Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2024. Per Juni 2024, IPAK Indonesia hanya mencapai skor 3,85 dari 5. Sementara itu, target IPAK dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah 4,14.
Dalam grafik, terlihat bahwa target IPAK dalam RPJMN selalu meningkat meskipun belum pernah ada target yang tercapai di tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini, skor IPAK dan target RPJMN menunjukkan gap yang paling tinggi.
Terdapat dua dimensi penyusun skor IPAK, yakni dimensi persepsi dan dimensi pengalaman. Dimensi persepsi bicara mengenai penilaian/pendapat terhadap kebiasaan perilaku anti korupsi di masyarakat. Sedangkan dimensi pengalaman merupakan pengalaman anti korupsi yang terjadi di masyarakat.
Dimensi persepsi mencapai skor 3,89 dan menunjukkan penurunan sebanyak 0,06 poin dari tahun lalu. Artinya, semakin banyak orang yang menganggap bahwa korupsi adalah hal yang wajar dilakukan. Tak hanya di lingkup pemerintahan, survei ini menggambarkan situasi yang ada di masyarakat.
Sejalan dengan dimensi persepsi yang juga mengalami penurunan, dimensi pengalaman kehilangan 0,07 poin dari tahun lalu. Kini, skornya hanya sebesar 3,76. Dimensi pengalaman ini nilainya relatif selalu lebih rendah dari dimensi persepsi.
Suap Menyuap Demi Bangku Sekolah
Topik terkait penerimaan murid baru di sekolah menjadi salah satu indikator yang menyebabkan penurunan skor dari dimensi persepsi. Saat ini, semakin banyak masyarakat yang menilai bahwa memanfaatkan hubungan keluarga dalam seleksi penerimaan murid atau mahasiswa baru merupakan hal yang normal.
Persepsi ini mendapat 71,89% suara dan menunjukkan ada penurunan hingga 3,38%. Artinya, lebih dari separuh responden mewajarkan tindakan “menitip nama” saat proses pendaftaran murid atau mahasiswa baru.
Persepsi terhadap guru, dosen, atau tenaga kependidikan yang membantu orang lain yang bukan anak kandung untuk masuk sekolah atau kampus tempatnya bekerja juga dianggap semakin lumrah. Persepsi ini memperoleh skor 65,50%, ada penurunan skor 7,02% dari tahun sebelumnya.
Juni lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat banyak aduan terkait aktivitas suap-menyuap pada masa penerimaan siswa baru. Imbasnya, KPK mengeluarkan surat edaran pencegahan rasuah dan pengendalian gratifikasi.
“Hal ini dilatari maraknya praktik kecurangan dalam bentuk suap, pemerasan, dan gratifikasi pada proses penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Indonesia,” ungkap Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati (3/6), mengutip Media Indonesia.
Kini tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak hanya ditemukan di lingkaran pemerintah dan pejabat, melainkan juga tumbuh di masyarakat. Semakin banyak yang mewajarkan tindakan kecurangan tersebut menunjukkan bahwa etika dan moralitas masyarakat Indonesia semakin mengkhawatirkan.
Baca juga: Lembaga Mana yang Paling Sering Terjerat Korupsi?
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor