Masyarakat Indonesia kini makin melek finansial, tercatat dari kenaikan indeks literasi dan inklusi keuangan 2022 berdasarkan laporan yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hasilnya, indeks literasi keuangan masyarakat meningkat menjadi 49,88% pada 2022, naik dari 38,03% pada 2019.
Indeks ini menunjukkan bahwa dari setiap 100 jiwa penduduk Indonesia, terdapat sekitar 49 orang yang memiliki pemahaman mengenai lembaga dan produk jasa keuangan dengan baik. Sementara, indeks inklusi keuangan 2022 mencapai 85,10%, meningkat dari 76,19% pada 2019.
Adapun, survei tersebut dilaksanakan mulai dari periode Juli hingga September 2022 di 34 provinsi yang mencakup sebanyak 76 kota/kabupaten. Survei itu diikuti oleh responden sebanyak 14.634 orang yang berusia antara 15-79 tahun.
Sebagai informasi, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 tersebut juga menggunakan parameter, metode, dan indikator yang sama dengan laporan sebelumnya. Rinciannya, indikator indeks literasi keuangan terdiri dari parameter pengetahuan, keterampilan, keyakinan, sikap, dan perilaku. Sedangkan, indeks inklusi keuangan menggunakan parameter penggunaan (usage).
Meskipun indeks literasi dan inklusi keuangan nasional pada tahun 2022 mencatatkan kenaikan dibanding tahun-tahun sebelumnya, sayangnya kesenjangan atau gap antar literasi dan inklusi masih tinggi.
Besarnya gap literasi-inklusi keuangan nasional
Berdasarkan laporan SNLIK 2022, gap antara tingkat literasi dan inklusi keuangan Indonesia semakin menurun. Dilaporkan, gap antar tingkat literasi-inklusi pada 2022 sebesar 35,42%, menurun dari 38,16% pada 2019.
Meski begitu, angka tersebut terbilang masih cukup tinggi. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa menyayangkan hal ini. Ia menjelaskan, salah satu risiko yang timbul dari tingginya gap tersebut adalah masyarakat belum sepenuhnya memahami manfaat dan risiko dalam menggunakan produk jasa keuangan.
“Yang paling parah, apabila ternyata masyarakat menggunakan produk jasa keuangan ilegal. Saat harus memenuhi kewajibannya, dikejar dengan cara-cara yang tidak etis,” tuturnya dalam Media Gathering OJK di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat pada Kamis, (22/6/2023) seperti dikutip dari Katadata.co.id.
Gap yang tinggi antara tingkat literasi dan inklusi juga terlihat dari sisi sektor jasa keuangan. Dilaporkan, sektor perbankan memiliki indeks literasi keuangan sebesar 49,93% pada 2022. Sementara di tahun yang sama, indeks inklusi keuangannya mencapai 74,03%.
Kemudian, ada pula sektor jasa keuangan lain yang juga mencatatkan kesenjangan tinggi. Salah satunya adalah sektor dana pensiun yang melaporkan indeks literasi keuangan sebesar 30,46% pada 2022. Sementara, indeks inklusi keuangannya hanya mencapai 5,42%.
Dari sisi gender, indeks literasi keuangan perempuan untuk pertama kalinya tercatat lebih tinggi yaitu sebesar 50,33% dibanding laki-laki 49,05% pada 2022. Ini terjadi karena OJK pada periode tahun 2020-2022 menjadikan perempuan sebagai prioritas dalam arah strategis literasi keuangan.
Sementara, di sisi lain indeks inklusi keuangan laki-laki masih lebih tinggi pada 2022 dari perempuan. Angkanya mencapai 86,28%, sedangkan indeks inklusi keuangan perempuan pada tahun yang sama sebesar 83,88%.
Tak sampai di situ, OJK juga melaporkan adanya kesenjangan pada tingkat inklusi di perkotaan dan perdesaan sebesar 4,04% pada 2022. Tercatat, tingkat inklusi keuangan di wilayah perkotaan sebesar 86,73%, sedangkan perdesaan 82,69%.
Sebagai upaya untuk memperkecil gap tersebut, Aman mengatakan bahwa pihaknya terus menggalakkan sejumlah program untuk meningkatkan indeks literasi dan inklusi finansial Indonesia. ini termasuk dengan meningkatkan jumlah Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD).
“Target kita, TPAKD itu ada di seluruh kabupaten dan kota. Ini akan dibentuk sebagai unit yang masih bisa dikontrol OJK,” ujarnya seperti dikutip dari Katadata.co.id.
Lebih lanjut, TPAKD adalah forum koordinasi bagi lembaga pemerintah dan pemangku kepentingan sebagai upaya dalam mempercepat akses keuangan di tiap daerah di tanah air. Hingga kini, jumlah TPAKD di Indonesia masih mencapai 80% atau sekitar 493 unit dari target sebanyak 514 unit.
“Dengan makin banyaknya TPAKD, diharapkan akan dapat meningkatkan tingkat literasi maupun inklusi sampai di level perdesaan,” kata Aman.
Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya