Terdapat berbagai peninggalan nenek moyang yang menjadi saksi sejarah peradaban dari waktu ke waktu. Peninggalan tersebut dinamakan artefak, yang keberadaannya harus terus dijaga dan dilestarikan bersama. Namun, meningkatnya aksi pencurian artefak di Indonesia membuat nilai sejarah artefak semakin dipertanyakan.
Apa Itu Artefak?
Mengutip dari CNN Indonesia, artefak adalah benda yang dibuat oleh manusia zaman dahulu dengan bahan alam atau teknologi tertentu sesuai zamannya. Ciri-ciri artefak dapat dilihat dari bahannya yang tidak mudah rusak apabila dipindah-pindahkan, mengingat orang zaman dahulu masih bersifat nomaden.
Kehadiran artefak berguna untuk melihat perkembangan kemajuan budaya antar periode sejarah di zaman dahulu. Peran artefak sangat besar bagi perkembangan sejarah di Indonesia. Kini, masyarakat yang lahir di era modern pun dapat mengetahui bagaimana kondisi nenek moyang selama bertahan hidup melalui sebuah artefak.
Minimnya Penjagaan Artefak Menyebabkan Aksi Pencurian
Namun realitanya, artefak yang mengandung nilai sejarah tinggi tersebut tidak dianggap demikian oleh pemerintah. Upaya perlindungan masih minim menyebabkan tingginya kasus pencurian benda-benda budaya dan sejarah lainnya.
Mengutip dari Deutsche Welle, kasus pencurian ini termasuk aksi penjajahan. Aksi pencurian artefak sama saja dengan aksi eksploitasi yang dilakukan bangsa Eropa terhadap sumber daya alam (SDA) Indonesia dahulu. Dalam hal ini, negara lain juga telah mengeksploitasi Indonesia dengan mencuri peninggalan sejarahnya, seperti artefak.
Pencurian Tiga Peninggalan Majapahit oleh Komplotan AS
Adanya peninggalan bersejarah di Indonesia juga menarik perhatian beberapa negara lain. Hal ini dapat terlihat dari aksi pencurian tiga artefak yang dilakukan oleh Amerika Serikat pada 2021 lalu. Ketiga artefak tersebut dicuri melalui penyelundupan dari Bali dan Singapura.
Adapun tiga artefak yang dicuri merupakan tiga arca hindu peninggalan masa kerajaan Majapahit. Subhash Kapoor berhasil menyelundupkan tiga arca hindu yang nilainya mencapai US$143 juta.
Berdasarkan data di atas, tiga peninggalan sejarah yang dicuri Subhash meliputi patung Dewa Siwa, Dewi Parwati, dan Dewa Ganesha. Ketiganya memiliki taksiran nilai ratusan juta, mulai dari Rp186,3 juta, Rp467,8 juta, serta Rp596,8 juta.
Pengembalian Tiga Curian Artefak oleh AS
Meskipun aksi pencurian ini sempat menimbulkan kegemparan di dunia sejarah dan arkeologi Indonesia, pada pertengahan Juli 2021 lalu ketiga barang tersebut sudah dikembalikan ke Indonesia. Pemerintah AS pun turun tangan dengan mengembalikan tiga artefak tersebut kepada Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI).
Mengutip dari BBC, seorang Departemen Keamanan dalam Negeri AS (DHS) Hilmar mengatakan bahwa pihak otoritas Amerika Serikat berhasil mengamankan barang-barang tersebut yang didapat dari jaringan perdagangan gelap di Amerika.
Menanggapi pernyataan tersebut, seorang arkeolog senior Indonesia, Junus Satrio Atmodjo, mengatakan bahwa artefak Indonesia memang sering dikembalikan oleh pemerintah AS.
Entah bagaimana proses perjalanan dan pemeriksaan, Junus mengherankan bagaimana barang-barang sejarah ini dapat lolos dari pengawasan bea cukai, khususnya di dalam negeri.
Baca Juga: Hampir 100 Ribu Kasus Setiap Tahunnya, Aksi Pencurian di Indonesia Belum Diusut Tuntas
Sepanjang 2021-2023, Aksi Pencurian Artefak Masih Berlanjut
Dalam laporan BBC, sepanjang tahun 2021-2023, Kantor Kejaksaan dan DHS terus menemukan lebih dari 2.500 barang bersejarah yang diperdagangkan oleh Kapoor dan jaringannya.
Aksi pencurian ini sudah menjadi rahasia umum yang memperlihatkan minimnya pengawasan dari pemerintah. Apabila setiap tahunnya terus terjadi, tidak menutup kemungkinan terdapat kerja sama yang terjalin dengan suatu kelompok di Indonesia.
Junus mengatakan bahwa barang-barang bersejarah memang dapat diperdagangkan dan dibeli secara legal oleh museum atau kolektor. Namun, perpindahan tangan tersebut kerap kali mengakibatkan terjadinya penyelundupan dan pencurian, seperti kasus di atas.
Sejauh ini, aksi pencurian, penyelundupan, perdagangan benda sejarah dapat dikategorikan sebagai isu yang jarang diungkapkan. Namun, kasus ini benar-benar terjadi dan dapat merugikan negara. Selain dari segi ekonomi, nilai sejarah pun menjadi korbannya.
Dengan demikian, upaya penuntasan aksi pencurian ini harus segera dilaksanakan. Direktur Perlindungan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ristek Judi Wahjudi, berjanji akan memperkuat kerja sama dengan Polri dan Interpol lintas negara lewat Memorandum of Understanding (MOU) demi mencegah dan memitigasi terjadinya pencurian maupun penyelundupan artefak berharga.
Janganlah kehidupan modern saat ini membuat masyarakat lupa akan pentingnya sejarah.
Penulis: Zakiah machfir
Editor: Editor