Membongkar Data Prevalensi Anemia di Indonesia: Lebih dari Sekadar Kurang Zat Besi

Prevalensi anemia di Indonesia masih cukup tinggi, dengan kecenderungan lebih besar pada kelompok perempuan (16,1%)

Membongkar Data Prevalensi Anemia di Indonesia: Lebih dari Sekadar Kurang Zat Besi Tranfusi Darah | Pexels
Ukuran Fon:

Anemia merupakan salah satu penyakit utama yang masih menjadi momok serius bagi kesehatan global. Pasalnya, penyakit ini dapat menjangkit kalangan berbagai usia dan mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Menurut data WHO yang dikutip Goodstats, ada 40% anak dibawah usia lima tahun yang terjangkit anemia, 30% perempuan dewasa dan 37% nya merupakan perempuan hamil.

Jika dibiarkan, efek jangka panjang dari anemia bisa menyebabkan peningkatan angka pasien  dan kematian, hasil kelahiran yang buruk, gangguan perkembangan neurologis pada anak-anak, dan juga penurunan produktivitas pada orang dewasa.

Mengenal Apa itu Anemia dan Gejalanya

Anemia adalah suatu kondisi di mana tubuh tidak memiliki jumlah sel darah merah atau hemoglobin yang cukup untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Sel darah merah yang bertanggung jawab untuk mengirimkan oksigen dari paru-paru, lebih rendah dari jumlah normal sehingga tubuh tidak mendapat cukup oksigen.

Umumnya kadar minimal darah merah dibedakan kedalam beberapa kategori berbeda yakni laki-laki dewasa sebanyak 13 g/dL, wanita dewasa 12 g/dL, ibu hamil sebanyak 11 g/dL, bayi 11 g/dL, anak-anak usia 1-6 tahun 11,5 g/dL, dan anak remaja usia 6-18 tahun sebanyak 11-12 g/dL. Sehingga kadar hemoglobin dibawah angka tersebut dapat dianggap kedalam penderita anemia, bahkan hemogloin dibawah 8 g/dL disebut dengan anemia gravis atau tergolong berat.

Gejala yang paling umum dari anemia sendiri yakni tubuh cepat merasa lelah, terlihat pucat, sakit kepala, mudah marah, sembelit, gampang merasa kedinginan, hingga sulit berkonsentrasi dan berfikir. Bahkan ditingkat yang parah, anemia dapat menyebabkan kebiruan atau putih di daerah mata, kuku menjadi rapuh, munculnya keinginan untuk memakan selain makanan (gejala pica), sesak nafas, pusing ketika berdiri, dan lidah terasa sakit.

Prevalensi Jumlah Penderita Anemia di Indonesia

gambar tabel prevalensi anemia di Indonesia tahun 1995-2023
Prevalensi Anemia di Indonesia Menurut Karakteristik | GoodStats

Studi terbaru berjudul "Mapping Anemia Prevalence across Indonesia" yang diterbitkan pada tahun 2025 memberikan gambaran komprehensif mengenai kondisi anemia di Indonesia. Penelitian ini menganalisis data dari 5.486 subjek yang berasal dari 17 populasi berbeda, mencakup rentang waktu antara 1995 hingga 2023.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi anemia di Indonesia masih cukup tinggi, dengan kecenderungan lebih besar pada kelompok perempuan (16,1%) dibandingkan laki-laki (8,3%), serta anak-anak di bawah usia 15 tahun (14,3%). Lebih dari separuh kasus yang ditemukan merupakan anemia mikro-sitik dan hipokromik, yaitu jenis anemia yang umumnya berkaitan dengan defisiensi zat besi.

Analisis lebih lanjut menggunakan indeks Mentzer dan RDW memperlihatkan bahwa sekitar 35% kasus terkait langsung dengan anemia defisiensi besi, sementara 13% lainnya mengindikasikan adanya faktor genetik berupa talasemia. Hal ini mempertegas bahwa penyebab anemia di Indonesia tidak hanya bersumber dari kekurangan nutrisi, tetapi juga melibatkan faktor keturunan serta infeksi.

Dari sisi wilayah, prevalensi anemia sangat bervariasi. Sentani tercatat memiliki angka tertinggi, yaitu mencapai 49%, sedangkan Dieng menempati posisi terendah dengan prevalensi hanya sekitar 1%. Pola ini juga memperlihatkan bahwa wilayah timur Indonesia cenderung memiliki proporsi penderita anemia yang lebih tinggi, sejalan dengan kondisi daerah tersebut yang masih endemik malaria.

Temuan ini menekankan pentingnya penanganan anemia yang lebih komprehensif. Upaya intervensi tidak bisa hanya berfokus pada pemberian suplemen zat besi, tetapi juga harus mempertimbangkan faktor non-nutrisi, termasuk malaria dan gangguan genetik seperti talasemia. Dengan pendekatan yang lebih menyeluruh, penanggulangan anemia di Indonesia diharapkan dapat lebih efektif dan berkelanjutan.

Penyebab Anemia

Umumnya penyebab anemia disebabkan oleh produksi sel darah merah yang sedikit, kehilangan dara secara berlebihan dan dapat disebabkan oleh hancurnya sel darah merah yang terlalu cepat. Namun penyebab anemia sendiri dapat dibedakan berdasarkan jenis anemia yang diderita pasien. Berdasarkan penyebabnya, berikut merupakan jenis-jenis anemia yang umum dialami masyarakat:

  1. Anemia akibat permasalahan nutrisi
  • Anemia megaloblastik: Disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 atau asam folat sehingga sel darah merah menjadi besar (megaloblas) tetapi tidak matang sempurna.
  • Anemia defisiensi besi: Jenis anemia paling umum, terjadi karena kekurangan zat besi sehingga tubuh tidak bisa menghasilkan hemoglobin yang cukup.
  • Anemia pernisiosa: Terjadi akibat ketidakmampuan tubuh menyerap vitamin B12 karena kekurangan faktor intrinsik dalam lambung.
  1. Anemia berdasarkan adanya kerusakan genetik
  • Anemia sel sabit: Kelainan genetik di mana hemoglobin berbentuk tidak normal (HbS), membuat sel darah merah berbentuk sabit dan mudah pecah.
  • Anemia Diamond-Blackfan: Kelainan langka bawaan sejak lahir, sumsum tulang gagal memproduksi cukup sel darah merah.
  • Anemia Fanconi: Penyakit genetik langka yang menyebabkan gangguan sumsum tulang, membuat produksi semua sel darah (termasuk sel darah merah) menurun.
  1. Anemia berdasarkan adanya kelainan sel darah merah
  • Anemia hemolitik: Terjadi karena sel darah merah hancur lebih cepat daripada tubuh mampu memproduksinya.
  • Anemia aplastik: Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit secara cukup.
  • Anemia hemolitik autoimun: Sistem imun menyerang sel darah merah sendiri sehingga cepat hancur.
  • Anemia sideroblastik: Gangguan pada produksi hemoglobin sehingga zat besi tidak dapat dimanfaatkan dengan baik dan menumpuk di dalam sel darah merah.
  • Anemia makrositik: Sel darah merah berukuran lebih besar dari normal, sering terkait defisiensi vitamin B12 atau asam folat.
  • Anemia normositik: Sel darah merah berukuran normal, tapi jumlahnya berkurang; biasanya akibat penyakit kronis atau perdarahan akut.

Mengatasi Anemia Secara Menyeluruh

Anemia bukan sekadar masalah kesehatan biasa, melainkan kondisi yang dapat memengaruhi kualitas hidup, produktivitas, bahkan masa depan generasi suatu bangsa. Data terbaru di Indonesia menunjukkan bahwa anemia masih menjadi tantangan serius dengan penyebab yang kompleks, mulai dari kekurangan nutrisi hingga faktor genetik dan infeksi.

Oleh karena itu, penanggulangan anemia harus dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya dengan pemberian suplemen zat besi, tetapi juga dengan strategi kesehatan masyarakat yang mempertimbangkan aspek gizi, deteksi dini penyakit genetik, serta pencegahan infeksi endemik seperti malaria.

Penulis: Emily Zakia
Editor: Muhammad Sholeh

Konten Terkait

Indonesia Masuk 10 Besar Negara dengan Kinerja Kewirausahaan Terbaik

Indonesia menempati posisi ke-10 negara dengan skor kinerja kewirausahaan dan ketenagakerjaan tertinggi pada 2024 dengan skor 58,3.

Top 10 Negara Asal Impor Nonmigas Indonesia Semester I 2025

China jadi negara asal impor nonmigas dengan nilai tertinggi pada Semester I 2025, mencapai US$40 miliar.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook