Bicara ancaman lingkungan seolah tak ada habisnya. Sebagai negara dengan keanekaragaman hayati yang begitu kaya, pada akhirnya banyak spesies di Indonesia yang terancam punah, mulai dari badak Jawa, harimau Sumatera, orang utan, dan masih banyak lagi. Tak lain tak bukan, penyebab utamanya tentu saja akibat krisis ekologi yang mengakibatkan perubahan iklim dan bencana alam. Tak ayal, manusia turut ambil peran dalam mendorong krisis ekologi di dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Institute for Economics & Peace (IEP) mencetuskan Ecological Threat Report 2024 yang bertujuan untuk mengukur ancaman ekologis yang dihadapi negara-negara di dunia, termasuk ke dalamnya perubahan iklim, kelangkaan makanan dan air, serta faktor-faktor yang mendorong naiknya konflik bersenjata. Di laporan edisi kelima ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa negara dengan skor ancaman ekologis yang tinggi cenderung memiliki tingkat konflik yang tinggi pula, serta level keamanan sosial yang rendah.
Tahun ini, ETR 2024 melibatkan 207 negara, 50 di antaranya menghadapi ancaman ekologis yang tinggi atau sangat tinggi. Menurut IEP, sekitar 1,3 miliar orang tinggal di negara tersebut dan jumlahnya naik menjadi 2 miliar orang di 2050 mendatang.
Skor ancaman ekologis diukur dari skala 1-5, di mana semakin tinggi skornya, maka semakin besar pula krisis ekologis yang dihadapi negara tersebut. Terdapat 4 indikator yang digunakan untuk menilai skor tersebut, yakni risiko kelangkaan air, ketahanan pangan, tekanan demografis, dan dampak bencana alam. Keempat indikator diukur di tingkat subnational, kemudian dihitung kembali di tingkat nasional.
Adapun saat ini, sebanyak 26% negara masuk kategori ancaman yang sangat rendah, 26% masuk kategori rendah, 19% masuk ancaman medium, 18% masuk kategori tinggi, dan 11% masuk kategori sangat tinggi.
Di tahun ini, Indonesia meraih skor ancaman ekologis sebesar 2,82, berkurang drastis dari tahun sebelumnya yang sebesar 4,51 poin. Indonesia pun masuk kategori ancaman medium.
Untuk lebih detilnya, Indonesia meraih skor 1,54 untuk tekanan demografis, 1,74 untuk ketahanan pangan, 1,96 untuk dampak bencana alam, dan 3,87 untuk risiko kelangkaan air. Dapat dilihat bahwa ancaman ekologis terbesar yang dihadapi saat ini adalah terkait kelangkaan air.
Menurut laporan Proyeksi Ketersediaan Air dari Badan Pusat Statistik (BPS), ketersediaan air per kapita di 2035 mendatang akan tersisa 181.498 meter kubik per kapita per tahun. Nilai tersebut berkurang jauh dari tahun 2010, di mana ketersediaannya mencapai 265.420 meter kubik per kapita per tahun. Tidak hanya itu, beberapa daerah juga mengalami risiko kelangkaan air akibat penurunan curah hujan dan faktor perubahan iklim lain seperti El Nino.
Sementara itu di tingkat ASEAN, Timor Leste menjadi negara dengan skor ancaman ekologis tertinggi, mencapai 3,76. Sama seperti Indonesia, indikator kelangkaan air menjadi yang paling mengkhawatirkan, skornya mencapai 4,25.
Sebaliknya, Singapura dengan skor 1,46 meraih posisi pertama di ASEAN sebagai negara dengan skor ancaman ekologis terendah. Negara ini menghadapi tantangan terberat di indikator tekanan demografis, sedangkan ketiga indikator lainnya meraih skor terendah sebesar 1.
Secara global, Niger tercatat meraih skor ancaman ekologis tertinggi, yakni sebesar 5. Sedangkan terendah kini dipegang oleh Greenland dengan skor 1.
Baca Juga: Ramah Lingkungan, Inilah Jajaran Negara dengan Emisi Karbon Terendah di Dunia
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor