Tahun 2025 bisa dikatakan sebagai era keemasan bagi logam mulia di Indonesia. Di tengah ketidakpastian ekonomi global, banyak masyarakat beralih pada instrumen lindung nilai yang dianggap paling aman: emas.
Data dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam) menunjukkan bahwa pada Kuartal I 2025, penjualan emas batangan mencapai 13.739 kg (441.719 t.oz). Angka tersebut melonjak drastis hingga 93% dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang hanya mencatat penjualan 7.112 kg.
Tak berhenti di situ, pada kuartal kedua, Antam kembali mencatat rekor baru dengan volume penjualan mencapai 15.566 kg (500.459 t.oz), menjadikannya penjualan kuartalan tertinggi sepanjang sejarah perusahaan.
Secara total, dalam enam bulan pertama tahun ini saja, Antam telah berhasil menjual 29.305 kg emas batangan, naik sebesar 84% dibanding semester pertama tahun sebelumnya yang berada di angka 15.969 kg.
Lonjakan ini menjadi bukti nyata bahwa masyarakat semakin percaya dan tergiur untuk menjadikan emas sebagai aset penyimpan nilai. Di balik angka-angka spektakuler ini, tentu ada dorongan psikologis yang kuat: ketakutan akan ketidakpastian ekonomi, kekhawatiran terhadap inflasi, hingga tren global yang memicu rasa ingin ikut serta atau istilah populernya, FOMO (fear of missing out).
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali mengatur ulang skema perpajakan pada transaksi emas, dengan menerbitkan dua peraturan baru yang menjadi perhatian publik dan pelaku pasar. Kedua aturan tersebut adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 Tahun 2025 dan PMK Nomor 52 Tahun 2025, yang mulai berlaku efektif pada 1 Agustus 2025.
Aturan ini mengatur tentang pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi emas batangan dan perhiasan. Salah satu poin krusial yang mendapat sorotan adalah pengecualian PPh Pasal 22 bagi masyarakat yang membeli emas batangan dari lembaga keuangan seperti bank bullion, asalkan nilai transaksinya tidak melebihi Rp10 juta.
Langkah ini dinilai sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap masyarakat kecil dan menengah yang mulai berinvestasi emas sebagai bentuk tabungan jangka panjang. Namun di sisi lain, wacana yang mulai beredar mengenai rencana pengenaan pajak tambahan terhadap kepemilikan emas di atas batas tersebut juga menjadi perhatian publik. Meskipun belum diatur secara resmi, isu ini menciptakan spekulasi di kalangan investor besar yang selama ini menyimpan logam mulia dalam jumlah signifikan.
Bagi warga kecil dan menengah, wacana ini mungkin tidak berdampak langsung, namun tetap patut diantisipasi. Mereka yang mulai rutin menabung emas bisa saja dalam beberapa tahun ke depan mencapai Rp10 juta, apalagi jika tren pembelian terus berlanjut. Wacana ini menjadi pengingat agar lebih bijak dalam menyusun strategi aset, termasuk mempertimbangkan diversifikasi, pelaporan kekayaan yang sesuai, dan mengikuti informasi regulasi terbaru dari pemerintah.
Baca juga: Emas Masih Jadi Investasi Populer Publik Indonesia
Sumber:
https://www.antam.com/en/reports/quarterly-reports
https://www.cnbcindonesia.com/market/20250802172413-17-654505/beli-emas-di-bullion-bank-kena-pajak-atau-tidak-cek-aturan-ini
Penulis: Kalya Azalia
Editor: Editor