Ketika melakukan kampanye di Pennsylvania pada Sabtu (13/7/2024) lalu, Donald Trump ditembak hingga telinga kanannya berdarah. Setelah dievakuasi dan menerima perawatan medis, kini Trump dipastikan dalam kondisi baik.
Insiden penembakkan tersebut kemudian memunculkan reaksi yang beragam di media sosial. Ada pihak-pihak yang menganggap bahwa kejadian ini tidak lebih dari sebuah gimmick politik sebagai upaya menarik simpati publik menjelang pemilu. Sebaliknya, banyak pula yang melihat penembakan ini sebagai ancaman serius terhadap stabilitas politik.
Serangan ini dianggap sebagai bukti nyata dari meningkatnya ketegangan politik Amerika Serikat. Pandangan yang berbeda ini semakin memperjelas polarisasi dalam politik Amerika menjelang pemilihan presiden saat ini.
Stabilitas Politik Lemah atau Hanya Gimmick Pemilu?
Insiden penembakan yang mengejutkan itu kemudian menimbulkan pertanyaan besar tentang stabilitas politik di Amerika Serikat. Penembakan atau serangan terhadap tokoh politik sering kali mencerminkan ketidakstabilan politik di suatu negara. Namun, perlu diingat bahwa stabilistas politik selama masa kampanye memang cenderung tidak sekuat biasanya.
Menurut data The Global Economy terkait indeks stabilitas politik dunia, Amerika Serikat berada pada posisi yang tidak terlalu menguntungkan jika dibandingkan dengan beberapa negara maju lainnya. Untuk lebih jelasnya, mari tinjau ilustrasi statistik berikut.
Indeks stabilitas politik Amerika (-0,04) dipandang masih normal dan di atas rata-rata dunia (-0,07). Namun, angka itu belum tepat disebut sebagai capaian yang memuaskan, karena masih jauh lebih lemah jika dibandingkan negara maju lainnya. Sebagai contoh, negara-negara seperti Kanada, Jepang, dan Australia menunjukkan tingkat stabilitas politik yang lebih kuat di atas angka (+) 0,07 poin.
Kuatnya stabilitas politik di negara-negara maju tercermin dari rendahnya tingkat kekerasan politik, protes sosial, dan polarisasi politik. Stabilitas politik Amerika dalam hal ini justru makin memburuk dengan meningkatnya insiden kekerasan yang berakar pada ketidakpuasan politik dan sosial.
Indeks Stabilitas Politik Amerika Masih Lebih Kuat dari Indonesia
Secara global, indeks stabilitas politik Amerika berada di peringkat ke-100 dunia. Indonesia masih lebih lemah stabilitasnya dan berada di peringkat ke-134 dengan -0,44 poin.
Kekerasan politik Indonesia mungkin tidak se-dramatis di Amerika, terutama jika meninjau insiden baru-baru ini. Dalam konteks penembakan khususnya, masyarakat umum di Indonesia tidak bebas memiliki senjata api, berbeda dengan Amerika Serikat. Hal ini turut memengaruhi rendahnya insiden kekerasan bersenjata api di panggung politik tanah air.
Meski begitu, bukan berarti kekerasan politik sama sekali tidak ada di Indonesia. Lebih tepatnya, kekerasan yang terjadi memiliki pola yang berbeda, yakni tidak terjadi secara terang-terangan dan sering kali lebih terselubung.
Di luar itu, stabilitas politik yang rendah pun tidak secara tunggal dipengaruhi oleh kekerasan politik semata, tetapi juga karena adanya polarisasi politik yang ekstrem, krisis kepemimpinan, dan ketidakpuasan politik lainnya. Karenanya, dapat dikatakan bahwa setiap negara memiliki tantangan uniknya masing-masing.
Melihat lebih jauh lagi, di beberapa wilayah di Timur Tengah dan Afrika misalnya, stabilitas politik jauh lebih rentan dibandingkan dengan Amerika Serikat maupun Indonesia. Konflik bersenjata sampai kasus kudeta masih menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di beberapa negara di wilayah tersebut.
Tanpa menganggap remeh kekerasan politik yang terjadi pada Donald Trump, level ketidakstabilan politik Amerika dapat dikatakan belum pada tahap yang mengkhawatirkan. Secara keseluruhan, Amerika Serikat masih memiliki struktur pemerintahan yang kuat untuk mengatasi persoalan-persoalan politik yang ada.
Insiden penembakan yang terjadi memberikan pelajaran berharga untuk semua negara tentang pentingnya menjaga stabilitas politik demi kelangsungan pemerintahan yang efektif. Insiden ini juga menunjukkan betapa krusialnya keamanan tokoh politik, pencegahan kekerasan, serta upaya meredam ekstremnya polarisasi politik selama masa kampanye.
Baca Juga: Kampanye Mancanegara dengan Biaya Fantastis, dari Modi hingga Biden
Penulis: Afra Hanifah Prasastisiwi
Editor: Editor