Pada 3 Desember 2024, Presiden Yoon Suk Yeol mengejutkan publik dan aparat negara dengan mengumumkan pemberlakuan darurat militer. Keputusan yang tidak didahului dengan komunikasi kepada pihak terkait, seperti kementerian pertahanan dan kepala staf angkatan bersenjata, memunculkan gelombang protes dan keprihatinan di kalangan pejabat dan masyarakat Korea Selatan.
Sebagai respons, parlemen Korea Selatan tidak hanya segera mengajukan mosi untuk membatalkan darurat militer tersebut, tetapi juga mengambil langkah-langkah tegas dengan menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah pejabat terkait. Menteri Pertahanan Kim Yong Hyun mengundurkan diri, sementara tiga jenderal tinggi, termasuk Komandan Garnisun Ibu Kota Letnan Jenderal Lee Jin Woo, Panglima Komando Operasi Khusus Angkatan Darat Letnan Jenderal Kwak Jong Keun, dan Komandan Kontra Intelijen Militer Letnan Jenderal Yeo In Hyung, dibebastugaskan. Yeo bahkan disebut-sebut telah melakukan penyadapan terhadap politisi dan pejabat negara atas perintah Presiden Yoon.
Gelombang Amarah dan Dukungan terhadap Pemakzulan
Amarah terhadap kebijakan darurat militer yang mendadak tersebut semakin membesar. Tidak hanya kalangan oposisi yang menyerukan pemakzulan, tetapi juga banyak anggota Partai Kekuatan Rakyat (PPP), partai yang sebelumnya mendukung Yoon, mulai berbalik arah. Han Dong Hoon, Ketua PPP, bahkan menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengubah keputusan terkait pemakzulan Yoon. Menurutnya, fakta-fakta yang terungkap menunjukkan bahwa pemakzulan adalah langkah yang perlu dilakukan untuk melindungi negara dan rakyat Korea Selatan.
Salah satu fakta mengejutkan yang muncul adalah pengakuan dari Wakil Direktur Badan Intelijen Nasional (NIS) Hong Jang Won, yang mengungkapkan bahwa Yoon memerintahkan penangkapan sejumlah politisi dan pejabat negara. Meskipun perintah tersebut tidak ditindaklanjuti, pengungkapan ini semakin memperburuk citra Presiden Yoon di mata publik dan parlemen.
Proses Pemakzulan yang Memanas
Pada 5 Desember 2024, kubu oposisi di parlemen mengajukan mosi pemakzulan terhadap Presiden Yoon. Dalam waktu singkat, 192 dari 300 anggota parlemen sudah menyatakan dukungannya terhadap mosi tersebut. Untuk dapat disahkan, mosi ini memerlukan dukungan setidaknya 200 anggota parlemen. Dengan demikian, mosi ini membutuhkan dukungan tambahan dari sekurangnya delapan anggota dari fraksi PPP yang masih terbelah.
Jumlah kursi di Parlemen Korea Selatan menjadi faktor penentu dalam keputusan ini. Dengan total 300 kursi yang dibagi antara blok oposisi yang menguasai 192 kursi dan PPP yang memiliki 108 kursi, pemakzulan Yoon membutuhkan aliansi lintas partai. Meskipun PPP dan mitra koalisinya mendominasi parlemen, ketidakpuasan yang berkembang di tubuh partai mereka terhadap kepemimpinan Yoon membuat keputusan semakin tidak pasti.
Sebagai tambahan, di tubuh PPP sendiri terdapat pembagian opini yang signifikan. Beberapa anggota PPP tetap mendukung Presiden Yoon, sementara yang lain mulai berpaling dan menyatakan dukungan terhadap mosi pemakzulan. Ini menunjukkan bahwa meskipun PPP memiliki mayoritas kursi, perpecahan internal dapat memengaruhi proses pengambilan keputusan di parlemen.
Baca Juga: Deretan Drama Korea Terpopuler di Netflix, Mana Favoritmu?
Mosi Pemakzulan: Hasil Pemungutan Suara
Proses pemakzulan dimulai ketika kubu oposisi mengajukan mosi untuk menggulingkan Presiden Yoon. Mosi ini membutuhkan dukungan minimal 200 anggota Majelis Nasional untuk dapat disahkan. Dalam pemungutan suara yang dilakukan pada Sabtu (14/12), hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas anggota parlemen mendukung pemakzulan Yoon. Dari 300 anggota parlemen, sebanyak 204 anggota mendukung mosi pemakzulan, sementara 85 anggota menolak, 3 abstain, dan 8 suara dinyatakan tidak sah.
Keputusan tersebut menggambarkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap kepemimpinan Yoon, tidak hanya di kalangan oposisi, tetapi juga di dalam partai pemerintah sendiri. Meskipun PPP memiliki 108 kursi, perpecahan internal partai tersebut berujung pada dukungan sebagian anggotanya terhadap mosi pemakzulan, mencerminkan ketegangan dan perpecahan dalam tubuh pemerintah.
Langkah Selanjutnya: Mahkamah Konstitusi & Kekuasaan yang Dilepaskan
Setelah pemungutan suara di Majelis Nasional, mosi pemakzulan sekarang akan diteruskan ke Mahkamah Konstitusi untuk peninjauan lebih lanjut. Mahkamah Konstitusi, yang terdiri dari tujuh hakim, akan menilai apakah pemakzulan tersebut sah menurut konstitusi Korea Selatan. Agar mosi pemakzulan diterima, dibutuhkan persetujuan dari minimal enam hakim.
Jika Mahkamah Konstitusi menyetujui pemakzulan ini, Presiden Yoon akan resmi dicopot dari jabatannya. Namun, proses ini bisa memakan waktu hingga 108 hari untuk diproses. Selama periode ini, Perdana Menteri Han Duck Soo akan bertindak sebagai penjabat presiden, yang memiliki waktu paling lama 60 hari untuk mengadakan pemilihan umum guna memilih presiden baru.
Namun, ada kemungkinan bahwa proses ini bisa terhenti lebih cepat jika Yoon memilih untuk mengundurkan diri secara sukarela, meskipun ini tampaknya tidak menjadi pilihan utama bagi Yoon mengingat pengaruh politik dan kekuasaan yang masih dimilikinya.
Meskipun Presiden Yoon akan diskors dari tugasnya jika pemakzulan disetujui, ia tetap secara teknis memegang gelar sebagai presiden. Dalam kondisi ini, kekuasaan eksekutif yang biasanya dimiliki oleh presiden, seperti hak untuk menyatakan darurat militer, menunjuk pejabat tinggi, serta menandatangani perjanjian internasional, akan dialihkan kepada penjabat presiden, yaitu Perdana Menteri Han Duck Soo. Namun, Yoon masih akan memiliki beberapa hak, termasuk tinggal di kediaman presiden dan menerima perlindungan keamanan, serta gaji tahunan sebesar 255 juta won (sekitar Rp2,8 miliar).
Jika akhirnya dicopot dari jabatannya, Yoon akan kehilangan hak-hak istimewa yang diberikan kepada mantan presiden, termasuk pensiun seumur hidup yang setara dengan 95% dari gajinya saat menjabat dan staf yang mendukungnya. Namun, ia tetap akan mendapatkan perlindungan keamanan, meskipun tidak lagi mendapatkan dukungan finansial untuk kegiatan pribadi.
Baca Juga: Popularitas K-Pop Jadikan Korea Selatan sebagai Negara dengan Seni dan Hiburan Terbaik
Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor