Kesehatan mental masih menjadi isu yang banyak dibicarakan saat ini. Terlebih lagi, akses digital dan perkembangan teknologi yang semakin canggih membuat informasi terkait isu ini mudah diakses dan diketahui oleh siapa saja.
Permasalahan kesehatan mental yang dihadapi setiap generasi berbeda-beda. Namun secara umum, ada beberapa faktor utama yang berdampak negatif terhadap kesehatan mental publik. Faktor-faktor ini dikhawatirkan tidak hanya mengganggu kesehatan mental, namun juga merusak aspek lain seperti kesehatan fisik dan masalah sosial.
AXA bekerja sama dengan Ipsos melakukan survei global bertajuk AXA Mind Health Index pada 8 Oktober-11 November 2024. Survei ini melibatkan 17.000 responden dari 16 negara dengan rentang umur 18-75 tahun, bertujuan untuk memperluas pembahasan kesehatan mental dan mengungkap peluang bagi para pembuat kebijakan untuk mengambil tindakan yang lebih serius terkait dengan isu ini.
Hasil survei tersebut menunjukkan sebanyak 53% responden mengungkapkan ketidakstabilan finansial dan ketidakamanan bekerja sebagai faktor utama gangguan kesehatan mental.
Di era sekarang ini, di mana gempuran permasalahan ekonomi berada di puncaknya, ketidakstabilan finansial menjadi penyebab kekhawatiran utama publik. Kesulitan mencari pekerjaan, fenomena pengangguran, hingga kemiskinan memicu kecemasan hingga berdampak negatif pada kesehatan mental.
Tidak hanya itu, biaya hidup yang semakin tinggi serta kebutuhan yang terus bertambah juga menjadi beban pikiran bagi publik. Menurut survei Deloitte bertajuk 2025 Gen Z and Millennial Survey yang melibatkan 23.482 responden dari 44 negara pada Oktober-Desember 2024, isu yang paling dikhawatirkan oleh Gen Z adalah biaya hidup.
Kemudian, job insecurity atau ketidakamanan kerja juga menjadi faktor utama gangguan kesehatan mental. Job insecurity sendiri terjadi ketika seorang tenaga kerja tidak yakin apakah Ia bisa mempertahankan pekerjaannya saat ini. Peristiwa ini banyak terjadi pada saat masa Covid-19 dimana banyak perusahaan merumahkan para karyawan karena pandemi. Mereka yang mengalami job insecurity seringkali merasa akan dipecat dari pekerjaannya tanpa benar-benar mengetahui hal itu akan terjadi atau tidak.
Selain itu, 53% publik juga merasa bahwa ketidakpastian masa depan di dunia yang berubah dengan cepat ini berdampak negatif bagi kesehatan mental. Salah satu contohnya yaitu perubahan iklim, kasus hilangnya hutan hujan tropis yang membuat suhu bumi semakin panas menimbulkan kekhawatiran apakah bumi masih bisa menjadi tempat yang layak di masa depan. Tak hanya itu, berbagai konflik dan perpecahan sosial di berbagai belahan dunia juga menimbulkan ancaman dan kecemasan yang besar bagi publik.
Selanjutnya, sebanyak 45% responden global mengungkapkan paparan berita negatif yang secara terus-menerus ditayangkan oleh media menimbulkan gangguan kesehatan mental. Isu-isu global seperti masalah ekonomi, kesehatan yang memburuk, terorisme, hingga konflik antar negara menjadi kekhawatiran utama.
Berikutnya, sebanyak 42% responden merasa kerusuhan sosial dan politik juga memicu gangguan kesehatan mental publik. Contohnya di Indonesia sendiri, belakangan ini isu politik selalu menjadi masalah utama yang memicu keresahan dan kecemasan bagi masyarakatnya. Konflik-konflik tersebut seperti kebijakan kontroversial pemerintah, pelanggaran hak berekspresi, hingga gelombang demonstrasi.
Terakhir, kesepian dan isolasi sosial juga memberikan dampak buruk bagi kesehatan mental publik (42%).
Sumber Informasi Publik Global Terkait Kesehatan Mental
Maraknya isu kesehatan mental ini mengharuskan tiap individu agar mendapatkan informasi yang valid dan lengkap, agar tidak mudah terpicu oleh kabar bohong ataupun hoax yang dapat memicu masalah lainnya. Sumber informasi tersebut haruslah benar-benar terpercaya dan tidak asal-asalan.
Hasil survei AXA juga mencatat bahwa 69% responden sudah mendapatkan informasi secara lengkap terkait kesehatan mental. Kemudian dapat dilihat bahwa 52% responden mencari informasi dari sumber yang terpercaya, yaitu tenaga kesehatan seperti dokter, psikolog, dan terapis. Meskipun begitu, 41% responden justru memilih untuk mendapatkan informasi secara online, yaitu melalui situs atau blog. Hal ini perlu diperhatikan karena tidak semua informasi yang ada di media sosial dan internet itu dapat dijamin kebenarannya.
Selain itu, responden juga menerima dan mendapatkan informasi terkait kesehatan mental dari sumber-sumber lain seperti keluarga dan teman (36%), media sosial (31%), televisi dan media (26%), buku dan bahan cetak lainnya (22%), serta tempat kerja atau program pendidikan (14%).
Pemeriksaan Kesehatan Mental Gratis
Untuk mengantisipasi isu kesehatan mental semakin parah, AXA Mandiri memberikan layanan pemeriksaan kesehatan mental secara gratis. Dilansir dari Antara News, Direktur Utama AXA Mandiri, Handojo G. Kusuma membuka layanan pemeriksaan kesehatan mental ini bagi warga Jakarta yang mengalami tekanan baik itu akibat pekerjaan atau kemacetan lalu lintas.
"Kondisi lalu lintas di Jakarta yang sering macet jangan dianggap sebelah mata, berbagai studi menunjukkan, kemacetan dan waktu tempuh perjalanan berpengaruh pada tingkat stres dan kesehatan mental," ujar Handojo, Kamis (5/6/2025).
Handojo juga menambahkan bagi yang ingin memeriksakan kesehatan mental gratis bisa langsung mengunjungi situs AXA's Mind Health Selfcheck. Dengan adanya layanan ini, diharapkan masyarakat semakin pintar dalam mengelola stres agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan mental.
Baca Juga: 15,5 Juta Remaja Indonesia Mengalami Masalah Kesehatan Mental
Penulis: Salamah Harahap
Editor: Editor