Saat ini, argentina hadapi ketidaksabilan perekonomian dan politik yang memasuki fase yang semakin memprihatinkan dengan berbagai indikator ekonomi yang menunjukkan penurunan yang signifikan.
Dalam laporan terbaru yang dirilis pekan ini, data-data ekonomi Argentina menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, menegaskan ketidakstabilan yang sedang melanda negara tersebut.
Salah satu dari sejumlah isu utama yang menjadi perhatian adalah lonjakan yang signifikan dalam tingkat inflasi. Data terkini mengungkapkan bahwa inflasi di Argentina telah mencapai titik tertinggi, dengan tingkat sebesar 13,2% (month to mont) pada bulan Februari 2024, yang menandai sebuah puncak yang mengkhawatirkan dalam catatan ekonomi negara tersebut.
Sementara secara tahunan (year on year), tingkat inflasi mencapai angka yang mencengangkan, yaitu 276,2%. Lonjakan inflasi yang begitu drastis ini tidak hanya menciptakan ketidakstabilan ekonomi yang mengkhawatirkan, tetapi juga menimbulkan dampak yang meresahkan bagi kehidupan sehari-hari masyarakat Argentina.
Dengan tingkat inflasi yang begitu tinggi, Argentina tercatat sebagai negara dengan inflasi terburuk di dunia, yang berpotensi menghantam daya beli masyarakat serta meningkatkan tingkat kemiskinan.
Dampak langsung dari inflasi yang meroket ini adalah memaksa sejumlah warga Argentina untuk bertahan hidup dengan cara yang tidak terbayangkan sebelumnya. Banyak di antara mereka terpaksa melakukan pengaisan sampah sebagai upaya untuk memperoleh makanan sehari-hari.
Presiden Argentina, Javier Milei, yang menghadapi tekanan besar untuk menstabilkan ekonomi, telah mengambil sejumlah langkah keras dalam upaya mengatasi inflasi. Langkah-langkah tersebut termasuk pemotongan belanja negara yang signifikan, penargetan subsidi untuk utilitas dan transportasi, serta upaya untuk menyederhanakan program kesejahteraan guna meminimalisir beban fiskal negara.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, inflasi hanyalah salah satu dari sejumlah masalah yang tengah dihadapi oleh Argentina. Tingkat suku bunga di negara tersebut juga mencapai puncaknya, mencapai angka sekitar 130% pada akhir tahun 2023.
Untuk mengatasi masalah ini, bank sentral mengambil langkah-langkah pengetatan moneter yang agresif, sebagai bagian dari strategi untuk menangani eskalasi inflasi yang semakin parah. Namun, dampak dari kebijakan tersebut tidak hanya terbatas pada penurunan tingkat inflasi, tetapi juga berdampak pada daya beli masyarakat yang semakin tergerus.
Di sisi lain, masalah struktural dalam perekonomian Argentina semakin terkuak. Rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencatat angka yang sangat tinggi, berada di kisaran 85% pada tahun 2022, menunjukkan peningkatan yang signifikan dari tahun sebelumnya. Angka ini mencerminkan tantangan serius dalam mengelola beban utang negara yang terus meningkat.
Sementara itu, defisit anggaran pemerintah juga terus membesar, mencapai 2,4% dari PDB pada tahun yang sama, sebuah angka yang jauh melampaui rata-rata historis. Hal ini menunjukkan ketidakseimbangan dalam pengelolaan keuangan negara dan menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Kedua masalah ini secara bersama-sama menciptakan lingkungan ekonomi yang tidak stabil dan menantang bagi Argentina. Dengan beban utang yang terus meningkat dan defisit anggaran yang semakin membesar, pemerintah dihadapkan pada tekanan untuk mencari solusi yang efektif dalam mengelola keuangan negara.
Tantangan ini tidak hanya mempengaruhi stabilitas ekonomi jangka pendek, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan kemampuan Argentina untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dalam jangka panjang.
Para ahli ekonomi dan analis memperingatkan bahwa kondisi ini menandakan bahwa Argentina tengah menghadapi tantangan yang serius dalam mengelola perekonomiannya. Meskipun upaya-upaya reformasi telah diterapkan, dampaknya masih belum cukup untuk mengubah arah penurunan ekonomi yang terus berlanjut.
Penulis: Willy Yashilva
Editor: Iip M Aditiya