Program makan bergizi gratis (MBG) merupakan salah satu program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, tepatnya di sektor pangan dan ketahanan pangan. Program ini dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam rangka pemenuhan gizi dan kesehatan.
Program MBG ditujukan untuk pemenuhan gizi kelompok khusus, mulai dari balita, ibu hamil, hingga anak sekolah. Pemberian makanan bergizi gratis ini diharapkan dapat menekan angka stunting, salah satu permasalahan kesehatan yang cukup krusial di Indonesia belakangan ini.
Menurut data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 8 September 2025, MBG telah menjangkau 22,7 penerima dengan jumlah satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) mencapai 7.644 unit. Realisasi belanja MBG mencapai Rp13 triliun, baru sebesar 18% dari pagu APBN 2025 yang sebesar Rp71 triliun.
Namun, di balik besarnya anggaran tersebut, program ini justru menghadapi tantangan yang cukup besar. Selama beberapa bulan belakangan, MBG justru dipenuhi dengan isu dan berita negatif, mulai dari kasus keracunan hingga transparansi anggaran. Hal ini juga memicu ragam sentimen dan kritik publik terhadap program unggulan tersebut.
Berdasarkan data yang dikumpulkan Drone Emprit pada 20 Oktober 2024-20 Oktober 2025, isu program utama Prabowo diberitakan dalam 1.059.155 artikel dan disebut dalam 3.599.099 mentions. Salah satu isu program tersebut mengenai MBG.
Drone Emprit mencatat MBG sebagai program paling kontroversial dan emosional sepanjang periode Pemerintahan Prabowo.
Berdasarkan laporan tersebut, sentimen positif dan negatif warganet terhadap program MBG cukup menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sebanyak 50% postingan di media sosial diisi dengan sentimen positif. Persepsi positif ini didorong oleh manfaat program bagi anak sekolah kurang mampu, penciptaan lapangan kerja, dan pujian bagi beberapa SPPG karena menyajikan menu yang variatif.
Selanjutnya, sebanyak 36% percakapan diisi dengan sentimen negatif. Persepsi negatif ini didorong oleh kasus keracunan massal, kualitas makanan, hingga pengalihan anggaran pendidikan untuk MBG.
Sisanya, sebanyak 14% percakapan juga berisi sentimen netral. Persepsi ini didorong oleh laporan faktual terkait jumlah penerima MBG.
Selain sentimen, Drone Emprit juga menganalisis emosi publik terhadap program MBG. Menurut data tersebut, emosi publik didominasi kemarahan (anger) terutama terhadap kasus keracunan massal di beberapa daerah.
Capai 12 Ribu Kasus Keracunan
Per 5 Oktober 2025, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat hampir 12 ribu kasus keracunan program MBG. Data ini didapat aplikasi Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR).
Aplikasi ini berfungsi mendeteksi dan memantau tren penyakit menular berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB). Sistem dapat mengeluarkan peringatan jika kasus melebihi ambang batas.
Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kemenkes Sumarjaya menjelaskan jumlah total kasus yang didapatkan.
"Kita sudah memiliki kasus kejadian laporan dari SKDR sekitar 119 kejadian dengan 11.660 kasus. Cut off-nya jam kemarin pukul 17.00 WIB, yang terakhir di Karanganyar, Kuningan, Kabupaten Purworejo dan juga Temanggung," ungkap Sumarjaya, seperti yang dilansir dari detikHealth, Senin (6/10/2025).
Baca Juga: 60% Publik Nilai Pemerintah Tidak Transparan, Program MBG Contohnya
Sumber:
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-8154700/kemenkes-catat-12-ribu-kasus-keracunan-mbg-di-indonesia-terbanyak-di-daerah-ini
https://www.youtube.com/watch?v=L0C0ZWgFnRo
https://x.com/DroneEmpritOffc/status/1984204636455363037?t=sPTBLnMeIkrwQaOsn6ereA&s=08
Penulis: Salamah Harahap
Editor: Editor