Upaya untuk meningkatkan penetrasi internet merupakan prasyarat utama untuk menjadikan faktor demografi menjadi penggerak pertumbuhan digital ekonomi Indonesia. Hal itu diungkap East Ventures (EV) dalam laporannya bertajuk Digital Competitiveness Index 2023: Equitable Digital Nation teranyar.
Mengutip laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), tingkat adopsi internet di Indonesia menunjukkan tren positif secara konsisten. Tercatat, 78,19% masyarakat Indonesia atau sebanyak 216,53 juta orang telah menjadi pengguna internet pada rentang tahun 2022-2023. Angka tersebut meningkat dibanding periode tahun 2021-2022, yakni sebesar 77,02%.
"Pada tahun ini, ada peningkatan menjadi 78,19% untuk penetrasi pengguna internet di Indonesia," ungkap Ketua Umum APJII Muhammad Arif dalam acara perilisan di Jakarta, dikutip dari Antaranews.
Sementara, jika dirinci berdasarkan provinsi, penetrasi pengguna internet terbanyak berada di Banten dengan persentase mencapai 89,10%. Diikuti oleh provinsi DKI Jakarta di posisi kedua dengan tingkat penetrasi sebesar 86,96%.
Selajutnya, terdapat provinsi Jawa Barat dengan tingkat penetrasi mencapai 82,73%. Disusul oleh Kepulauan Bangka Belitung sebesar 82,66%, Jawa Timur dengan 81,26%, Bali dengan 80,88%, Jambi dengan 80,48%, dan Sumatera Barat dengan 80,31%.
Adapun, aksesibilitas masyarakat terhadap internet membantu peningkatan penetrasi pengguna. Ini berpotensi untuk meningkatkan frekuensi transaksi dalam ekosistem digital. Selain itu, nilai transaksi juga sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi digital, sehubungan dengan peningkatan pendapatan siap dibelanjakan (disposable income).
Pertumbuhan startup di Indonesia
Tingkat penetrasi internet yang tinggi menempatkan Indonesia menjadi salah satu pasar ekonomi digital terbesar. Sehubungan dengan ini, Indonesia berhasil masuk ke dalam jajaran negara yang memiliki jumlah startup terbanyak di dunia.
Per 6 April 2023, Indonesia menempati peringkat ke-6 dengan jumlah sebanyak 2.512 startup menurut laporan dari Startup Ranking. Sementara, Amerika Serikat (AS) merupakan negara dengan jumlah startup terbanyak di dunia. Negeri Paman Sam tersebut dilaporkan memiliki 77.391 startup di periode yang sama.
Diikuti oleh India di peringkat kedua dengan jumlah mencapai 17.264 startup. Selanjutnya, ada Inggris dan Kanada dengan jumlah masing-masing sebanyak 7.043 startup dan 3.918 startup. Disusul oleh Australia yang mencapai 2.923 startup.
Dengan semakin eksisnya startup di tanah air, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menyebut bahwa potensi ekonomi digital Indonesia sangat besar. Ini dibuktikan dari prestasi Indonesia yang sukses menjadi pemain utama digital di wilayah Asia Tenggara pada tahun 2022 lalu.
“Nilai ekonomi digital Indonesia di tahun 2025 mendatang bisa mencapai US$130 miliar dan akan terus meningkat di sekitar US$300 miliar di tahun 2030,” tuturnya dalam acara yang bertajuk Menerangi Gelap 2023 : Digital dan Konsumsi jadi Andalan pada Kamis (9/3).
Maraknya jumlah startup di Indonesia ini juga berkontribusi pada masuknya dana investasi asing ke dalam negeri. Berdasarkan laporan EV, Indonesia dan Singapura telah mendominasi pendanaan startup dari investor sejak tahun 2019 lalu.
Pada tahun 2021, total investasi startup di negara-negara kawasan Asia Tenggara mencapai US$2.697 miliar. Proporsi terbanyak disumbang oleh Singapura dengan persentase sebesar 46%. Sedangkan, Indonesia menyumbang sekitar 34%. Sisanya, disumbang oleh Vietnam dengan persentase 10% dan negara-negara lain, seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand dengan 10%.
Bahkan, investor tetap optimis bahwa Indonesia masih akan tetap menjadi negara di Asia Tenggara dengan tingkat pertumbuhan deals pendanaan tertinggi setelah Vietnam hingga periode tahun 2025-2030 mendatang.
Pentingnya literasi digital dalam pertumbuhan ekonomi digital Indonesia
Nilai ekonomi digital Indonesia diprediksi akan mengalami pertumbuhan mencapai Rp4.500 triliun pada 2030 mendatang. Selain itu, Indonesia juga diharapkan bisa memimpin perekonomian digital di kawasan Asia Tenggara dengan menguasai sebanyak 30% pasar.
Indonesia memiliki beberapa tantangan yang berasal dari dalam negeri untuk mencapai potensi ekonomi digital 2030. Beberapa faktor permasalahan yang terjadi di Indonesia, khususnya ialah rendahnya tingkat literasi digital, infrastruktur teknologi informatika, serta keamanan data digital.
Menurut IMD World Digital Competitiveness Ranking 2022, literasi digital Indonesia menempati peringkat ke-51 dari total 63 negara di dunia. Meskipun ada peningkatan peringkat dari tahun sebelumnya, yang mana berada di posisi ke-53, namun beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand memiliki tingkat literasi digital yang lebih unggul.
Sementara, indeks literasi digital Indonesia pada tahun 2022 tercatat mengalami kenaikan sebesar 0,5 dari tahun sebelumnya, yakni 3,49 menjadi 3,54. Meski begitu, skor tersebut menunjukkan bahwa literasi digital nasional masih berada di dalam kategori sedang.
Hal tersebut dilaporkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam laporannya bertajuk Status Literasi Digital di Indonesia 2022 bersama dengan Katadata Insigt Center (KIC). Pengukuran indeks tersebut menggunakan empat pilar, yakni kecakapan digital (digital skill), etika digital (digital ethic), keamanan digital (digital safety), dan budaya digital (digital culture).
Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya