Penduduk Perkotaan Cenderung Tinggal di Daerah Rawan, Pahami Klasifikasi Lokasi Tempat Tinggal yang Berbahaya

Persentase populasi masyarakat di perkotaan yang tinggal di daerah kurang aman cenderung lebih besar dibandingkan masyarakat perdesaan

Penduduk Perkotaan Cenderung Tinggal di Daerah Rawan, Pahami Klasifikasi Lokasi Tempat Tinggal yang Berbahaya Tempat tinggal dekat laut dikategorikan kumuh dan tidak aman/Freepik

Pemenuhan program pembangunan berkelanjutan harus melibatkan berbagai aspek kehidupan, tidak terkecuali tempat tinggal. Tempat tinggal yang layak merupakan bagian dari tujuan Sustainable Deveopment Goals (SDGs) yang ke-11 dari 17 tujuan yang hendak dicapai.

Inti dalam poin tersebut ialah komitmen bersama untuk mewujudkan kota dan permukiman yang berkelanjutan (sustainable cities and communities). Aspek berkelanjutan (sustainable) yang dimaksud dalam poin tersebut ialah kondisi perkotaan dan permukiman yang inklusif, aman, dan tangguh.

Akan tetapi, pada faktanya, masih ada beberapa populasi masyarakat Indonesia yang hidup di daerah kumuh, permukiman informal, dan di perumahan yang tidak memadai. United Nations Human Settlements Programme (UN Habitat) menilai kriteria rumah kumuh berdasarkan pada daya tahan rumah. Rumah dianggap memiliki daya tahan yang baik apabila dibangun di lokasi yang tidak berbahaya dan memiliki struktur permanen.

Sementara itu, klasifikasi rumah yang aman dan tidak berbahaya meliputi hunian yang tidak terletak di atau dekat limbah beracun, hunian tidak berlokasi di dataran banjir, hunian tidak berlokasi di lereng yang curam, serta hunian tidak berlokasi di jalan yang berbahaya, seperti di dekat rel kereta api, jalan tol, bandara, dan saluran listrik.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sekitar 8,93% masyarakat Indonesia tinggal di daerah kumuh pada 2022. Angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan tahun 2021 yang mencapai 9,12% atau bahkan 2020 yang tembus hingga 10,04%.

Data BPS dalam Statistik Perumahan dan Permukiman 2022 menunjukkan, persentase populasi masyarakat di perkotaan yang tinggal di daerah kurang aman cenderung lebih besar dibandingkan masyarakat perdesaan. Jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di daerah kumuh perkotaan sebanyak 29,929 juta jiwa pada 2020, menurut data dari Program Permukiman Manusia (UN Habitat).

Dalam Survei Ekonomi Sosial Nasional (Susenas) Modul Kesehatan dan Perumahan (MKP) 2022, informasi mengenai penduduk yang tinggal di daerah rawan dan berbahaya dikumpulkan. Dalam hal ini, hunian atau tempat tinggal yang dinilai berbahaya ialah tempat tinggal di bawah kabel listrik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), dalam radius satu kilometer dari tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah, dalam radius dua kilometer dari pabrik berpolusi, di pinggir rel kereta api kurang dari 15 meter, di tepian/atas sungai/danau/laut, dan di sekitar jalur landasan pesawat terbang.

Dari hasil tersebut, persentase lokasi hunian berbahaya yang paling banyak ditempati oleh masyarakat perkotaan ialah tempat tinggal yang berada dalam radius 2 km dari pabrik berpolusi. Polusi pabrik merupakan salah satu hal yang sangat membahayakan kesehatan.

Polusi pabrik berpotensi mencemari air, tanah, bahkan udara sehingga dapat mengganggu sistem kesehatan tubuh. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Menteri Perindustrian No. 40 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Kawasan Industri yang menyatakan jarak terhadap permukiman yang ideal minimal dua (2) km dari lokasi kegiatan industri.

Sementara itu, penduduk perdesaan cenderung menempati lokasi berbahaya di sekitar tepian/atas sungai/danau/laut dengan persentase sebanyak 5,24%. Tempat tinggal yang berada di sekitar sungai, danau atau laut merupakan zona berbahaya karena potensi terdampak banjir atau rob sangat besar. Selain kerugian material, banjir dan rob dapat juga membahayakan nyawa manusia.

Penulis: Aslamatur Rizqiyah
Editor: Editor

Konten Terkait

Survei GoodStats: Benarkah Kesadaran Masyarakat Akan Isu Sampah Masih Rendah?

Survei GoodStats mengungkapkan bahwa 48,9% responden tercatat selalu buang sampah di tempatnya, 67,6% responden juga sudah inisiatif mengelola sampah mandiri.

Dukungan Presiden di Battle Ground Pilkada Jawa Tengah

Bagaimana elektabilitas kedua paslon di Jawa Tengah hingga membutuhkan dorongan besar Presiden RI?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook