Indonesia Darurat Kasus Perundungan

Satuan pendidikan di bawah Kemdikbudristekdikti tercatat mengalami kasus perundungan terbanyak dengan pelajar laki-laki sebagai pelaku/korban terbanyak.

Indonesia Darurat Kasus Perundungan Sumber: Diego Grezz/Wikipedia

Lagi-lagi, kasus perundungan menjadi pemberitaan nasional. Kenakalan remaja ini seolah-olah tidak luput menjadi sorotan di kalangan masyarakat setiap tahunnya sebab marak dan tinggi peningkatannya.

UNICEF Indonesia mendata bahwa sudah terdapat 40% kasus bunuh diri di Indonesia terjadi dengan latar belakang kasus perundungan per 2020 dan persentase dikabarkan meningkat.

Federasi Satuan Guru Indonesia (FSGI) menjelaskan bahwa peningkatan kasus perundungan di sekolah meningkat sebanyak 9 kasus dengan rincian 30 kasus sepanjang 2023 dan 21 kasus pada 2022.

Rincian kasus tersebut dikabarkan FSGI sebagai kasus terlapor dan mengalami proses hukum. Tidak terhindarkan bahwa pada rincian 30 kasus tersebut terdapat laporan korban jiwa hingga meninggal seperti temuan UNICEF Indonesia sebelumnya.

Tampak pada data kasus perundungan oleh FSGI bahwa peringkat teratas dengan status banyak dilaporkan terjadinya kasus perundungan terjadi pada satuan pendidikan pertama dan menengah.

SD dan SMP juga tak elak menjadi dua satuan pendidikan yang telah mencatatkan kasus hilangnya nyawa dua pelajar dengan latar belakang kasus perundungan, masing-masing terjadi di daerah Blitar dan Sukabumi.

Kasus Perundungan Berdasarkan Gender: Pelajar Laki-laki Tertinggi

Badan Pusat Statistik (BPS) juga melakukan uji survei 2022 terhadap angka perundungan pada pelajar di Indonesia. Fakta menyedihkan hadir bahwa kasus terbanyak berdasarkan jenis kelamin terjadi pada para pelajar laki-laki tetapi tidak mengelakkan bahwa pelajar perempuan juga turut menjadi korban.

Temuan pada data tersebut juga relevan dengan hasil survei UNICEF Indonesia pada 2018 bahwa nyatanya laki-laki memperoleh potensi terjadinya kasus perundungan pada satuan pendidikan.

Ancaman fisik, verbal, hingga tindakan sosial seperti dikucilkan menunjukkan angka tinggi pada pelajar atau siswa laki-laki menurut UNICEF Indonesia.

Suryadi dan Nasution (2019) melalui jurnal dengan objektifikasi penelitian terhadap perbedaan gender pada kasus perundungan menemukan bahwa laki-laki memang berpotensi lebih tinggi dibandingkan perempuan untuk menjadi pelaku maupun korban perundungan.

Penelitian lainnya oleh Retnoningsih menunjukkan bahwa para pelaku perundungan sebenarnya berawal dari statusnya sebagai korban perundungan sehingga tidak terelakkan bahwa pelaku perundungan biasanya juga memiliki motivasi berupa “balas dendam” dalam melakukan perundungan.

Stigma masyarakat terhadap maskulinitas laki-laki juga nyatanya menjadi penyumbang optimal mengenai persepsi perundungan pada pelaku perundungan menurut Suryadi dan Nasution (2019).

Kasus perundungan pada Binus School Serpong menambah catatan merah perihal bagaimana pergolakan konsep diri pelajar laki-laki mempersepsi perundungan pada komunitas sosialnya.

Kasus Perundungan Berdasarkan Satuan Pendidikan di Bawah Naungan Kementerian: Rapor Merah Kemdikbudristekdikti

Berdasarkan data BPS, satuan pendidikan menengah dan dasar faktanya masih menjadi pencetak kasus perundungan sejak 2022, sesuai dengan temuan FSGI 2023.

Temuan fakta lainnya oleh FSGI juga berhasil mengungkapkan tentang kasus perundungan pada satuan pendidikan berdasarkan naungan kementerian.

Ditemukan bahwa satuan pendidikan di bawah naungan Kemdikbudristekdikti mengalami peringkat kasus perundungan tertinggi.

Memegang peringkat tertinggi pada survei FSGI tersebut tentu suatu mimpi buruk bagi kementerian. Nadiem Makarim sebagai Menteri Kemdikbudristek Dikti sendiri menyampaikan bahwa perundungan merupakan salah satu dari tiga dosa besar pendidikan bagi anak muda Indonesia.

Nadiem sangat tegas untuk selalu berupaya menghilangkan miskonsepsi tentang perundungan yang dianggap dapat memperkuat mental pelajar. Baginya pendidikan karakter tidak seharusnya disampaikan melalui cara kekerasan yang dapat mengundang trauma.

Menyaksikan fenomena dan fakta kasus perundungan ini tentu sangat menyedihkan dan merisaukan, mengingat pendidikan seharusnya menjadi dapur sosial masyarakat.

Penulis: Andini Rizka Marietha
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Program Makan Siang Gratis Dapat Dukungan dari China, Indonesia Bukan Negara Pertama

Langkah ini tidak hanya mengatasi permasalahan gizi, tetapi juga menjadi bagian dari upaya global untuk memerangi kelaparan dan mendukung pendidikan.

Survei GoodStats: Benarkah Kesadaran Masyarakat Akan Isu Sampah Masih Rendah?

Survei GoodStats mengungkapkan bahwa 48,9% responden tercatat selalu buang sampah di tempatnya, 67,6% responden juga sudah inisiatif mengelola sampah mandiri.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook