memiliki sarana untuk melawan musuh-musuh pers mereka, yakni disinformasi dan propaganda,” ujar Direktur Editorial RSF, Anne Bocande.

Di Eropa, meskipun kebebasan pers relatif lebih baik, negara seperti Jerman turun ke peringkat 11 akibat lingkungan kerja yang semakin tidak bersahabat bagi jurnalis.

Kondisi di wilayah konflik seperti Gaza semakin memperparah krisis kebebasan pers. RSF melaporkan bahwa tentara Israel telah menghancurkan ruang redaksi dan membunuh hampir 200 wartawan di Gaza, menempatkan wilayah tersebut di peringkat 163 dengan kategori “sangat serius”. Sementara itu, Norwegia tetap menduduki peringkat teratas selama sembilan tahun berturut-turut, diikuti Estonia dan Belanda.

“Lebih dari separuh populasi dunia sekarang tinggal di negara-negara yang kami kategorikan sebagai negara dengan situasi kebebasan pers yang sangat serius. Jurnalisme independen dianggap begitu menyusahkan kaum otokrat,” ujar Direktur Pelaksana RSF, Anja Osterhaus.

Di Indonesia, upaya memperkuat independensi media dan melindungi jurnalis dari intimidasi menjadi kunci untuk membalikkan tren penurunan kebebasan pers, sekaligus menjaga peran pers sebagai pilar demokrasi.

Baca Juga: 10 Jenis Kekerasan yang Sering Dialami Jurnalis Indonesia 5 Tahun Terakhir

Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor

Konten Terkait

Inter Milan vs Barcelona: Menang Dramatis dengan Skor 4-3 dan Masuk Final Liga Champions

Hasil pertandingan Inter Milan vs Barcelona berakhir dengan skor 4-3 untuk Inter Milan di Liga Champions.

Klasemen Liga 1 Pekan Ke-31, Persib Juara dan Persija Keluar dari Top Five

Persib Bandung mengunci gelar juara BRI Liga 1 di pekan ke-31.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook