COP28 Sepakati Akselerasi Pendanaan Kerugian dan Kerusakan Dampak Iklim

Pendanaan kerusakan dan kerugian iklim menjadi salah satu topik pembahasan dalam COP28

COP28 Sepakati Akselerasi Pendanaan Kerugian dan Kerusakan Dampak Iklim Para pemimpin dunia berkomitmen untuk menyalurkan dana bantuan iklim untuk negara-negara berkembang yang terdampak

Perubahan iklim mengacu pada perubahan jangka panjang suhu dan pola cuaca di suatu wilayah selama beberapa dekade, berabad-abad, atau lebih lama. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pendorong perubahan iklim disebabkan oleh meningkatnya gas rumah kaca di atmosfer bumi, terutama akibat pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak dan gas.

Perubahan iklim merupakan isu lingkungan global yang harus segera ditangani bersama dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Ini dikarenakan dampak perubahan iklim semakin nyata dirasakan oleh dunia.

Tak hanya berdampak pada persoalan lingkungan, namun perubahan iklim juga berdampak pada kerugian ekonomi. Merujuk pada laporan Badan Meteorologi Dunia (WMO), kerugian ekonomi akibat perubahan iklim global terus mengalami peningkatan setiap dekade. Ini terlihat dari data yang disajikan terkait kerugian ekonomi akibat bencana iklim dan cuaca ekstrem sejak tahun 1970-2021.

Kerugian global akibat bencana perubahan iklim | Goodstats

Berdasarkan data yang dihimpun WMO, nilai kerugian ekonomi dunia pada tahun 1970-1979 mencapai US$184 miliar. Nilai itu kemudian meningkat sebanyak 66,12% menjadi US$305,5 miliar pada satu dekade setelahnya, yakni sepanjang tahun 1980-1989.

Sementara itu, kerugian ekonomi di era modern pada tahun 2010-2019 mencetak rekor dengan kenaikan 47% dari satu dekade sebelumnya menjadi US$1,48 triliun. Selanjutnya, pada tahun 2020-2021 kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh bencana cuaca, iklim, dan air dilaporkan mencapai US$430,1 miliar.

Merespons urgensi untuk menangani isu perubahan iklim global, PBB menggelar rapat tahunan yang disebut sebagai COP (Conference of the Parties). Dalam pertemuan ini, para pemimpin dunia akan mendiskusikan solusi kolektif terkait permasalahan perubahan iklim. Adapun tahun ini, Uni Emirat Arab (UEA) berkesempatan untuk menjadi tuan rumah COP28.

Janji Pendanaan Kerugian Iklim Bagi Negara-negara Berkembang

Pada gelaran COP27 yang berlangsung di Sharm el-Sheikh, Mesir, para pemimpin dunia sepakat untuk membentuk skema pendanaan yang akan membantu negara-negara yang rentan dalam menghadapi kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim. Para pemimpin dunia secara resmi menyepakati pendanaan tersebut pada gelaran hari pertama COP28 pasa Kamis (30/11/2023) lalu.

Dilaporkan, hampir 200 negara sepakat untuk melakukan pendanaan guna mendukung negara-negara yang terkena dampak pemanasan global. Pada COP28, para pemimpin dunia telah didesak untuk bergerak lebih cepat menuju masa depan energi yang ramah lingkungan dan melakukan pengurangan emisi yang lebih besar.

"Pendanaan kerugian dan kerusakan iklim menjadikan konferensi iklim PBB ini sebagai awal yang baik. Seluruh pemangku kebijakan dan negosiator harus memanfaatkan momentum ini untuk mencapai hasil ambisius kedepannya," kata Ketua Iklim PBB Simon Stiell dalam konferensi pers.

Negara yang menjanjikan pendanaan iklim pada COP28 per 30 November 2023 | Goodstats

Lebih lanjut, Uni Emirat Arab (UEA) mengumumkan komitmennya sebesar US$100 juta dalam skema pendanaan iklim untuk mendukung mitigasi dan pemulihan dampak perubahan iklim. Kemudian, Jerman juga sepakat untuk memberikan dana bantuan sebesar US$100 juta kepada negara-negara yang terdampak.

Selanjutnya, terdapat sejumlah negara yang juga berkomitmen untuk meluncurkan pendanaan iklim, di antaranya adalah Uni Eropa yang sepakat untuk menyalurkan dana bantuan senilai US$246 juta. Lalu, ada Inggris dengan US$40 juta, Amerika Serikat (AS) dengan US$17,5 juta, dan Jepang dengan US$10 juta per 30 November 2023.

Tak berhenti sampai disitu, lebih banyak lagi janji yang diberikan oleh beberapa negara dalam beberapa hari mendatang, seperti Perancis dan Italia yang sama-sama berkomitmen untuk menyalurkan US$, lalu juga ada Irlandia yang menyumbang US$27,1 juta, dan sejumlah negara lainnya. Namun, jumlah ini masih jauh dari angka US$100 miliar yang dibutuhkan oleh negara-negara berkembang.

"Kemajuan yang telah kita capai dalam membentuk dana Kerugian dan Kerusakan sangat penting bagi keadilan iklim, namun dana yang kosong tidak bisa membantu rakyat," kata Madeleine Diouf Sarr, Ketua Kelompok 46 Negara Berkembang dikutip dari CNN.

Global Stocktake COP28 Soroti Kekhawatiran Dunia Dalam Mencapai Target Perjanjian Paris

Komitmen sejumlah negara maju terhadap pendanaan kerugian dan kerusakan iklim memungkinkan para pemangku kebijakan fokus pada Global Stocktake, yang menjadi salah satu fokus utama pembahasan COP28. Global Stocktake merupakan metode evaluasi 5 tahunan yang disepakati dalam Perjanjian Paris tahun 2015.

Tujuannya adalah untuk mengukur progres komitmen iklim 198 negara yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution dan meningkatkan ambisi aksi iklim dari waktu ke waktu. Adapun, Global Stocktake berfokus pada tiga aspek, yakni mitigasi, adaptasi, dan pendanaan.

Pada diskusi Global Stocktake, diketahui bahwa dunia tidak berada pada jalur untuk mencapai target Perjanjian Paris, yang dibentuk pada COP21 Paris. Merujuk data WMO, kini suhu rata-rata kenaikan suhu global telah mencapai 1,1-1,2 derajat C di atas rata-rata pre-industrial, bahkan mencapai 1,4 derajat C.

Padahal, Perjanjian Paris berisikan komitmen dunia untuk membatasi kenaikan suhu bumi sampai di angka minimum 1,5 C dan di bawah 2 derajat C untuk pre-industrial. Para ilmuwan memperingatkan, bahwa jutaan orang di dunia berisiko mengalami bencana gelombang panas, kebakaran hutan dan badai dahsyat jika suhu bumi memanas lebih dari batas yang ditetapkan.

"Pada Global Stocktake COP28, dikemukakan bahwa pencapaian target tidak baik-baik saja. Evaluasi terhadap apa yang sudah dilakukan, what works and what does not work perlu dilakukan segera," ungkap Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystallin dikutip dari Katadata.

Penulis: Nada Naurah
Editor: Editor

Konten Terkait

Seluk Beluk Kebiasaan Menabung dan Pengelolaan Keuangan Anak Muda: Sudahkah Cerdas Finansial?

Kurangnya disiplin (37%) dan kebutuhan mendesak (29,4%) menjadi hambatan utama anak muda dalam menabung, mencerminkan tantangan dalam mengelola keuangan.

Transformasi Indonesia Menuju Pembangunan Berkelanjutan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2024 mencapai 75,02, masuk kategori tinggi menurut data BPS.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook