Presiden RI Prabowo Subianto, mengarahkan agar kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) ditinjau kembali, dibuat lebih fleksibel dan realistis, serta tidak membebani industri dalam negeri. Penegasan ini diarahkan bagi seluruh anggota kabinetnya tanpa terkecuali.
“TKDN sudahlah niatnya baik, nasionalisme. Saya kalau saudara—mungkin sudah kenal saya lama, mungkin dari saya ini paling nasionalis. Kalau istilahnya dulu, kalau mungkin jantung saya dibuka yang keluar Merah Putih, mungkin,” tuturnya dalam acara Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta, pada Selasa (8/4/2025).
Menurutnya, masalah TKDN ini adalah masalah luas yang mencakup isu pendidikan, sains, hingga ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Prabowo mengaku khawatir bahwa apabila TKDN dipaksakan, maka akan berpotensi menurunkan daya saing industri.
“Tolong diubah itu, TKDN dibikin yang realistis saja. Masalah kemampuan dalam negeri, konten dalam negeri itu adalah masalah luas, itu masalah pendidikan, iptek, sains. Jadi itu masalah, nggak bisa kita dengan cara bikin regulasi TKDN naik,” ungkapnya.
Apa Itu TKDN?
TKDN sendiri merupakan standar untuk mengukur persentase pemakaian produk lokal, baik dalam bentuk barang maupun jasa. Keberadaan TKDN sangat berpengaruh terhadap proses pengadaan barang dalam negeri.
Sederhananya, menurut Kementerian Perindustrian, TKDN mengatur soal persentase bahan lokal yang terkandung dalam suatu produk. TKDN bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan produk lokal sekaligus mendukung pertumbuhan industri dalam negeri, agar lebih kuat dan bisa tetap kompetitif.
Saat ini, batas minimal TKDN yang ditetapkan adalah sebesar 25% dan nilai bobot manfaat perusahaan (BMP) minimal 40%. Meski begitu, Menteri Perindustrian sejatinya dapat menetapkan batas minimum nilai TKDN pada industri tertentu, di luar ketentuan 25% tersebut. Proses verifikasi TKDN dilakukan oleh lembaga independen khusus yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian, salah satunya adalah PT Surveyor Indonesia dan PT Sucofindo (Persero).
Adapun perhitungan TKDN barang didasarkan pada beberapa faktor produksi, mulai dari bahan atau material langsung, tenaga kerja langsung, hingga biaya overhead pabrik. Untuk TKDN jasa, maka penilaiannya dihitung dari biaya tenaga kerja, biaya alat kerja, dan jasa umum.
Lebih dari 17 Ribu Sertifikat TKDN
Sejauh ini, Kementerian Perindustrian mencatat terdapat 17.643 sertifikat TKDN yang masih berlaku, dari total 43.355 sertifikat yang telah dikeluarkan. Sebagai informasi, 1 sertifikat TKDN dapat berisi lebih dari 1 jenis produk.
Berdasarkan kelompok barangnya, maka bahan dan peralatan kesehatan tercatat memiliki sertifikat TKDN terbanyak, mencapai 2.522 sertifikat aktif dari 5.599 secara keseluruhan, disusul oleh bahan bangunan/konstruksi sebanyak 2.078 sertifikat.
TKDN masih diberlakukan dengan tegas hingga saat ini, untuk semua produk tanpa diskriminasi dari negara mana pun. Menurut perhitungan dampak ekonomi dari Badan Pusat Statistik (BPS), efek berganda ekonomi kebijakan TKDN mencapai 2,2. Hal ini berarti, belanja Rp1 produk dalam negeri bisa menciptakan nilai ekonomi sebesar Rp2,2.
Pelonggaran aturan TKDN ini juga menjadi salah satu respons terhadap kebijakan tarif impor Amerika Serikat. Ia berharap TKDN tidak terlalu dipaksakan, jika pada akhirnya malah membuat daya saing produk lokal menurun.
Baca Juga: Prabowo Bakal Hapus Kuota Impor
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor