Potret Reboisasi Hutan Indonesia di Tengah Laju Deforestasi

Jika berkaca pada data, maka porsi kegiatan reboisasi mutlak perlu ditingkatkan mengingat hutan di Indonesia tak pernah terbebas dari bayang-bayang kerusakan

Potret Reboisasi Hutan Indonesia di Tengah Laju Deforestasi Ilustrasi deforestasi hutan © Noer Chungkring/Shutterstock

Hari hutan sedunia diperingati setiap tanggal 21 Maret sebagai alarm upaya penyelamatan hutan dan pelestarian lingkungan. Peringatan ini seolah mengajak kita untuk lebih aware terhadap pelestarian pohon yang sangat berperan penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi.

Berbicara mengenai upaya pelestarian lingkungan, konsistensi dan komitmen Indonesia dalam upaya tersebut memang terus digalakan di tengah deforestasi dan degdradasi lahan yang kian mengancam hutan Indonesia.

Pemerintah melakukan upaya Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) untuk mempertahankan serta meningkatkan fungsi hutan dan lahan, untuk menjamin terjaganya daya dukung, produktivitas, serta peranan hutan dan lahan dalam mendukung sistem penyangga kehidupan.

Upaya RHL dalam kawasan hutan lazimnya dilakukan melalui reboisasi dan penghijauan. Keduanya memiliki makna yang berbeda, di mana kegiatan reboisasi dilaksanakan di dalam kawasan hutan, sedangkan penghijauan di luar kawasan hutan.

Berdasarkan laporan Forest Digest, lahan kritis menjadi prioritas pemerintah, terutama bagian hulu daerah aliran sungai. Prioritas tersebut dilaksanakan agar fungsi dari tata air serta pencegahan peristiwa banjir dan kekeringan dapat dipertahankan secara maksimal.

Gerakan Satu Juta Pohon dan Cara Pandang Soeharto Melihat Lingkungan

Keadaan hutan di Indonesia

Sebelum lebih jauh meninjau progres dari reboisasi di Indonesia, mari sejenak kita melihat potret dan keadaan hutan di Indonesia.

Sebagai negara beriklim tropis yang dilintasi garis khatulistiwa, Indonesia dikenal memiliki hutan yang tergolong luas. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, luas daratan kawasan hutan Indonesia mencapai 120 juta hektare pada 2018. Kemudian menyusut menjadi 92 juta hektare (FAO) saja pada 2020.

Dari luasan tersebut, sebagian besar merupakan hutan lindung dengan luas 29.578.158 hektare, lalu hutan produksi tetap dan hutan konservasi dengan masing-masing seluas 29.215.611 hektare dan 27.409.894 hektare. Selain itu, Indonesia juga memiliki lahan kritis dalam kawasan hutan yang cukup luas, mencapai 14 juta hektare.

Organisasi Pangan dan Kehutanan (FAO) PBB juga mencatat, Indonesia menjadi negara pemilik hutan alam terluas ke-8 di dunia dengan 92 juta hekatre.

Sementara itu, sebuah catatan dari Mongabay Indonesia menyebutkan bahwa hutan Indonesia merupakan hutan tropis terluas ke-3 di dunia (2020) setelah Brasil dan Republik Demokratik Kongo.

Luas hutan yang dimiliki Indonesia memang memiliki potensi yang cukup tinggi di mana sektor kehutanan menjadi salah satu tonggak penunjang ekonomi nasional. Terbukti dengan adanya laju pertumbuhan sektor kehutanan yang signifikan dan dapat menggerakan eskpor bagi perekonomian terutama pada dekade 1980-an dan 1990-an.

Data terbaru, berdasarkan Statistik Produksi Kehutanan terlihat bahwa produksi hasil hutan masih tergolong besar. Produksi kayu bulat di Indonesia pada 2021 mencapai 55,5 juta ton di mana mayoritas adalah kayu akasia. Produksi kayu bulat sepanjang 2021 tercatat naik 4,2 juta ton dari tahun sebelumnya (2020) yang hanya 51,3 juta ton.

Ekspor hasil olahan hasil hutan Indonesia juga cukup menjanjikan. Pada 2021, eskpor kayu olahan sebesar US$14,75 miliar, ekspor tumbuhan dan satwa US$11,79 miliar, jika digabung maka keduanya mencapai US$26,54 miliar (naik US$4,69 year to year). Kemudian penerimaan negara bukan pajak menyentuh angka Rp5,66 triliun.

Selain peningkatan volume produksi dan nilai ekonomi, sub sektor ini tercatat menyumbang Rp58,1 triliun (0,85 persen) terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia 2010. Sepuluh tahun berikutnya (2019), naik menjadi Rp63,2 triliun atau setara 0,58 persen PDB Indonesia. Dari tahun ke tahun, sumbangan sub sektor ini semakin meningkat meskipun persentase sumbangan terhadap PDB menurun.

Sayangnya potensi ekonomi yang besar tersebut justru menimbulkan persoalan terkait deforestasi atau secara sederhana diartikan sebagai kehilangan hutan. Deforestasi mulai menjadi ancaman serius bagi Indonesia sejak awal 1970-an kala penebangan hutan secara komersil mulai dibuka besar-besaran.

Data FAO menunjukan, selama kurun waktu 1990-2020 Indonesia telah kehilangan sebanyak 22,3 persen hutan. Angka tersebut tergolong tinggi, di mana Indonesia menempati peringkat ke-4 penyusutan hutan terbanyak di Asia kurun waktu 1990-2020 dengan laju deforestasi 450.000 hektare per tahun.

Ancaman desforestasi diperparah dengan fenomena kebakaran hutan atau karhutla. Selama kurun waktu 2020-2021 saja, Indonesia telah kehilangan 650.164 hektare hutan akibat karhutla. Di mana mayoritas hutan yang hangus terbakar berada di Kalimantan Barat, Riau, dan Kalimantan Selatan.

Melihat data tersebut, sudah jelas bahwa reboisasi menjadi upaya yang wajib digalakan guna menjaga kelestarian hutan di Indonesia.

Perjuangan Da'im Melestarikan Hutan di Lereng Gunung Lemongan yang Rawan Bencana

Reboisasi di Indonesia

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, reboisasi merupakan upaya dan istilah populer dalam menyelamatkan dan memerangi kerusakan hutan.

Reboisasi dapat dilakukan di hutan konservasi, kecuali cagar alam, hutan lindung, atau hutan produksi. Di mana aktivitas tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yakni alami dan terkelola.

Reboisasi alami dilakukan dengan membiarkan alam bekerja sendiri dalam proses rehabilitasi hutan dan lahan. Sementara, reboisasi terkelola dilakukan dengan melibatkan tindakan manusia, seperti melakukan penanaman pohon kembali.

Menilik data terkini yang dirilis BPS, luas kegiatan reboisasi hutan di Indonesia yang mampu terealisasi mencapai 206.000 hektare pada 2019. Jumlah tersebut termasuk tinggi mengingat pada 2016 hanya sebesar 7.076 hektare saja. Angka tersebut juga naik signifikan dibanding tahun sebelumnya (2018) yang hanya 25.100 hektare.

Meninjau spesifik di tingkat wilayah, Sulawesi Selatan menjadi provinsi dengan luasan reboisasi terluas, yakni 19,6 ribu hektare. Posisi kedua ditempati Jawa Timur dengan luasan reboisasi mencapai 19,3 ribu hektare. Diikuti Jawa Barat dan Sumatra Selatan yang masing-masing mencatat 18,2 ribu hektare dan 17,6 hektare.

Sementara data lain yang bersumber dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukan, realisasi jumlah pohon yang ditanam kurun waktu 2018-2020 masih fluktuatif dengan akumulasi total 103,55 juta pohon.

Pada 2018, realisasi jumlah penanaman pohon mencapai 44,3 juta, lalu naik menjadi 53,2 juta pada 2019. Sayangnya, setahun kemudian (2020) turun menjadi hanya 6,05 juta pohon saja. Penurunan tersebut disebabkan oleh berkurangnya anggaran yang digelontorkan untuk kegiatan reboisasi imbas dari pandemi Covid-19.

Upaya dan realisasi reboisasi yang dicanangkan pemerintah nampkanya masih dihadapkan dengan tantangan yang berat. Diketahui hutan yang masih harus direhabilitasi di Indonesia masih sangat luas, yakni 14 juta hektare.

Sedangkan kemampuan pemerintah merehabilitasi hutan tidak lebih dari 250.000 hektare per tahun. Sementara laju deforestasi setiap tahun masih cukup tinggi, sebesar 450.000 hektare per tahun.

Catatan ini menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi Indonesia dan tentunya bagi kita semua. Jika berkaca pada data, maka porsi kegiatan reboisasi mutlak perlu ditingkatkan mengingat hutan di Indonesia tak pernah terbebas dari bayang-bayang kerusakan.

Kegiatan reboisasi juga tidak melulu mengandalkan agenda dan instruksi pemerintah, reboisasi bisa dilakukan dari tingkat lokal hingga skala mikro rumah tangga. Salah satu cara sederhana yang bisa kita lakukan adalah turut menanam pohon di lingkungan sekitar tempat tinggal.

Penulis: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Nilai Konservasi Laut Indonesia, Siapa yang Paling Unggul?

Kelestarian dan pesona pariwisata alam Indonesia perlu berjalan beriringan untuk keberlanjutan.

Angka Kasus Kecelakaan Selama Mudik Lebaran Tahun Ini Turun 8% dari 2023

Korlantas Polri melaporkan, jumlah kasus kecelakaan selama mudik Lebaran 2024 sebanyak 3.286 kasus atau turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 3.561 kasus.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

Dengan melakukan pendaftaran akun, saya menyetujui Aturan dan Kebijakan di GoodStats

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook
Student Diplomat Mobile
X