Praktik Korupsi Tidak Mengenal Latar Belakang Pekerjaannya

Dari 55 persen anggota DPR yang berlatar pengusaha, paling banyak menjabat sebagai pemilik perusahaan

Praktik Korupsi Tidak Mengenal Latar Belakang Pekerjaannya Edhy Prabowo, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus terpidana korupsi. (Sumber: ANTARA FOTO)

Maraknya korupsi politik sejalan dengan data KPK. Sejak tahun 2004 hingga 2022, dari total 1.519 tersangka, ada 521 tersangka memiliki irisan dengan politik, mulai dari anggota legislatif (DPR RI dan DPRD) hingga kepala daerah (gubernur, wali kota, ataupun bupati).

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam pernyataannya pernah menyarankan agar sebelum berkiprah sebagai politisi, seseorang perlu merintis karier sebagai pengusaha. Alasannya dengan memiliki bisnis, politisi memiliki modal dan materi yang cukup dalam melakukan aktivitas politik. Sehingga Pengusaha dinilai mampu terhindar dari praktik korupsi karena kebutuhannya sudah tercukupi.

Pengusaha jadi Profesi Paling Banyak dari Anggota DPR RI

Politisi yang memiliki latar belakang pengusaha sebetulnya bukan hal baru di Indonesia. Pada masa jabatan 2019-2024, total ada 575 orang anggota DPR. Dari jumlah itu, menurut penelitian Marepus Corner sebanyak 318 orang atau 55 persen anggota berlatar belakang pebisnis atau pengusaha.

Pengusaha dalam artian ini adalah anggota DPR yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan bisnis. Pengusaha langsung berarti aktor utama yang mengisi jabatan dan posisi strategis pada suatu perusahaan atau korporasi. Sedangkan pengusaha tidak langsung berarti anggota DPR yang keluarga intinya memiliki perusahaan atau korporasi.

Dari 55 persen anggota DPR yang berlatar pengusaha, paling banyak menjabat sebagai pemilik perusahaan. Kemudian ada yang menjadi direktur atau wakil direktur, serta komisaris. Mereka tersebar di berbagai sektor, seperti energi dan migas, teknologi, industri, manufaktur, ritel, developer, kontraktor, perkebunan, peternakan, serta perikanan.

Menilik Kasus Korupsi yang Pernah Terjadi pada Politisi

Jika menilik dari beragam kasus korupsi, jenis korupsi yang banyak dilakukan adalah penyuapan. Misalnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang dijerat karena suap perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya pada 2020.

Edhy Prabowo adalah politisi Partai Gerindra dan pernah menjabat sebagai wakil ketua umum. Sebelum terjun ke dunia politik, dia pernah menjabat posisi eksekutif di sejumlah perusahaan seperti komisaris PT Kiani Lestari, direktur utama PT Garuda Security Nusantara, dan direktur PT Alas Helau.

Edhy juga pernah menjadi direktur utama PT Tusam Hutani Lestari, komisaris PT Swadesi Dharma Nusantara, dan asisten direktur utama Nusantara Energi. Beberapa perusahaan tersebut kepemilikannya terafiliasi dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. 

Kasus tindak pidana korupsi politisi lainnya yang melibatkan profesi pengusaha adalah mantan anggota Fraksi PDIP 2014-2019 I Nyoman Dhamantra. Dia terbukti menerima suap untuk memuluskan pengurusan surat persetujuan impor dan rekomendasi impor bawang putih. Selain menjadi politisi, Nyoman juga memiliki sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang IT dan penukaran uang (money changer). Bahkan perusahaannya dilibatkan dalam kegiatan suap tersebut.

Dari dua contoh tersebut, perselingkuhan antara kepentingan bisnis dan politik memang rawan terjadi. Kondisi ini menunjukkan korupsi dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak mengenal latar belakang termasuk mereka yang memiliki kehidupan layak (pendapatan besar, fasilitas mewah, dan sebagainya).

Jack Boulogne dalam Fraud Auditing and Forensic Accounting: New Tools and Techniques menyebutkan sejumlah faktor penyebab seseorang melakukan korupsi, yaitu Greed (keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (kebutuhan), dan Exposes (hukuman yang rendah) atau lebih dikenal dengan teori GONE. 

Teori tersebut menjelaskan bahwa seseorang yang melakukan praktik korupsi karena pada dasarnya serakah dan tak pernah puas. Adanya kesempatan untuk bertindak sehingga seseorang lebih memilih mengambil risiko melakukan korupsi, terutama untuk memenuhi gaya hidup. Apalagi jika hukuman terhadap pelaku korupsi tidak mampu menimbulkan efek jera.

Penulis: Adel Andila Putri
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Program Makan Siang Gratis Dapat Dukungan dari China, Indonesia Bukan Negara Pertama

Langkah ini tidak hanya mengatasi permasalahan gizi, tetapi juga menjadi bagian dari upaya global untuk memerangi kelaparan dan mendukung pendidikan.

Survei GoodStats: Benarkah Kesadaran Masyarakat Akan Isu Sampah Masih Rendah?

Survei GoodStats mengungkapkan bahwa 48,9% responden tercatat selalu buang sampah di tempatnya, 67,6% responden juga sudah inisiatif mengelola sampah mandiri.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook