Pendapatan merupakan salah satu aspek penting untuk mengukur kesenjangan antar gender. Kesetaraan gaji antar gender dinilai akan memunculkan kesejahteraan lain antara perempuan dan laki-laki.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sebagai salah satu organisasi internasional yang beranggotakan 38 negara turut memiliki komitmen untuk menciptakan kesejahteraan antar gender. Namun pada praktiknya, masih ada negara anggota OECD yang memiliki ketimpangan gaji antar gender.
Sebagai catatan, data diambil berdasarkan tahun 2022. Inilah negara-negara OECD dengan ketimpangan pendapatan terbesar antara perempuan dan laki-laki.
1. Korea Selatan
Berdasarkan data dari OECD, perbedaan persentase penghasilan pekerjaan penuh waktu antara pria dan wanita di Korea Selatan mencapai 31.2%. Angka tersebut menjadikan Negeri Ginseng sebagai negara OECD dengan kesenjangan tertinggi dalam kategori pendapatan antar gender.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Korea Selatan merupakan salah satu negara dengan kesenjangan gender tertinggi. Hal tersebut menyentuh berbagai aspek, salah satunya adalah pendapatan pekerjaan penuh waktu.
Salah satu yang menjadi pemicu kesenjangan gender di Korea Selatan adalah sistem kerja. Sistem senioritas tempat kerja yang sudah lama ada di Korea Selatan dinilai menjadi penyebab utama kesenjangan gender ini. Sistem senioritas, yang memberikan penghargaan atas masa kerja karyawan, memberikan konsekuensi yang tidak proporsional kepada perempuan karena karyawan perempuan cenderung meninggalkan dunia kerja untuk sementara waktu demi mengasuh anak.
2. Israel
Apabila melihat jejeran negara OECD, Israel masuk di urutan kedua menjadi negara dengan kesenjangan pendapatan antar gender yang paling tinggi. Data menunjukkan persentase kesenjangan gaji perempuan dan laki-laki di Israel mencapai 25.4%. Angka tersebut memiliki perbedaan persentase poin lebih dari enam persen lebih kecil dibandingkan Korea Selatan.
Sebuah penelitian di tahun 2022 yang dilakukan oleh Wakil Ketua Shoresh Institution for Socioeconomic Research Ayal Kimhi mengungkapkan alasan utama adanya kesenjangan pendapatan antara pendapatan laki-laki dan perempuan di Israel.
Alasan terbesar permasalahan tersebut adalah pengaruh dari keluarga, di mana pernikahan dan kelahiran anak karena hal tersebut memperkuat kecenderungan spesialisasi dalam rumah tangga yakni ibu atau perempuan lebih banyak bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga dan ayah atau laki-laki yang cenderung berperan sebagai pencari nafkah. Akibatnya, perempuan cenderung memilih pekerjaan dengan gaji rendah namun seimbang antara karier dan kehidupan keluarga.
Berdasarkan penelitian tersebut, Kimhi menyarankan sejumlah kebijakan untuk mengurangi kesenjangan pendapatan antar gender di Israel. Di antaranya adalah perbaikan dalam sistem pendidikan anak usia dini di Israel terutama bagi anak-anak, pemberlakuan cuti ayah, tunjangan pajak serta peningkatan “hibah kerja” untuk ibu muda.
3. Latvia
Latvia masuk sebagai jejeran negara OECD dengan persentase kesenjangan gaji antar gender paling tinggi. Berada di peringkat ketiga, persentase gaji antara perempuan dan laki-laki di Latvia pada tahun 2022 mencapai 24.9%.
Central Statistical Bureau of Latvia (CSB) memperkirakan bahwa pada tahun 2022, rata-rata pendapatan kotor per jam perempuan 17,1% lebih rendah dibandingkan laki-laki. Apabila menilik tahun sebelumnya, kesenjangan upah berdasarkan gender ini telah meningkat sebesar 2,5 poin persentase.
Kesenjangan pendapatan antara laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial dan ekonomi. Beberapa yang paling menonjol ialah rasio laki-laki dan perempuan pada kegiatan ekonomi tertentu, pendidikan, usia, jumlah jam kerja, peningkatan layanan serta adanya tren penawaran dan permintaan tertentu di pasar tenaga kerja.
4. Jepang
Meski menjadi salah satu negara maju, rupanya kesenjangan gender masih menjadi permasalahan tersendiri di Jepang. Berdasarkan data, salah satu negara anggota OECD ini mempunyai persentase kesenjangan gaji perempuan dan laki-laki sebesar 21.3%. Angka tersebut lantas mengukuhkan Jepang di peringkat nomor empat.
World Ecomonic Forum memaparkan alasan utama permasalahan tersebut. Salah satunya adalah kesenjangan upah yang signifikan antara pekerja tetap dan non-reguler dan tingginya proporsi perempuan yang bekerja sebagai pekerja non-reguler. Survei menunjukkan bahwa proporsi pekerjaan non-reguler di kalangan pekerja pada tahun 2022 adalah 22,1% untuk laki-laki dan 53,2% untuk perempuan.
Tidak hanya itu, Kementerian Ketenagakerjaan Jepang memaparkan bahwa banyak perempuan yang kesulitan mendapatkan pekerjaan reguler setelah melahirkan. Perempuan Jepang lebih memilih pekerjaan non-reguler untuk menyeimbangkan pekerjaan dan mengasuh anak. Sehingga apabila ditilik kembali, melibatkan perempuan ke dalam pasar tenaga kerja saja tidak cukup untuk memecahkan masalah ini sebab tidak hanya satu atau dua faktor yang mempengaruhi kesenjangan gaji antar gender di Jepang.
Penulis: Almas Taqiyya
Editor: Editor