Dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret, setiap tahunnya Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) rutin merilis Catatan Tahunan (Catahu).
Pada tahun ini, Catahu Komnas Perempuan diberi tajuk "Bayang-bayang Stagnansi: Daya Pencegahan dan Penanganan Berbanding Peningkatan Jumlah, Ragam, dan Kompleksitas Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan."
Dalam keterangannya, Catahu 2022 berusaha memberikan gambaran umum tentang dinamika jumlah, ragam jenis, bentuk, ranah, serta hambatan-hambatan struktural, kultural maupun substansi hukum dalam penanganan Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan (KBGTP).
Yang menjadi sorotan, data utama Catahu 2022 menerangkan bahwa terdapat 338.496 kasus KBGTP di Indonesia sepanjang 2021.
Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah menjelaskan bahwa angka tersebut terdiri atas 3.838 kasus laporan Komnas Perempuan, 7.029 kasus laporan dari total 129 lembaga layanan, dan 327.629 kasus laporan Badan Peradilan Agama (Badilag).
Angka ini meningkat sekitar 49,73 persen dibanding jumlah kasus KBGTP di Indonesia pada tahun 2020 yang hanya berjumlah 226.062 kasus. Terlebih, jumlah kasus tahun 2021 juga disebut menjadi yang tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Dalam 10 tahun terakhir, terdapat 2.247.594 kasus KBGTP di Indonesia. Pada tahun 2012 hingga 2015, jumlah kasus KBGTP di Indonesia terus meningkat lebih dari 5.000 kasus setiap tahunnya hingga mencapai 204.794 kasus pada tahun 2015.
Pada 2016, jumlah kasus KBGTP sempat turun sekitar 20 persen menjadi 163.116 kasus. Namun, jumlah kasus pada 2017 hingga 2019 kembali meningkat lebih dari 20 ribu kasus setiap tahunnya dan mencapai 302.686 kasus pada 2019.
Jumlah kasus KBGTP di Indonesia pada tahun pertama pandemi mengalami penurunan sekitar 25,31 persen dari total kasus tahun 2019 menjadi 226.062 kasus. Namun, jumlah kasus pada 2021 melonjak tajam menjadi 338.496 kasus.
Komnas Perempuan menyebut lonjakan pada tahun kedua pandemi ini terjadi salah satunya karena perangkat akses laporan (dalam bentuk daring) telah mulai dikenal dan diikuti oleh para penyintas karena adanya kesadaran publik untuk mengadukan kasusnya.
Penulis: Raihan Hasya
Editor: Editor