Bonus demografi yang tengah terjadi di Indonesia sedang hangat diperbincangkan karena merupakan peristiwa luar biasa yang dapat mempengaruhi nasib suatu negara di masa depan dalam jangka waktu yang sangat lama.
Namun, selain bonus demografi yang tengah berlangsung dan diperkirakan akan berakhir di tahun 2041, Indonesia juga perlu mewaspadai munculnya peristiwa besar lain dalam lingkup demografi yaitu ageing population atau populasi yang menua.
Dikutip dari Science Direct, populasi yang menua merujuk pada peningkatan signifikan jumlah individu berusia di atas 65 tahun jika dibandingkan dengan populasi yang lebih muda dan sebagai proporsi dari keseluruhan populasi yang ada.
Perubahan demografi ini dapat mengakibatkan konsekuensi sosial dan ekonomi seperti ketidakseimbangan di masyarakat, perubahan struktur keluarga, hingga kondisi kesehatan maupun politik di suatu negara.
Potret Lansia di Indonesia
Populasi lansia di Indonesia sudah terbilang cukup banyak dan terus bertambah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase lansia sejak tahun 2020 cenderung menunjukkan peningkatan, begitu pula dengan rasio ketergantungan lansia.
Pada tahun 2023, 11,75% penduduk Indonesia adalah lansia. Lansia didefinisikan sebagai penduduk yang berumur di atas 60 tahun dan terbagi menjadi kelompok lansia tua, lansia madya, dan lansia tua berdasarkan kelompok umurnya.
Rasio ketergantungan lansia per tahun 2023 sebesar 17,08%. Ini berarti terdapat 17 lansia yang bergantung pada 100 penduduk usia produktif. Berdasarkan nilai rasio tersebut, setidaknya 1 orang lansia ditopang oleh 6 orang penduduk usia produktif.
Lansia Bekerja dan Hubungannya dengan Latar Pendidikan
Lansia identik dengan orang-orang yang tidak lagi produktif bekerja. Namun di Indonesia, sebagian besar lansia masih aktif bekerja. Per tahun 2023, 53,93% lansia di Indonesia tercatat masih aktif bekerja.
Menurut tingkat pendidikannya, lansia yang masih bekerja ini didominasi mereka yang berlatar pendidikan rendah. Tercatat 78,69% lansia yang bekerja merupakan tamatan SD/Sederajat ke bawah, dengan rincian 38,03% tamat SD/Sederajat sementara 40,66% tidak tamat SD/Sederajat. Hanya ada 4,25% lansia berlatar pendidikan Perguruan Tinggi yang masih bekerja.
Hal ini terjadi lantaran lansia dengan latar pendidikan rendah, saat masih berada di usia produktif cenderung hanya fokus memenuhi kebutuhan hidupnya untuk saat itu saja, dan tidak mempersiapkan dana pensiun sehingga masih harus bekerja keras di hari tuanya.
Dilansir Geriatri, banyaknya lansia berlatar pendidikan rendah yang masih bekerja kemungkinan disebabkan oleh minimnya jaminan hari tua bagi lansia berpendidikan rendah sehingga mereka tetap harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Tingkat Pendidikan Tentukan Sektor Pekerjaan Lansia?
Lansia dengan latar pendidikan rendah lebih rentan terbebani dengan pekerjaan fisik padahal fisiknya sudah tidak sekuat saat dirinya ada di usia produktif. Pertanian menjadi sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja lansia, terutama lansia yang berasal dari latar pendidikan rendah.
Dari keseluruhan lansia tidak tamat SD/sederajat yang masih bekerja, 62,5% bekerja di sektor pertanian. Namun, semakin tinggi tingkat pendidikan lansia, semakin sedikit persentase yang bekerja di sektor pertanian dan semakin banyak yang bekerja di sektor jasa.
Berdasarkan temuan Junaidi dkk (2017), banyaknya lansia yang bekerja di sektor pertanian tak lain karena sektor ini tidak mensyaratkan tingkat pendidikan tertentu. Lansia dengan pendidikan rendah masih memungkinkan untuk bekerja di sektor ini selama fisiknya masih mampu digunakan untuk bekerja di sektor pertanian.
Sementara untuk lansia tamatan perguruan tinggi yang masih bekerja, mereka cenderung lebih banyak bekerja di sektor jasa, sektor yang tidak memerlukan aktivitas fisik yang berat dan lebih erat kaitannya dengan skill yang dimiliki.
Untuk bekerja di sektor ini, umumnya diperlukan syarat kemampuan tertentu yang mana kemampuan ini bisa diperoleh melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun pelatihan.
Baca Juga: Persentase Lansia Makin Naik, Sandwich Generation di Indonesia Merebak?
Penulis: Shofiyah Rahmatillah
Editor: Editor