Apa Saja Tantangan yang Sering Muncul dalam Sektor Perumahan?

Rangkaian tantangan ini menggambarkan bahwa sektor perumahan adalah bidang yang kompleks dan terus berubah.

Apa Saja Tantangan yang Sering Muncul dalam Sektor Perumahan? Ilustrasi Perumahan | Discovery Property
Ukuran Fon:

Sektor perumahan merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Tidak hanya menyediakan tempat tinggal yang layak bagi masyarakat, sektor ini juga menjadi indikator stabilitas dan pertumbuhan suatu negara.

Namun demikian, perjalanan sektor perumahan tidak selalu mulus. Di balik geliat pembangunan dan meningkatnya permintaan akan hunian, terdapat berbagai dinamika yang kerap menjadi tantangan tersendiri.

Tantangan-tantangan dalam sektor perumahan tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga berkaitan dengan faktor ekonomi, sosial, dan tata kelola. Hal ini menuntut perhatian khusus dari berbagai pihak, baik pemerintah, pelaku industri, maupun masyarakat secara luas.

Harga properti yang tinggi menjadi masalah utama dalam sektor perumahan global | GoodStats

Menurut laporan Ipsos Global yang berjudul Ipsos Housing Monitor 2025, tingginya harga properti menjadi tantangan utama dalam sektor perumahan global saat ini.

Sebanyak 49% responden menyebutkan bahwa harga properti yang melambung membuat impian memiliki rumah semakin sulit dijangkau. Fenomena ini tak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi juga mulai merambah ke kawasan pinggiran.

Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran sering kali mendorong naiknya harga, menciptakan ketimpangan akses terhadap kepemilikan rumah, terutama bagi generasi muda dan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Masalah ini diperparah oleh tingginya biaya sewa yang dirasakan oleh 43% responden. Ketika membeli rumah menjadi hal yang sulit dijangkau, banyak orang akhirnya memilih untuk menyewa.

Namun, biaya sewa yang juga terus meningkat justru menambah beban finansial. Ini menciptakan situasi di mana sebagian besar pendapatan rumah tangga habis hanya untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal, menyisakan sedikit ruang untuk menabung atau berinvestasi dalam aset lainnya.

Di sisi lain, suku bunga yang tinggi turut memperparah kondisi tersebut. Sebanyak 29% responden menyatakan bahwa bunga pinjaman yang mahal membuat proses kredit rumah menjadi tidak terjangkau.

Pajak yang dianggap terlalu tinggi juga menjadi sorotan penting, sebagaimana diungkapkan oleh 28% responden. Pajak properti dan biaya tambahan lainnya kerap menjadi beban tambahan bagi pembeli maupun penyewa.

Tak hanya itu, meningkatnya biaya pembangunan rumah juga menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan. Sebanyak 27% responden menyoroti bahwa bahan bangunan yang semakin mahal, upah tenaga kerja yang naik, serta kendala distribusi logistik berkontribusi pada mahalnya harga jual rumah baru.

Krisis juga muncul dari sisi penyediaan rumah yang terjangkau. Sekitar 18% responden menilai bahwa rumah subsidi yang tersedia masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat.

Dampak dari ketimpangan ini bisa terlihat dari tingkat tunawisma yang masih tinggi. Sebanyak 17% responden menyoroti permasalahan ini sebagai salah satu dampak serius dari kegagalan sistem perumahan.

Selain itu, kurangnya ketersediaan rumah yang sudah dibangun menjadi persoalan tersendiri. Sebanyak 16% responden menyatakan bahwa keterbatasan stok rumah siap huni menghambat proses pencarian tempat tinggal, khususnya bagi mereka yang membutuhkan hunian dalam waktu cepat.

Masalah kualitas rumah pun menjadi perhatian, dengan 15% responden menilai bahwa banyak rumah yang tidak memenuhi standar kenyamanan dan keamanan. Rumah-rumah dengan konstruksi buruk atau material rendah kualitas dapat menimbulkan risiko jangka panjang bagi penghuninya.

Kepadatan penduduk juga memperumit situasi. Sebanyak 10% responden merasa bahwa kawasan padat penduduk memengaruhi kualitas hidup dan kenyamanan dalam bermukim.

Selanjutnya, pembatasan pembangunan yang dirasakan oleh 9% responden menunjukkan bahwa regulasi pemerintah atau batasan tata ruang terkadang menjadi penghambat pengembangan properti.

Di sisi lain, 7% responden beranggapan bahwa menyewa justru lebih menguntungkan dibanding membeli rumah. Pandangan ini menunjukkan pergeseran persepsi masyarakat terhadap kepemilikan properti.

Terakhir, kondisi pasar properti yang “panas” turut menciptakan tantangan. Sebanyak 5% responden mencatat bahwa pasar yang sangat kompetitif dan bergerak cepat sering kali membuat calon pembeli tidak mampu bersaing.

Baca Juga: Indeks Harga Properti Perumahan Naik pada 2024

Penulis: Brilliant Ayang Iswenda
Editor: Editor

Konten Terkait

Siapa Saja yang Berhak Dapat Rumah Subsidi? Ini Rincian 13 Segmen Pekerja, Besaran Kuota, dan Syaratnya

Pada 2025, berdasarkan instruksi Presiden, rumah subsidi ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk 13 kategori pekerja.

Pergerakan di 2025 Nilai Tukar Rupiah Melemah Dekati Rp17 Ribu, Apa Sebab dan Dampaknya?

Pada awal tahun 2025, pergerakan rupiah mengalami pelemahan hingga mendekati Rp17.000 per dolar AS.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook